Setelah itu, ditambahkanlah masing-masing dua potong tahu kuning yang telah direbus, lalu diberi lontong sebelum akhirnya disiram oleh kuah tauco.
Yang khas dari lontong yang disajikan sebagai topping Toge Goreng, adalah bungkusnya yang tidak menggunakan daun pisang pada umumnya, melainkan daun patat.
Daun ini pulalah yang digunakan untuk membungkus Toge Goreng yang dipesan secara take away. Lebih unik lagi, bungkus daun patat itu akan diikat untuk dibawa pulang dengan menggunakan tali alami dari bambu. Jadi, dari bahan hingga pembungkusnya, semuanya 'vegetarian'.
Seperti lazimnya warung Toge Goreng di Bogor, di warung ini pedagangnya memasak di bagian depan warung, dengan menggunakan tungku kayu bakar. Tak heran jika kita sedang menkmati Toge Goreng, atau sekedar lewat di depannya, asap dari tungku perebus tauge akan terlihat terus membumbung.
Konon, penggunaan kayu bakar akan memberikan rasa yang khas pada toge yang dipanaskan.
Pun demikian halnya dengan daun patat yang bernama latin Phrynium capitatum sebagai pembungkus lontong, dipercaya menjadikan lontong pada Toge Goreng bertekstur lebih lembut, namun tetap montok padat berisi. Warna daunnya pun juga lebih cantik dengan gurat tipis kehijauan, tidak monoton putih pucat.
Sejumlah penelitian juga menyebut daun patat memiliki sifat anti bakteri, sehingga membantu dalam penyajian Toge Goreng yang higienis.
Dan lidah dua sejoli asal Jawa Timur ini pun sekejap langsung mampu beradaptasi dengan kuliner yang baru pertama kali mereka jajal sepanjang hidupnya tersebut.
"Ini sepintas mirip Lontong Mie ya, tapi nggak pakai petis," ujar Dini merujuk pada salah satu makanan khas dari daerah asalnya. Dia terlihat lahap menyantap makanan yang baru dikenalnya ini.
"Ya, mungkin karena di sini tidak ada petis, ya jadinya pakai tauco ini. Mungkin lho yaa," sahut Fajar yang meminta tambahan bumbu tauco dan sambal. Sepertinya lidahnya pun sudah langsung cocok dengan bumbu yang berasal dari fermentasi kedelai itu.
Tanpa terasa, Toge Goreng yang dipesan kedua sejoli itu pun tandas. Sementara matahari meninggi, para pembeli pun terus berdatangan ke warung yang tempat makannya hanya sekitar 3x3 meter ini. Sebagian besar berasal dari Jakarta, terlihat dari nomor polisi kendaraannya.