Mohon tunggu...
Cak Bro Cak Bro
Cak Bro Cak Bro Mohon Tunggu... Administrasi - Bagian dari Butiran debu Di Bumi pertiwi

Menumpahkan barisan Kata yang muncul di Pikiran

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Hakekat Kurban: Beranikah Kita Menyembelih Kepentingan?

20 Juli 2021   07:30 Diperbarui: 20 Juli 2021   07:30 209
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Dengan prinsip berkurban dan kebersamaan serta mau menyembelih kepentingan, niscaya tidak akan pernah ada masalah yang tidak dapat diselesaikan antara atasan dan bawahan, yang kaya dan miskin mereka berkumpul dalam kebersamaan. Atasan tahu akan kewajibannya dalam menjalankan peran dengan prinsip berkurban, pegawai atau bawahan sadar akan posisinya menjalankan perintah atau tugas sebagai kewajiban.

Atasan 'duduk bersama' untuk mengetahui persoalan yang harus dipecahkan dengan 'mendengar' keluhan tidak dapatnya tugas dilaksanakan. Dengan berkumpul untuk turun kebawah (turba), atasan akan tahu permasalahan sebenarnya yang mungkin akan merevisi kebijakan sesuai dengan kondisi yang ada, sehingga pekerjaan atau tugas dapat dilaksanakan secara efisien dan efektif.

Mengapa kondisi yang terjadi dimasyarakat justru sebaliknay? Dalam media televisi saat ini, Para pejabat atau penegak hukum justru 'gontok-gontokan' walaupun berada didepan publik sekalipun. Mengapa mereka tidak memiliki kebersamaan dan justru saling menjatuhkan sehingga mereka lupa akan posisi atau peran maupun tugas sebenanrnya?.

Jawaban secara gamblang dan lugas adalah karena mereka tidak mau melepas 'ego' atau kepentingan masing-masing sehingga tidak ada kebersamaan. Mereka mampu untuk menyembelih berpuluh-puluh bahkan beratus-ratus ekor hewan ternak kurban dan hanya sebagai ritual keagamaan belaka, namun mereka tidak mampu untuk menyembelih kepentingan pribadinya!.

Penutup

Seandainya Prinsip Berkurban telah dipahami secara hakekat yakni berani menyembelih kepentingan pribadi (ego dan aktualisasi diri), rasanya kondisi yang terjadi saat ini dapat teratasi. 

Ditengah wabah virus yang melanda dalam gelombang kedua benar-benar laksana air bah yang melanda ibu kota. Ya, seperti bencana banjir atau bencana alam lainnya. 

Banyak yang hanya bisa sumpah serapah dengan komentar atau kritik negatif namun tak pernah berikan solusi yang konstruktif. Ya, banyak yang ingin tampil diri dengan berikan bantuan, namun dengan pernyataan kritis sebagai tidak kemampuan pemerintah untuk atasi kondisi ini.

Seandainya kita bisa duduk bersama dalam satu kepentingan untuk berfokus menyelesaikan masalah, mungkin bisa terselesaikan secara optimal. Memang terkadang sebagai pejabat banyak yang memiliki kemampuan untuk mendengar, ada yang khawatir jika ikuti saran seolah ide-nya nanti tidak dihargai sebagai aktualisasi diri. 

Disisi lain sebagai masyarakat, sering sampaikan kritik pun tidak melalui saluran yang sudah tersedia, dan lebih banyak lemparkan kritikan tidak santun sebagai ungkapan kekesalan di media sosial yang tidak tahu kepada siapa yang dituju.

Jika semua tidak mau duduk bersama, tidak memahami tugas dan perannya, saling menampilkan ke-egoan untuk saling berbangga demi pujian, jangan harap adanya solusi yang konstruktif untuk bisa mengatasi permasalahan. Prinsip berkurban pada hari Raya Idhul Adha mejadi tidak bermakna, karena dianggap sebagai ritualitas agama. Besaran binatang yang disumbangkan sebagai kurban diukur sebagai pahala semata dan berharap akan menghapus dosa masa lalu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun