Mohon tunggu...
Cak Bud
Cak Bud Mohon Tunggu... Programmer - Kader GP Ansor

Aku suka membaca buku psikologi dan belajar khidmah di masyarakat melalui Nahdlatul Ulama. Aku berharap bisa mengendorkan saraf dengan menulis artikel. Artikel yang kutulis di sini murni sudut pandang pribadi dan bukan mewakili pandangan organisasi.

Selanjutnya

Tutup

Home Pilihan

House vs Home: Menjadikan Rumah Lebih dari Sekedar Bangunan Singgah

26 Mei 2024   11:36 Diperbarui: 26 Mei 2024   12:09 168
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketiga, bangun support system yang baik. Banyak orang yang seringkali lari dari kenyataan. Mereka acuh ketika tidak memiliki teman atau dikucilkan di lingkungan tempat tinggalnya dengan alasan memiliki banyak teman dan perhatian di tempat lain. Perasaan ini jika tidak segera diatasi bisa melambung menjadi apatis atau anti sosial.

Bangunlah support system dengan mulai dari hal kecil. Misalnya dengan rajin mengikuti acara seperti kenduren, jaga ronda, atau acara kumpul-kumpul lainnya. Gunakan ini sebagai jalan untuk mencari orang-orang memiliki frekuensi pemikiran sama. Setelah ditemukan, buatlah komunitas kecil bersama mereka.

Bukankah baginda Nabi pernah mengisyaratkan kalau manusia cenderung berkelompok dengan yang memiliki frekuensi sama  "Al-arwahu junudun mujannadah ..."? Nah kalau kita tidak berusaha mencarinya di lingkungan tempat tinggal mungkin memang tidak ada niatan untuk menjadikan rumah sebagai surga. Mungkin saja unsur pertama yang kutulis (ridha) tidak terpenuhi. Mungkin merasa terpaksa tinggal di sana dengan menganggap tetangganya sebagai orang toksik yang tak pantas untuk digauli.

Adanya komunitas kecil yang se-frekuensi bisa membuat kita merasa aman menempati rumah tersebut. Mereka bisa menjadi partner untuk saling jaga, saling bantu, dan saling berbagi satu sama lain. Betapa menyenangkannya bercengkerama bersama mereka sambil menikmati kopi atau teh yang disajikan di teras atau ruang tamu. Saling kunjung atau bergantian bertamu ke rumah tetangga bukankah tampak menyenangkan? Di samping itu baginda Nabi juga pernah menyampaikan kalau tamu yang datang ke rumah itu membawa berkah. Semakin banyak tamu maka semakin banyak berkah yang akan dibawa ke dalam rumah dan meliputi penghuninya.

Namun kalau kita menempati rumah hanya sebagai tempat singgah. Sekedar untuk tidur, makan, bereproduksi dan lebih banyak aktivitas di luar rumah maka kapan bisa menerima tamu-tamu itu? Jangan sampai kita terlihat kuat di luar namun sejatinya rapuh di dalam. Seakan-akan kita memiliki banyak teman di luar sana namun sejatinya batinnya merasakan kesepian yang amat dalam. Jujurlah pada diri sendiri.

Sebagai penutup, aku akan mengutip terjemahan hadis nabi "Rumah yang tidak pernah ada tamunya sama dengan rumah yang tidak pernah didatangi malaikat rahmat,". Semakin banyak orang yang suka bertamu itu tandanya rumah kita memang terasa menarik dan nyaman untuk ditempati, bukan? Itulah barangkali yang membuat orang-orang  tertarik masuk surga karena dianggapnya di sanalah tempat yang paling nyaman untuk ditinggali.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Home Selengkapnya
Lihat Home Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun