* KACAU GEMILAU *
Saya sedang menatap negeri,
Laksana mozaik yang terburai.
Seolah tak mungkin ditata rapi,
sehingga sulit untuk dinikmati.
Jika diumpama laksana kabut,
Seolah terdengar petir yang ribut.
Rinai hujan menjadi tersaput,
Gemulung awan pun tak beringsut.
Kalau pun dianggap sebuah badai,
Gemulung angin pun tak terburai.
Seolah hanya menari di atas bumi,
Terbingung melanda atau pergi.
Jikalau dianggap serupa bisul,
Sudah menghitam dan menyembul.
Tercampur antara darah dan darah,
Semakin besar dan tak mau pecah.
Jika sebagai seorang analisis data,
Runutan angka pun bersilang sengketa.
Bertumpuk baur dilayar monitor kaca,
Aplikasi canggih pun tak berdaya
Ku mendengar isak ibu pertiwi,
Sedang menahan beban dan merintih.
Laksana gunungan semut porak-poranda,
Terkocar lari kesana kemari tanpa arah.
Mungkin kita butuh sebuah kegelapan,
Tuk rehat sejenak tak lihat kekacauan.
Menunggu fajar tersinar Mentari,
Dan berharap badai usai akan pergi.
*Harapan Yang Tak Pasti,Â
*Bekasi, Juli 2021.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H