Begitu sulit lupakan Rehan
Apalagi Rehan baik
Begitu susah cari gantinya
Cukup dikenang saja....
Sudah kurang lebih sepekan ini, lirik lagu itu menambah daftar hal-hal viral yang berasal dari dunia maya, khususnya dari platform Tiktok dan reel Instagram.
Aslinya, lagu itu berjudul Cukup Dikenang Saja yang dipopulerkan The Junas Monkey pada tanun 2020 lalu, dan menjadi lagu tema sinetron Anak Band.
Nah, baru-baru ini, seorang gadis asal Lembata, Nusa Tenggara Timur bernama Intan Sriastuti mencoba meng-cover lagu itu di platform Tiktok, dengan gaya mendayu dan terdengar seperti tercekat, seolah menghayati lirik lagu tersebut.
Namun liriknya sedikit diubah oleh Intan, menjadi seperti yang saya tuliskan di awal, dengan menyebutkan nama Rehan.
Dan seperti yang dilansir Kompas.com pada 22 September, per 21 September 2022, video Intan mengcover lagu "Cukup Dikenang Saja" versi 'Rehan' telah ditonton lebih dari 37,8 juta kali dan mendapat lebih dari 1,7 juta like. Dan tentu saja terus bertambah sampai tulisan ini dibuat.
Saya memang kurang paham dunia peralgoritmaan media sosial. Namun bisa jadi video cover lagu itu menjadi viral karena suara mendayu Intan yang bisa dibilang mirip anak kecil. Padahal, Intan merupakan wanita kelahiran tahun 2001, yang berarti sudah memiliki suara standard wanita dewasa.
Faktor lainnya yang membuat lagu bernada sendu saat ini masih terus diterima di kuping masyarakat, ya tentunya karena lagu-lagu bertema mendayu-dayukan perasaaan, masih terus menerus populer hingga detik ini.
Anda tentu masih ingat ketika pada Upacara HUT Kemerdekaan RI ke-77 lalu, panitia pelaksana di Istana Merdeka menghadirkan sosok Farel Prayoga membawakan lagu Ojo Dibandingke.
Selain karena irama lagunya yang easy listening untuk mengajak pendengarnya bergoyang, lagu ini menggambarkan tentang perasaan seseorang yang tak ingin-dibandingkan dengan orang lain oleh pujaan hatinya, karena dirinya pasti jauh beda dengan sosok yang dibandingkan itu.Â
Sebuah kisah yang mungkin mewakili perasaaan sejumlah kalangan generasi zilenial. Meski bukan tak mungkin kalangan milenial bahkan baby boomers juga terwakili.
Alasan ini juga menjadi sebab mengapa lagu-lagu pop dengan gaya-gaya melayu, hingga lagu slow rock lawas asal Malaysia yang kental balad-nya belakangan viral pula mengisi backsound di konten Tiktok hingga reel Instagram dan Facebook.Â
Secara umum lagu-lagu model ini mengusung lirik yang menyayat perasaan karena cintanya yang hancur berkeping-keping.
Contohnya ya lagu Buih Jadi Permadani. Lagu ini dahulu dipopulerkan oleh kumpulan Exist dengan judul asli Mengintai dari Tirai Kamar, dalam album Jangan Gentar dirilis tahun 1997.
Namun era medsos yang makin masif, kembali mengangkat kepopuleran lagu ini, setelah dicover oleh musisi jalanan Tri Suaka dan Nabila Maharani pada akhir 2021 lalu.
Kembali ke lagu Begitu Sulit Lupakan Rehan. Dalam sebuah talkshow di televisi swasta beberapa waktu lalu, Intan mengungkapkan bahwa Rehan adalah sosok lelaki yang kerap hadir dalam mimpinya.
Dan dalam alam bawah sadarnya itu, Intan menggambarkan Rehan sebagai sosok lelaki idamannya. Karena itu ia menjadi bucin dari Rehan. Bahkan akun Tiktoknya pun diberi nama @binirehan1. Sesuatu yang bersifat halu (tapi nyata).
Dan dalam perbincangan tersebut, Intan sendiri mengaku tidak menyangka curahan hatinya tersebut kini menjadi sorotan dan populer di media sosial.
Nah, jika dilihat dari tahun kelahirannya 2001, maka Intan tentu termasuk dalam kategori generasi Z, atau zilenial. Dan di sekitar kita tentu banyak kita temukan generasi Z yang menjadikan media sosial selayaknya dunia riil.Â
Tentu termasuk dalam hal mengumbar pengalaman personal---termasuk dalam hal percintaan di medsos--Gen Z bahkan lebih eksplosif dibanding generasi sebelumnya.
Perasaan bahagia, sedih, marah, hingga pengalaman cintanya bisa dengan mudah ditumpahkan di story WA dan instagram, atau bahkan jadi postingan reel dan tiktok. Belum lagi dengan puisi pendek hingga quote-quote tentang cinta dan penderitaan yang biasa di-posting.
Lantas apakah ini mewakili kualitas mental Gen Z yang rapuh, khususnya akibat drama-drama percintaan? Tentu tidak bisa digeneralisasi jika generasi Z identik dengan kerapuhan hati.
Karena generasi X dan generasi Y juga bukan tidak mungkin pernah terjebak pula dalam kegalauan cinta, dan menumpahkannya di media sosial.Â
Karena media sosial pada dasarnya bukan milik generasi tertentu saja. Meskipun jika dilihat dari data APJII, tingkat penetrasi internet di kelompok usia 13-18 tahun mencapai 99,16% pada 2021-2022.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H