Mohon tunggu...
Agus Zain Abdullah ElGhony
Agus Zain Abdullah ElGhony Mohon Tunggu... Guru - Pemerhati masalah budaya dan agama

Pemerhati masalah budaya dan agama

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Sudah Melencengkah Kiblat Bangsa Sehingga Perlu Diluruskan?

4 Agustus 2020   00:12 Diperbarui: 4 Agustus 2020   00:03 310
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejumlah tokoh nasional, seperti Din Syamsudin, Rocky Gerung, Refly Harun, Ichsanudin Noorsy dan beberapa tokoh lain membuat Koalisi Aksi Menyelematkan Indonesia ( KAMI). 

Sebuah gagasan besar dilontarkan, perlunya meluruskan kiblat bangsa. Benarkah di era Presiden Jokowi kiblat bangsa telah mengalami perubahan?? Ada kekuatan besar yang menggerakkan arah kiblat bangsa kita sehingga bergeser dari arah yang sebenarnya.

Kemana ara kiblat bangsa kita?? Tentu arah kiblat suatu bangsa menuju ideologi yang sejak awal ditanamkan oleh para pendiri bangsa kita, yakni Pancasila. Apakah pemerintahan di era Presiden Jokowi, bangsa kita tidak lagi berkiblat ke arah ideologinya (Pancasila) atau gerakan KAMI itu mengada-ada??

Dinamika politik sangat dinamis sekali, bahkan dalam keadaan pandemi yang terus bertambah penyebarannya dinamika politik tetap riuh dan seringkali menimbulkan gesekan yang bisa saja menjadi penyebab renggangnya hubungan antara masarakat. 

Mulai dari riuhnya RUU HIP, pengesahan Omnibus Lawa hingga terakhir permasalahan POP (Program Organisasi Penggerak) yang dilaksanakan oleh Kementerian Pendidikan Kebudayaan.

Era pandemi yang sedemikian dahsyat menerpa kehidupan bangsa kita tidak juga menyurutkan gairah politik.  Dinamika politik itu terus bergerak, bahkan pada tingkat tertentu sampai ada aksi pemakzulan presiden. 

Ini kenyataan yang sangat ironis di saat seharusnya kita duduk bersama untuk mencari jalan keluar bersama, hari-hari kita lewati dengan perdebatan ideologis yang tidak ada ujungnya, saling serang antara pendukung. Mana yang benar, kedua kubu saling merasa benar, keduanya seperti teori "dulu mana ayam dan telur".

Benarkah pemerintahan di bawah kepemimpinan Jokowi telah menyimpangkan kiblat bangsa?? Dengan sederhana kita bisa menganalisanya secara adil, kelebihan dan kekurangan pemerintahan Presiden Jokowi.

Pertama, kebijakan Presiden Jokowi memilih menteri cenderung mempunyai resistensi yang besar, banyak menteri yang kemudian dianggap lambat, bahkan tidak tahu apa yang seharusnya dikerjakan. 

Beberapa menteri dianggap tidak tepat bahkan tidak layak. Presidenpun pernah meluapkan kekecewaan kepada kinerja para menteri, bahkan sempat bergulir isu reshuffle.  Ini merupakan salah bagian dari sisi buram kepemimpinan Presiden Jokowi, yang harus diakui membuat program besar presiden tidak berjalan sebagaiamana mestinya.

Kedua, beberapa kebijakan presiden dan jajarannya saat pandemi Covid 19 datang meyerang dianggap kurang tepat, bahkan terkesan lambat. Menteri kesehatan yang seharusnya digarda depan, terasa kurang berperan. 

Bahkan terkadang, kurang adanya koordinasi yang kuat diantara para menteri dan staf kepresidenan. Beberapa blunder memperburuk citra presiden, belum lagi istilah " new normal" digunakan ketika grafik penyebaran virus Covid 19 naik.

