PEMANFAATAN LINGKUNGAN LAHAN BASAH
Dosen Pengampu :
Dr. Rosalina Kumalawati S.Si.,M.Si.
NIP. 198105042006042001
Di susun oleh :
Cahya siti nor fitriani( Nim : 2210416220005)
S1- Geografi
Fakultas ilmu social dan ilmu pilitik
Universitas lambung mangkura
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat tuhan yang maha esa atas rahmat dan hidayah-nya,penulis dapat menyelesaikan tugas peta dengan tepat waktu.
Makalah disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Kartografi.selain itu makalah ini bertujuan menambah wawasan tentang lahan gambut yang ada dipapua bagi para pembaca dan juga bagi penulis.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada ibu Dr. Rosalina Kumalawati S.Si.,M.Si.selaku dosen pengampu mata kuliah pengantar lingkungan lahan basah yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni.
Saya menyadari,makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna.oleh karena itu,kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan demi kesempurnaan makalah ini.
Â
METODE PENELITIAN
Metode penelitian ini menggunakan studi Literatur dalam studi literatur ini penulis menganut sistem kepustakaan terbuka.Metode yang digunakan dalam pemanfaatan Lingkungan Lahan Basah di Kalimantan selatan dengan menggunakan metode kualitatif untuk melakukan pengambilan data Primer yang merupakan pengambilan data yang melihat langsung ke objek penelitian, yaitu Lingkungan Basah di suatu Daerah di Kalimantan  selatan. Selanjutnya dari data yang sudah didapatkan akan dilakukan Analisa terkait fenomena yang terjadi di lapangan.
Objek penelitian difokuskan pada salah satu Lingkungan Lahan Basah yang ada di daerah Kalimantan Selatan. Dilihat dari sebaran Lingkungan Basah di Kalimantan Selatan sangat beragam Dari lingkungan Lahan Basah Buatan. Penelitian ini hanya membahas terkait pemanfaatan Lingkungan Lahan Basah. Pemilihan kriteria ini dikarenakan pemanfaatan dari lingkungan lahan basah.
LATAR BELAKANG
Lahan Basah adalah Kawasan dan wilayah daratan yang selalu tergenang air secara permanen atau musiman. Secara harfiah, frasa lahan basah berasal dari dua kata, yakni lahan yang bermakna 'tanah terbuka ' atau ' tanah Garapan '. Sementara itu, kata basah bermakna, mengandung air atau barang cair; belum di keringkan atau masih basah; dan banyak mendatangkan keuntungan.
Lahan basah merupakan habitat utama di Kalimantan yang luasnya meliputi lebih dari 10 juta ha, Kira-kira 20% massa daratan Kalimantan. Habitat lahan basah di Kalimantan terutama berupa rawa air tawar dan rawa gambut serta lahan bakau di pesisir. Lahan basah alami menyediakan berbagai kebutuhan barang dan jasa bagi penduduk secara langsung atau tidak langsung meliputi, tumbuhan penghasil makanan pokok, kayu perdagangan, lahan pengembalaan yang subur, penunjang perikanan darat dan perikanan laut, tempat perkembang biakan ungags air, dan bahan bakar dari gambut.
Fungsi lahan basah tidak hanya dipahami sebagai pendukung kehidupan secara langsung  seperti sumber air minum dan habitat beraneka ragam mahluk, tapi juga memiliki berbagai fungsi ekologis sepertti pengendali banjir, pencegah intrusi air laut, erosi, pencemaran, dan pengendali iklim global.
Jenis lahan basah dibedakan menjadi dua yaitu lahan basah alami dan buatan. Lahan basah alami adalah lahan yang karena berpengatusan (drainage) buruk, bersifat basah sepanjang waktu atau selama bagian terbesar waktu, Lahan basah alami meliputi rawa-rawa, air tawar, hutan bakau (mangrove), rawa gambut, hutan gambut, paya-paya, dan riparian (tepian sungai). Sedangkan untuk lahan basah buatan adalah lahan yang bentuknya sengaja dibuat sedemikian rupa, sehingga dapat menambat air banyak untuk membuat tanah tumpat air (waterlogged) atau untuk mempertahankan genangan air pada permukaan tanah selama waktu tertentu, Lahan basah buatan smeliputi waduk, sawah, saluran irigasi, dan kolam.
