3. Faktor Human Error    Â
Penulis juga melihat dari kejadian tersebut adanya factor human error, dimana kondisi lokasi kejadian seharusnya sopir bisa melakukan antisipasi kendaraannya yang mengalami rem blong dengan cara membanting setir ke sebelah kiri. Dikarenakan di sebelah kiri jalan tersebut seharusnya ada lahan kosong ataupun rerumputan yang bisa untuk mengantisipasi agar tidak menimbulkan korban jiwa yang begitu banyak, Namun sopir tidak berinisiatif membanting setir ke sebelah kiri namun terus tetap berada di jalur di mana di jalur tersebut ada lampu merah yang mengakibatkan banyak kendaraan yang sedang berhenti menunggu lampu merah tersebut berubah menjadi lampu hijau namun akibat sopir tidak dapat konsentrasi atau panik dalam mengendarai kendaraannya di mana akhirnya menimbulkan banyak korban jiwa dan materi dari kejadian tersebut, apabila sopir dalam kondisi konsentrasi dan focus dalam berkendara maka pada saat kondisi mobil yang mengalami rem blong atau kurang maksimalnya daya cengkram rem seharusnya sopir dapat lebih maksimal dalam mengambil keputusan dimana saat itu seharusnya masih bisa dikurangi dampaknya dan melihat potensi bahaya yang ada didepan mobilnya tersebut dan petugas juga harus melakukan pemeriksaan kepada sopir termasuk potensi terjadinya microsleep dimana sering penulis temui pada saat melakukan pemeriksaan kepada sopir yang mengalami kejadian accident dimana kasus microsleep adalah suatu kondisi hilangnya perhatian/fokus atau kesadaran seseorang karena mengantuk hanya saja, hal ini biasanya terjadi dalam hitungan detik sebelum sopir terbangun akibat hentakan kepala dan merasa linglung setelahnya.Â
Hal ini lah yang sering terjadi pada sopir-sopir saat mereka melaksanakan kegiatan pengiriman barang dijalan dan terkadang sopir juga memaksakan diri berkendara dalam kondisi lelah karena dikejar target pengiriman sehingga harus tiba dilokasi bongkaran tepat waktu dan mengakibatkan banyaknya terjadi kecelakaan pada sopir yang membawa mobil barang.
Orang yang mengalami microsleep terkadang tidak menyadari telah tertidur. Microsleep tidak hanya terjadi saat berkendara, bahkan saat di tempat kerja, sekolah, tempat umum atau sedang menonton TV bisa mengalami microsleep. Penyebab microsleep adalah kurangnya istirahatg merupakan factor penting risiko terjadinya microsleep. Ini bisa terjadi jika anda menderita insomnia, bekerja shift malam, atau tidak mendapatkan kualitas istirahat/tidur yang cukup karena alasan lain.
Hal-hal yang dapat dilakukan untuk mengurangi kemungkinan terjadinya microsleep adalah menghindari Kafein dan cairan sebelum tidur, terutama alcohol jika anda sudah lelah. Mematikan lampu atau suara disekitar, menghindari aktifitas yang merangsang sebelum tidur.
Saran dari penulis sebaiknya pihak-pihak terkait dapat memeriksa perusahaan angkutan tersebut apakah sudah menjalankan aturan-aturan yang berlaku sesuai dengan peraturan mentri perhubungan republic Indonesia mengenai sistem manajemen keselamatan perusahaan angkutan umum  mengenai system pengechekan berkala maupun sparepart yang dipakai, mengingat mobil truck tersebut membawa minyak pertamina dimana setahu penulis untuk safety betul-betul sangat diperhatikan sekali. Dan sepengetahuan penulis setiap perusahaan wajib mengadakan team dimana mereka bertugas untuk melakukan pengechekan kelayakan terhadap armadanya yang biasa disebut oleh kebanyakan perusahaan angkutan dinamakan team P2H ( Pemeliharaan dan Pemeriksaan Harian ) yang bertugas mengechek semua kondisi kendaraan yang akan melakukan kegiatan, apakah sudah memenuhi standar kelayakan untuk melkukan kegiatan dijalan. Sehingga untuk kenyamanan sopir dalam berkendara dan keselamatan bagi sopir serta pengguna jalan yang lainnya.
Agar dapat juga diperhatikan posisi letak lampu merah tersebut apakah sudah diperhitungkan dengan benar mengingat posisinya diturunan, dimana resiko terjadinya kejadian tersebut bisa terulang kembali.
Bila hasil penyelidikan terhadap sopir mobil tangki dan perusahaan angkutan tersebut ada kelalaian, maka mereka dapat dijerat dengan pasal 310 ayat 4 Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang lalu lintas dan angkutan jalan yang isinya Kelalaian yang menyebabkan kematian orang lain, ancaman pidana maksimum pidana penjara selama 6 tahun dan pidana denda maksimal Rp 12.000.000 ( Dua belas juta rupiah)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H