Ketiga, riuhnya politik yang seolah-olah menjadikan Jokowi sebagai bumper politik, riuhnya RUU HIP, Jokowi yang dianggap bertanggung jawab, walaupun itu proses di DPR. 

Termasuk saat presiden dikritik keras oleh opisisi karena basis data yang digunakannya dianggap lemah. Sekali lagi, citra Jokowi dipertaruhkan dalam riuhnya politik. Partai pendukung pemerintah, cenderung kurang aktif menjelaskan saat sebuah keputusan politik menjadi polemik di masarakat. Jokowi seolah berjalan sendirian.

Keempat, permasalahan hukum yang dianggap aneh dan tidak adil, kasus Novel Baswedan, beberapa kasus yang penghinaan yang sampai sekarang belum ditindaklanjuti. 

Namun ada beberapa kasus yang diselesaikan dengan sangat cepat. Sekali lagi presiden Jokowi terkena abu panasnya. Pemerintah tidak hanya beralibi bahwa itu mewenang Yudikatif, karena presiden yang memilih, karena harapan besar masarakat Presiden melakukan pembenahan aspek hukum sehingga bisa terwujud. 

Tentu bukan dengan intervensi, tetapi dengan cara yang sah presiden mempunyai peran melakukan kebijakan yang mendukung terciptanya keadilan.

Kelima,  konflik yang tidak ada ujung antara yang pro dan kontra Jokowi yang sangat riuh di media sosial. Banyak mereka yang dikenal sebagai pendukung Jokowi berlebihan dalam mengekspresikan sikapnya, terkadang mencela dan memaki. Sikap berlebihan ini akan memunculkan antipati terhadap presiden. 

Mereka yang masih menjaga norma dan etika, akan tidak menyukai cara berkomunikasi para pendukung Jokowi yang berlebihan. Dan pasti jika dia adil, juga tidak setuju dengan pembenci Jokowi yang berlebihan. Namun karena disandarkan sebagai "pendukung" Jokowi sedikit banya akan membawa pengaruh yang kurang baik di masarakat. Jika ini terus berkembang, bukan tidak mungkin akan lahir antipati terhadap pemerintah.

Pemerintahan Jokowi jilid kedua ini memang tidak berjalan mulus. Ada banyak PR yang harus segera dituntasnya, Presiden harus bisa mengkomunikasikan dengan baik. Wajar jika ada banyak pihak yang mengkritik presiden. 

Apalagi di era ketika demokrasi menjadi pilihan bangsa kita. Serangan yang berlebihan tehadap kritik atau oposisi justru akan memperburuk citra pemerintahan Presiden Jokowi itu sendiri.

KAMI mengingatkan kita pada Petis 50 di era Presiden Suharto. Sebuah kritik terhadap presiden yang membangun kekuasaan Orde Baru, yang cenderung semakin otoriter. Dan kita semua tahu nasib mereka setelah Petisi tersebut. Saya yakin Jokowi tidak akan melakukan tindakan yang berlebihan, tetapi saya ragu apakah para pendukung juga bersikap yang sama.

Apakah kilbat bangsa kita sudah disimpangkan oleh Presiden Jokowi?? Berlebihan rasanya jika sudah terjadi penyimpangan kiblat bangsa, walaupun kita juga harus mengakui ada banyak kekurangan dalam pemerintahan Jokowi.  

Jokowi membutuhkan kritik untuk membawa Indonesia menjadi lebih baik. Naif rasanya jika negara yang besar ini hanya akan dikelola oleh sekelompok partai saja.

Apa yang dilakukan Din Syamsudin dan beberapa tokoh lain adalah sebuah kritik, sesuatu yang seharusnya wajar di era demokrasi. Wajarpula opisisi menggunakan bahasa sedikit berbau hiperbola. 

Selanjutnya, keagungan pemerintah Jokowi dan tentu juga pendukungnya adalah kesediaan menerima kritik dengan hati lapang dan terbuka. Dan tinta sejarah kelak akan mencatatnya.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun