Sebagai makhluk hidup tentunya tidak ada yang tidak punya masalah, masing-masing mempunyai masalah nya sendiri. Bukan hanya orang yang perekonomianya sulit yang mempunyai masalah. Bahkan orang yang hidupnya sudah berkecukupan sekali pun memiliki berbagai permasalahan hidup. Jika kekayaan bisa membuat orang terlepas dari masalah hidup, tentu ini tidak berlaku bagi orang terkaya di jerman. Adolf Merckle orang yang pernah menyandang gelar terkaya di jerman itu tewas bunuh diri dengan menabrakan badannya ke kereta api pada pada tahun 2009.
Saya terlahir dari keluarga sederhana, dua bersaudara, laki-laki semua, dan Alhamdulillah ayah dan ibu masih lengkap. Tahun 2006 tepatnya ketika usia saya masih enam tahun, orang tua saya memutuskan untuk merantau ke Kalimantan berharap di sana bisa mendapatkan kehidupan yang lebih baik.
Saya di besarkan di Kalimantan. di tengah mayoritas suku Bugis, padahal saya sendiri suku Jawa. tepatnya Jawa tengah kabupaten Cilacap, yang di kenal dengan bahasa ngapak nya. Namun, karena usia saya yang masih belia. mungkin keadaan itu tidak menjadi Masalah bagi saya untuk beradaptasi dengan teman teman yang mayoritas suku Bugis.
Menginjak usia 10 tahun, ketika itu saya duduk di bangku kelas lima SD. Di usia kelas lima SD masalah-masalah dalam hidup saya mulai muncul. memang masalah yang di hadapi di usia SD tidak seberat ketika di SMP atau SMA. karena Allah tidak mungkin memberikan sebuah ujian kepada hambanya di luar kemampuan nya. Sebagai mana firman Allah dalam surat Al Baqarah ayat 286 Yang artinya "Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya"
Saya teringat dengan salah satu guru saya ketika duduk d kelas lima SD, guru saya itu sangat galak. kalau ada anak muridnya yang tidak mengerjakan tugas maka siap-siaplah penggaris kayu mendarat di betis. Pernah suatu hari saya lupa untuk mengerjakan tugas, "kenapa kamu tidak mengerjakan tugas?" tanya guru itu menatapku dengan wajah marah. "Saya lupa pak" jawabku dengan penuh ketakutan. Plakk,,, akhirnya penggaris kayu itu pun mendarat di betis kanan saya.
Itu merupakan salah satu permasalahan hidup yang saya hadapi di usia SD, selalu sibuk bermain hingga lupa mengerjakan tugas sekolah, tidak bisa memanajemen waktu dengan baik. Namun dari masalah itulah saya belajar agar tidak mengulangi lagi kesalahan yang sama.
Tahun 2013 saya lulus dari SD, saya pun melanjutkan sekolah ke jenjang SMP. Di SMP inilah saya mengalami masa-masa pertumbuhan atau masa puber. Tentunya banyak perubahan yang saya alami, yang dulunya tidak terlalu memperhatikan penampilan, sekarang mulai di perhatikan penampilan, dulunya sekolah naik sepeda sekarang maunya naik motor, dan masih banyak lagi masalah lainya yang saya hadapi ketika duduk di bangku SMP.
Tahun 2016 saya lulus dari SMP. Saya bingung ingin melanjutkan sekolah di mana lagi. Banyak sekali tawaran dari teman-teman untuk melanjutkan sekolah di SMK Negeri, maksud mereka mungkin agar bisa bersama-sama lagi. Namun hati saya seperti tidak ada ketertarikan untuk mengambil tawaran itu.
"Kamu lanjut di pondok pesantren Hidayatullah saja, di situ bagus. dari pada kamu di sini terus, kurang wawasan nanti". Ungkap salah seorang guru saya, yang memang telah mempercayakan anaknya untuk sekolah di pondok itu. Setelah melewati beberapa pertimbangan akhirnya saya memutuskan untuk melanjutkan sekolah di pondok pesantren Hidayatullah.
Beranjak dari kehidupan di luar pondok, yang semuanya serba ada, mau makan kapanpun tinggal makan saja, karena sudah ada ibu yang masak, baju juga di cucikan terus, dan lain sebagainya. Tentunya gaya hidup di pondok sangat berbeda dengan di luar, ketika awal mula masuk pondok permasalahan hidup yang saya hadapi adalah bagaimana cara agar saya bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan pondok Yang semua serba mandiri.
 Awal mula masuk pondok itu adalah hal yang sangat berat dalam hidup saya, bayangkan saja dari gaya hidup yang semaunya sendiri, berubah sembilan puluh derajat harus taat kepada aturan pondok. Jam tiga pagi saja sudah di bangunkan untuk melaksanakan sholat lail, makan juga harus ngantri, mandi ngantri, pokoknya serba ngantri deh,,.
Waktu itu sudah satu Minggu saya berada di pondok, orang tua saya datang menjenguk saya. Saya pun langsung menghampiri mereka "ma,,, aku mau pindah sekolah, aku gak betah di sini". Pintaku sambil menangis di hadapan kedua orang tua saya. " kamu boleh pindah dari pondok. Tapi nanti setelah kelas 11". Jawab kedua orang tua saya sambil mengelus-elus kepada saya dengan penuh kasih sayang.
Tentunya ini menjadi masalah yang sangat berat bagi hidup saya saat itu. Namun saya jalani dengan penuh kesabaran dan penuh ketaatan. Walaupun kadang air mata ini tak bisa terbendung, kadang rindu dengan masakan orang tua, rindu dengan kampung halaman. Namun Apalah daya hidup ini, berbagai masalah harus di lalui, Karena itu adalah proses. ibarat pepatah mengatakan, "berakit rakit ke hulu berenang-renang ke tepian, bersakit-sakit dahulu bersenang-senang kemudian".
Alhamdulillah, berkat kesabaran dalam menjalani proses beradaptasi dengan lingkungan pondok, akhirnya saya menjadi terbiasa dan tidak merasa berat sedikit pun hidup di lingkungan pondok. Saya tidak jadi pindah sekolah, Hingga akhirnya saya lulus di SMA pada tahun 2019.
Lulus dari SMA bukanlah suatu kebebasan, dulu saya sempat berfikir " nanti kalau lulus SMA enak ya, sudah GK sekolah lagi, gak ada tugas dari guru lagi, pasti hidup kita bakal lebih tenang". Ehh, ternyata setelah lulus, masalah hidup yang saya hadapi lebih sulit lagi di bandingkan waktu zaman SMA.
Setalah Tamat dari SMA saya di amanahkan menjadi seorang pengasuh. Menjadi seorang pengasuh bukanlah hal yang sangat mudah. yang di urusi ini manusia, tentunya butuh kesabaran yang extra. Menyamakan persepsi agar para santri mempunyai satu tujuan itu sangat susah, setiap kepala itu berbeda isinya. Ada yang maunya main terus, ada yang suka tidur. Semaunya sendiri. Itulah tugas seorang pengasuh harus bisa mendidik dan memberikan contoh yang baik kepada para santri.
semua proses itu saya hadapi dengan penuh kesabaran selama satu tahun. Banyak pelajaran dan pengalaman yang saya dapatkan ketika menjadi seorang pengasuh, saya belajar dari berbagai masalah yang saya hadapi. Saya belajar menjadi seorang ayah, bagaimana cara mendidik seorang anak yang baik, dan saya juga belajar menjadi seorang guru yang baik, yang bisa memberikan contoh kepada anak muridnya.
Tahun 2020 saya melanjutkan studi di Sekolah Tinggi Agama Islam Lukman Hakim Surabaya. Di masa kuliah ini masalah hidup yang saya hadapi Sepertinya semakin banyak, Awal masuk kuliah saya di hadapkan dengan masalah pembelajaran yang di lakukan secara online. saya rasa, masalah ini juga di hadapi oleh semua kalangan pelajar. Tapi bagi saya pembelajaran secara online sangat kurang efektif, banyak sekali kendala yang saya hadapi. Dari masalah jaringan yang harus bagus, pulsa internet juga harus selalu ada, dan yang utama harus ada android atau laptop.
Pernah suatu ketika saya ingin mengerjakan tugas kuliah, saya mulai membuka laptop saya dengan penuh semangat karena ingin menyelesaikan tugas-tugas yang telah menumpuk. Setelah saya membuka laptop, kok tiba-tiba laptop saya layarnya hitam semua. Saya pun memasukan kembali laptop itu ke dalam tas.
Saya langsung mengambil kunci motor, untuk membawa laptop ke tempat Service. Sambil menyusuri jalan di kota Tanjung Selor yang terasa sekali panas terik mataharinya, apalagi di siang hari. Namun saya tidak peduli, karena dalam pikiran saya ingin segera menyelesaikan tugas kuliah itu. Setelah beberapa menit menyusuri jalan Akhirnya saya sampai di salah satu tempat Service laptop.
"Mbak, ini laptop saya hidup, Cuma layarnya hitam semua, minta tolong cek dulu kerusakan nya". Pintaku kepada tukang Service itu. Setelah beberapa menit saya menunggu laptop itu di cek, sembari berharap kerusakan nya tidak terlalu parah. Wanita berkacamata, berparas ayu, yang sang saya temui tadi menghampiri saya, "mas ini laptopnya rusak hardisk nya, kalau di ganti sembilan ratus ribu". "Apa Gak ada hardisk yang lebih murah mba" tanyaku kembali. " Yang ada itu aja mas, stok lainya lagi kosong.
Akhirnya saya pun pulang dengan wajah melemas dan tak tau bagaimana cara nya mau mengerjakan tugas kuliah, sedangkan semua file tugas ada di laptop itu.
Saya mencoba mengambil hikmah dari semua permasalahan hidup yang saya hadapi, mencoba berfikir positif. semoga semua ini ada hikmah yang bisa saya ambil. Saya mengambil kesimpulan bahwa dari semua permasalahan hidup yang saya hadapi dari SD sampai menginjak bangku kuliah, adalah hidup ini tidak pernah lepas dari sebuah masalah.
Kalau dulu saya berfikir, nanti kalau lulus dari SMA itu enak ya, ternyata tidak. Justru semakin dewasa masalah hidup akan semakin banyak. Kadang masalah hidup datang sendiri walaupun kita tidak mencari nya. Lantas mengapa Allah selalu memberikan Masalah kepada hambanya?. Karena dengan masalah kita akan menjadi dewasa, kita akan belajar bagaimana caranya menyelesaikan masalah, kalau kita sudah biasa menyelesaikan sebuah masalah, maka insya Allah kita akan mudah untuk menyelesaikan masalah-masalah hidup kedepannya.
Semoga coretan kisah ini dapat menjadi pembelajaran bagi kita semua bahwa akan ada masalah-masalah hidup yang akan kita hadapi di masa depan nanti, dan jangan pernah berpikir why me? Kenapa masalah ini selalu menimpa saya, cukup kita hadapi, jalani dengan penuh kesabaran, dan yang terpenting usaha dan doa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H