Mohon tunggu...
Cak Bro Cak Bro
Cak Bro Cak Bro Mohon Tunggu... Administrasi - Bagian dari Butiran debu Di Bumi pertiwi

Menumpahkan barisan Kata yang muncul di Pikiran

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Memelihara Orang dengan Ide Kreatif Agar Organisasi Berjalan Efektif

14 Maret 2021   17:10 Diperbarui: 14 Maret 2021   17:17 345
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

PENGANTAR

Saya masih ketika masih di SMA dengan Guru matematika favoritku, karena dalam mengajar beliau selalu menumbuhkan semangat dan motivasi kepada anak didik bahwa matematika adalah mudah dan bukan pelajaran yang sulit jika kita menyukainya. Lantas beliau bercerita tentang kisah seorang Matematikawan (salah satu kisah yang kusukai) yakni tentang anak bandel bernama Gauss.

Alkisah Gaus adalah anak yang paling bandel dikelasnya, kerjanya selalu mengusili (mengganggu) teman-temannya karena dia selalu lebih cepat menyelesaikan soal-soal yang diberikan gurunya dibandingkan teman-temannya. Karena begitu kesal, suatu waktu sang guru meminta Gauss untuk menghitung penjumlahan angka mulai dari 1 s.d 100 dan berharap kesibukkannya membuat PR tersebut tidak mengganggu teman-temannya.

Namun belum berapa lama,  Gauss sudah membuat keributan lagi dan sang guru bertanya padanya " Gauss, apakah kamu sudah menyelesaikan tugasmu?", dan dijawab dengan lantang " Sudah pak,... jawabannya adalah 5050 !!". Sang guru kaget karena belum lama soal diberikan " Darimana kamu bisa menyelesaikan soal itu begitu cepat", dan dijawab " gampang sekali pak!... 1 + 100 = 101, 2 + 99 = 101, 3 + 98 = 101... berarti 101 x 100 dan dibagi 2 adalah 5050 !!!". Benar saja setelah besar Karl Friedich Gauss (1777 -- 1855) menjadi seorang ahli matematika yang terkenal di Jerman, Dia pandai dalam menyelesaikan permasalahan matematika dan banyak pemikirannya di bidang analisis, geometri, teori relativitas dan energi atom.

Demikian halnya dengan guru matematikaku, beliau selalu menyuruh kami untuk menyelesaikan soal matematika dengan cara masing-masing selama jawaban yang diperoleh adalah benar. Guruku selalu berkata bahwa cara penyelesaian yang diberikan bukanlah menjadi pegangan kaku melainkan untuk memahami soal, kami bebas berkreasi untuk mencari jawaban sendiri-sendiri sepanjang hasil yang diperoleh adalah benar. Beliau telah menanamkan cara kebebasan berpikir bahwa sang guru hanyalah memberikan jalan yang tak mesti diikuti secara kaku dan perlu kreativitas dalam menghadapi berbagai persoalan apapun.

Pengalaman lain yang berbeda terhadap guru Kimia  yang kubenci hingga saya tidak menyukai pelajaran itu (alhasil nilai sekolah pelajaran kimia tidak pernah bagus). Karena pernah suatu ketika ada ulangan kimia, saat saya menyerahkan hasilnya justru saya dituduh menyontek hanya karena jawaban soal ada coretan dan cara jalan penyelesaian yang berbeda. Beliau tak mau mengerti saat kujelaskan dari kertas coretan jawaban yang kuberikan dan menuduh cara yang berbeda karena saya merubah dan telah menyontek pada teman sebelahku (bahkan teman sebangku pun membela dan turut membenarkan). Rasa benciku menjadi timbul karena tidak pernah ada kata maaf darinya, maka setiap ada pelajaran itu aku pun tak pernah mengikuti alias selalu membolos.

  • Terbelengunya Daya Pikir Kreatif Sejak Kecil

John Holt dalam bukunya " How Children Fail" mengatakan bahwa dari hasil pengamatannya sebagai guru SD di Amerika selama bertahun-tahun menyimpulkan anak-anak berpikir dan menciptakan jalan pikiran sendiri dalam memahami berbagai persoalan. Cara berpikir mereka berbeda dengan pola pikir orang dewasa, hal tersebut itulah yang dikenal dengan ide kreatif.

Kondisi tersebut sangat berbeda dengan sistem pendidikan di negara kita, terkadang sang Guru menganggap bodoh atau salah karena cara pemecahan masalah berbeda dengan yang diajarkan sang Guru. Hal tersebut membuat sang Murid kecewa karena jawabannya dianggap 'salah' walau hasilnya benar, hanya karena cara penyelesaian yang tidak sesuai dengan yang diajarkan. Suatu saat ketika dewasa, sang Anak menjadi tidak 'Pede' alias Percaya Diri karena cara berpikirnya yang dianggap nyeleneh dan menentang sang Guru.

Kondisi yang demikian pun terjadi ketika kita terjun dimasyarakat saat bekerja sebagai karyawan entah di perusahaan swasta, apalagi sebagai pegawai negeri. Kita tidak boleh dalam bekerja dalam penyelesaian tugas dengan kreasi sendiri, harus berdasarkan prosedural yang berlaku (sesuai pakem) walaupun menurut kita tidak efektif.

Indonesia kehilangan orang-orang yang kreatif sejak kecil karena sudah dihambat pola pikirnya. Hal tersebut didukung dalam lingkungan keluarga bahwa kita harus patuh perintah orang tua tanpa boleh bertanya mengapa harus kita patuhi, dengan alasan orang tua lebih berpengalaman (atau lebih tahu segalanya) dibandingkan kita yang masih kecil. Dunia kreativitas berpikir kita sudah terbelenggu dan menjadi tidak berkembang.

Tak jarang orang yang berpikiran kreatif dianggap nyeleneh dan mereka selalu dikucilkan karena berbeda dengan lingkungannya. Keterbelengguan daya kreasi dan daya pikir menjadikan kualitas SDM di Indonesia menjadi rendah. Inilah sebagai akar permasalahan mengapa kualitas SDM kita tidak pernah bisa bersaing dengan negara lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun