Mohon tunggu...
Cak Bro Cak Bro
Cak Bro Cak Bro Mohon Tunggu... Administrasi - Bagian dari Butiran debu Di Bumi pertiwi

Menumpahkan barisan Kata yang muncul di Pikiran

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pemimpin Stratejik: Keterbatasan Wewenang Atasi Masalah Kompleks

9 Februari 2023   13:04 Diperbarui: 9 Februari 2023   13:11 206
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebagai contoh sederhana, dalam dunia kesehatan terdapat Badan atau Lembaga Layanan Kesehatan, dalam menangani permasalahan menggunakan pendekatan ilmiah (membuat metode dan mekanisme kerja serta SOP) untuk menyediakan semua layanan dan obat-obatan yang mereka butuhkan berdasarkan kebutuhan medis mereka. 

Namun, dengan bertambahnya populasi masyarakat yang menua, keterbatasan peningkatan kemampuan medis untuk campur tangan (intervensi kebijakan) demi mempertahankan hidup masyarakat, adanya peningkatan permintaan pelayanan kesehatan namun sumber daya ekonomi (termasuk anggaran) terbatas, dan sebagainya. Untuk mengatasi semua persoalan tersebut tidak dapat diselesaikan dengan penanganan prosedur dan kebijakan (SOP) untuk memperoleh solusi penyelesaiannya.

Masih ingatkah kasus tuntutan pada Rumah Sakit oleh keluarga pasien, karena pada saat pasien datang yang memerlukan penanganan segera, namun petugas RS meminta terlebih dahulu memenuhi biaya administrasi. 

Ketidak-pekaan pegawai RS melihat kondisi keluarga yang terburu-buru sehingga tidak membawa uang cukup untuk membayar dan lebih mementingkan prosedur. Akibat terlalu ketat/kaku kebijakan, pasien terlambat mendapatkan tindakan pengobatan segera dan berakibat fatal (meninggal). 

Dalam hal atau kondisi tertentu, terkadang pemimpin level bawah perlu mengambil keputusan secara politik tentang haruskah melanggar kebijakan karena situasi darurat dengan membuat kebijakan diskresi. Dalam situasi tertentu terkadang pengambil keputusan tidak lagi berdasarkan pendekatan obyektif (normal), namun cenderung bersifat subyektif (situasional).

Contoh lainnya, Kementerian Kesehatan melalui Badan/Lembaga Layanan Kesehatan dalam hal menangani masalah mengenai obesitas, penyalahgunaan narkoba, kekerasan, ternyata tidak saja berkaitan dengan masalah kesehatan. Akan tetapi merupakan masalah sosial yang sangat kompleks dan dalam penanganan perlu koordinasi dengan Kementerian/Lembaga terkait lainnya walaupun mengalami hambatan (kesulitan) karena program dan visi atau kewenangan yang berbeda sehingga perlu upaya keras dalam bekerjasama.

Ada suatu kondisi atau titik tertentu dimana seorang pemimpin mengakui tidak dapat menyelesaikan masalah jahat (wicked). Jika masalah tersebut dapat diselesaikan dengan kewenangan sebagai pemimpin -- melalui kemampuan untuk memecahkan masalah, melakukan tindakan tegas atau diskresi dan tahu yang harus dilakukan - berarti masalah tersebut dikategorikan masalah jinak. 

Tetapi sebaliknya, masalah jahat dalam hal ini pemimpin -- tidak punya kemampuan untuk memecahkan masalah, tidak dapat melakukan tindakan tegas karena berdampak dilematis. Terkadang pemimpin stratejik tidak memiliki kemampuan membuat keputusan karena keterbatasan wewenang  atau adanya intervensi pihak luar yang harus diakomodasikan, memperhatikan dampak yang ditimbulkan, dan sebagainya. Oleh karena itu, salah satu cara penyelesaian adalah melakukan tindakan kolektif.

Tindakan kolektif diperlukan karena pemimpin tidak memiliki (mampu) solusi individu dan tahu bagaimana mengatasinya. Dengan demikian, tindakan kolektif merupakan pengalihan wewenang dari individu ke kolektif karena hanya keterlibatan kolektif yang dapat berharap untuk mengatasi masalah tersebut. Penanganan masalah jahat yang penuh ketidakpastian, memang memerlukan seni dibandingkan ilmu pengetahuan yakni seni melibatkan komunitas dalam menghadapi masalah kolektif yang kompleks.

Phill Jackson (1995: 149--151) menjelaskan dalam kasus Wheelright, dikisahkan pada abad ke-3 SM,  Kaisar Tiongkok Liu Bang merayakan konsolidasinya atas Tiongkok dengan perjamuan yang dihadiri oleh para bangsawan dan pakar militer dan politiknya. Salah satu tamu bertanya kepada salah satu ahli militer, Chen Cen, mengapa Liu Bang adalah Kaisar, karena Liu Bang bukan bangsawan sejak lahir atau ahli dalam urusan militer atau politik. Jawaban ahli militer Chen Cen justru mengajukan pertanyaan kembali, "menurut Anda, apa yang menentukan kekuatan roda?' Tamu tersebut menjawab kekuatan jari-jari roda, tetapi Chen Cen membantah bahwa dua set jari-jari dengan kekuatan yang identik tidak selalu membuat roda dengan kekuatan yang identik. 

Kekuatan roda juga dipengaruhi oleh ruang di antara jari-jari, dan untuk menentukan ruang itu adalah seni sejati dari wheelwright. Dengan demikian, seorang pemimpin tidak perlu menjadi ahli untuk menjadi sukses namun memiliki bawahan dan kolega terkait sebagai sumber daya kolektif yang diperlukan untuk kesuksesan organisasi -- dan sumber daya yang tidak dimiliki pemimpin -- ruang mewakili otonomi yang diperlukan bagi pengikut untuk tumbuh menjadi pemimpin itu sendiri.

  • Penutup

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun