Mohon tunggu...
Cahyawardhani
Cahyawardhani Mohon Tunggu... Analyst di Sektor Energi -

a wanderer. Disclaimer: views expressed in this platform are of my own, and do not necessarily reflect the views of my employer, Shell, or any organization that I am affiliated with. I do not speak on behalf of my employer or any other organization.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

PLTB Tidak Layak untuk Indonesia? Ah, Kata Siapa?

21 Agustus 2017   22:51 Diperbarui: 22 Agustus 2017   12:17 7416
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
http://ebtke.esdm.go.id

Apa artinya ini bagi pengembangan PLTB kedepannya? Hal ini berarti masih banyak peluang bagi investor untuk melakukan pengukuran dan studi angin yang lebih terfokuskan di lokasi yang lebih spesifik di Indonesia agar lebih dapat mengkalkulasi secara lebih detil kelayakan pembangunan PLTB.

Pemerintah Indonesia nampaknya sudah melihat hal ini, sehingga melalui kerjasama antara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Danida, sebuah agensi untuk kerjasama pembangunan dari pemerintah Denmark, lahirlah inisiatif pemetaan angin di seluruh Indonesia. Data angin dengan resolusi tiga km ini dapat diakses melalui website http://indonesia.windprospecting.com/

Perkembangan Energi Angin di Indonesia

Sejauh ini, energi angin yang sudah digunakan untuk menghasilkan listrik berskala sangatlah kecil. PLTB terbesar adalah PLTB yang terletak di pulau Selayar, Sulawesi Selatan dengan turbin rating 2 x 100 kW. Sayangnya, PLTB yang menjadi proyek pilot dari pemerintah dan PLN ini pun sudah tidak berfungsi lagi karena kurang perawatan.

Meskipun demikian, pemerintah terus mendorong perkembangan energi angin di Indonesia, terutama dalam beberapa tahun terakhir. Misalnya, proyek PLTB Samas (yang akan menghasilkan listrik sebesar 50MW) yang terletak di Pantai Bantul, Jogjakarta, yang merupakan PLTB skala multi-megawatt pertama telah meraih kesepakatan harga dengan PLN dalam bentuk PPA (Power Purchase Agreement) pada bulan Mei 2015 silam. Tidak lama kemudian, PLTB Sidrap, Sulawesi Selatan (75 MW) yang sekarang sedang dalam proses konstruksi, juga mendapatkan PPA dengan PT PLN pertengahan tahun 2015. PLTB Tolo 1 di Kabupaten Jeneponto, Sulawesi Selatan (60 MW) juga sudah mendapatkan PPA dengan PT PLN dan memasuki fase konstruksi.

Baru-baru ini, dikeluarkan Peraturan Menteri ESDM No. 50/2017 yang merevisi Peraturan Menteri ESDM No. 12/2017, dimana Menteri ESDM Ignasius Jonan sudah membuka peluang dan mendorong investor dan pengembang EBT untuk berinvestasi di zona-zona krisis listrik, seperti NTT, NTB dan Maluku, dengan memberikan harga yang diminati investor (sekitar 14-20 sen USD per kWh). Peraturan ini juga membuka peluang untuk sebuah kompetisi sehat antar pengembang dengan melakukan pemilihan langsung yang dapat menekan harga jual-beli listrik dengan PT PLN agar tidak membebani PT PLN maupun rakyat dan memberikan daya tarik terhadap investor.

Masa Depan Energi Angin

Sudah kita lihat bahwa terdapat proyek-proyek PLTB yang sudah berjalan. Namun, mengingat bahwa pengembangan PLTB memiliki keterbatasan lokasi seperti yang disebutkan diatas, apakah kedepannya nasib potensi energi angin Indonesia tidak dapat dimanfaatkan secara lebih optimal?

Untuk menjawab pertanyaan diatas, kita dapat menjawabnya dengan menganalisa tren global dalam industry manufaktur turbin angin. Sektor EBT kental dengan riset dan pengembangan yang terus menerus, selalu mencari cara untuk membuat sistem yang lebih efisien secara teknis dan juga secara biaya. Dalam riset sumber energi angin, banyak riset yang dilakukan mendalami tentang bagaimana mendapatkan efisiensi tinggi dengan kecepatan angin yang rendah -- misalnya dengan memperbesar ukuran baling-baling untuk menangkap angin yang lebih banyak, dan juga peningkatan ketinggian turbin angin agar dapat menggunakan angin yang tidak terganggu akan daratan. Hal ini lantas tetap membuka pintu bagi pemanfaatan energi angin berkecepatan rendah (atau low wind) seperti di Indonesia. 

Terlebih lagi, pengembangan rancang desain ini diiringi dengan penurunan harga yang cukup signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Kedua faktor ini meningkatkan keatraktifan pengembangan sumber energi angin dan dapat membuka lahan-lahan baru untuk pengembangan tenaga angin di Indonesia.

Perkembangan teknologi untuk taman angin lepas pantai (off-shore wind farm) juga sedang gencar-gencarnya dikembangkan di negara-negara maju. Dengan potensi angin lepas pantai yang cukup tinggi -- bahkan melebihi potensi angin di daratannya -- teknologi ini juga bukan tidak mungkin dapat menjadi masa depan energi terbarukan untuk Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun