Mohon tunggu...
Agus Zain Abdullah ElGhony
Agus Zain Abdullah ElGhony Mohon Tunggu... Guru - Pemerhati masalah budaya dan agama

Pemerhati masalah budaya dan agama

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Sudah Melencengkah Kiblat Bangsa Sehingga Perlu Diluruskan?

4 Agustus 2020   00:12 Diperbarui: 4 Agustus 2020   00:03 310
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bahkan terkadang, kurang adanya koordinasi yang kuat diantara para menteri dan staf kepresidenan. Beberapa blunder memperburuk citra presiden, belum lagi istilah " new normal" digunakan ketika grafik penyebaran virus Covid 19 naik.

Ketiga, riuhnya politik yang seolah-olah menjadikan Jokowi sebagai bumper politik, riuhnya RUU HIP, Jokowi yang dianggap bertanggung jawab, walaupun itu proses di DPR. 

Termasuk saat presiden dikritik keras oleh opisisi karena basis data yang digunakannya dianggap lemah. Sekali lagi, citra Jokowi dipertaruhkan dalam riuhnya politik. Partai pendukung pemerintah, cenderung kurang aktif menjelaskan saat sebuah keputusan politik menjadi polemik di masarakat. Jokowi seolah berjalan sendirian.

Keempat, permasalahan hukum yang dianggap aneh dan tidak adil, kasus Novel Baswedan, beberapa kasus yang penghinaan yang sampai sekarang belum ditindaklanjuti. 

Namun ada beberapa kasus yang diselesaikan dengan sangat cepat. Sekali lagi presiden Jokowi terkena abu panasnya. Pemerintah tidak hanya beralibi bahwa itu mewenang Yudikatif, karena presiden yang memilih, karena harapan besar masarakat Presiden melakukan pembenahan aspek hukum sehingga bisa terwujud. 

Tentu bukan dengan intervensi, tetapi dengan cara yang sah presiden mempunyai peran melakukan kebijakan yang mendukung terciptanya keadilan.

Kelima,  konflik yang tidak ada ujung antara yang pro dan kontra Jokowi yang sangat riuh di media sosial. Banyak mereka yang dikenal sebagai pendukung Jokowi berlebihan dalam mengekspresikan sikapnya, terkadang mencela dan memaki. Sikap berlebihan ini akan memunculkan antipati terhadap presiden. 

Mereka yang masih menjaga norma dan etika, akan tidak menyukai cara berkomunikasi para pendukung Jokowi yang berlebihan. Dan pasti jika dia adil, juga tidak setuju dengan pembenci Jokowi yang berlebihan. Namun karena disandarkan sebagai "pendukung" Jokowi sedikit banya akan membawa pengaruh yang kurang baik di masarakat. Jika ini terus berkembang, bukan tidak mungkin akan lahir antipati terhadap pemerintah.

Pemerintahan Jokowi jilid kedua ini memang tidak berjalan mulus. Ada banyak PR yang harus segera dituntasnya, Presiden harus bisa mengkomunikasikan dengan baik. Wajar jika ada banyak pihak yang mengkritik presiden. 

Apalagi di era ketika demokrasi menjadi pilihan bangsa kita. Serangan yang berlebihan tehadap kritik atau oposisi justru akan memperburuk citra pemerintahan Presiden Jokowi itu sendiri.

KAMI mengingatkan kita pada Petis 50 di era Presiden Suharto. Sebuah kritik terhadap presiden yang membangun kekuasaan Orde Baru, yang cenderung semakin otoriter. Dan kita semua tahu nasib mereka setelah Petisi tersebut. Saya yakin Jokowi tidak akan melakukan tindakan yang berlebihan, tetapi saya ragu apakah para pendukung juga bersikap yang sama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun