Teman-teman yang kuliah lebih bisa diajak bekerja dengan cara sistematis. Tidak berpola pikir "asal jadi". Mereka bisa diajak untuk menghargai proses. Mereka juga bisa dengan cepat memahami arahan demi arahan untuk mencapai milestone atau target.Â
Hanya saja sarjana yang bebal dan tidak bisa diajak untuk bekerja jumlahnya tak sedikit pula. Aku juga pernah menangani SDM seperti itu. Tidak memiliki curiosity, mengerjakan tugas minimalis, lebih jago cari alasan atau pembenaran, dan yang paling menjengkelkan adalah karena mereka merasa sebagai seorang sarjana, menuntut untuk mendapat pekerjaan "alusan" dengan bayaran yang cukup tinggi padahal minim kontribusi di proyek.
Aku menyimpulkan kalau seseorang memiliki niat untuk mencari ilmu di perkuliahan dan mendapatkan pembimbing serta lingkungan yang tepat akan sangat merasakan kebermanfatan kuliah. Sebaliknya kalau niat kuliah hanya ingin mengejar nilai dan mendapat ijazah belaka maka mungkin nilai dirinya tidak akan lebih tinggi dari sepotong kertas ijazah. Dengan kata lain, dia akan kurang dihargai tanpa ijazah atau gelarnya.
Lalu bagaimana kalau ada seseorang yang cemerlang dan sangat ingin kuliah tapi tidak bisa karena kepentok biaya yang mahal? Itu urusannya pemerintah, dong. Kalau ternyata pemerintah tidak mau tahu coba hubungi pengurus NU setempat. Siapa tahu Gerakan Keluarga Maslahat NU (GKMNU) berkolaborasi dengan LAZISNU bisa membantu mencarikan atau bahkan memberikan beasiswa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H