Proses terbentuknya lahan basah yaitu terbentuk akibat adanya genangan air yang terjadi secara terus-menerus, baik permanen maupun musiman. Kemudian biodata yang ada di areal tersebut beradaptasi terhadap kondisi yang basah. Keadaan alam dan Biota tersebut membentuk sebuah ekosistem khas yang disebut Lahan Basah.
Ciri dan karakteristik utama dari lahan basah adalah muka air yang dangkal, dekat dengan permukaan tanah, serta memiliki vegetasi khas. Karakteristik wetland memang akan senantiasa tergenang air. Genangan musiman berarti daratan atau tanah tersebut tergenangan air Ketika musim hujan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berikut Identifikasi bentuk-bentuk pemanfaatan lingkungan sosial pada lingkungan lahan basah:
Gambar 1. Hutan Mangrove, Takisung, Kalimantan selatan
Dilihat dari Gambar 1. Hutan mangrove yang berada di titik koordinat Lat-3.968186o, Long-114.631536o, Kuala Tambangan, takisung, Kabupaten Tanah Laut, Kalimantan Selatan 70861, Indonesia.
Hutan mangrove merupakan sebutan untuk sekelompok tumbuhan hidup pada habitat yang dipengaruhi oleh kondisi pasang surut. Fungsi dan manfaat mangrove bagi kehidupan manusia khususnya bagi masyarakat sekitar pesisir sangat besar diantaranya yaitu sebagai pelindung dari terjangan angin dan gelombang, penstabil garis paris, dan mendukung kegiatan perikanan. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai di Indonesia dan hidup serta tumbuh berkembang pada lokasi-lokasi yang mempunyai hubungan pengaruh pasang air ( pasang surut ) yang merembes pada aliran sungai yang ada di sepanjang pesisir pantai.
Mangrove tumbuh di pantai yang landau dengan kondisi tanah yang berlumpur atau berpasir. Mangrove tidak dapat tumbuh di pantai yang terjal, berombak besar, atau yang mempunyai pasang surut tinggi dan berarus deras.
Mangrove akan tumbuh dengan lebat pada pantai yang dekat muara sungai atau delta sungai yang membawa aliran air dengan kandungan lumpur dan pasir, karena menyediakan pasir dan lumpur yang merupakan media utama pertumbuhannya. Ekosistem mangrove mempunyai peran yang sangat penting bagi kehidupan manusia secara langsung maupun tidak langsung.Â
Ekosistem mangrove merupakan ekosistem utama pendukung yang penting di wilayah pesisir itu sendiri. Selain mempunyai funsi ekologis sebagai penyedia nutrient bagi biota perairan, tempat pemijahan dan asuhan bagi berbagai macam biota, penahan abrasi, penahan amukan angin taufan dan tsunami, penyerap limbah, pencegah intrusi air laut, dll.
Ekosistem mangrove ini juga mempunyai fungsi ekonomis seperti penyedia kayu, daun-daunan sebagai bahan baku obat-obatan, dll.
Gambar 2. Jaringan saluran irigasi
Dilihat dari Gambar 2. Jaringan saluran irigasi Secara geografis Kawasan ini berada di titik koordinat Lat -3.362498o " Long 114.699135o. Jl. Gubernur Syarkawi, Banyu Hirang, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan 70853.
Jaringan irigasi adalah saluran, bangunan, dan bangunan pelengkapnya yang merupakan satu kesatuan yang diperlukan untuk penyediaan, pembagian, pemberian, penggunaan, dan pembuangan air irigasi. Prasaranan jaringan irigasi terdiri dari bangunan dan saluran irigasi.Â
Berdasarkan Prioritasnya, saluran irigasi dibagi menjadi 4 jenis, yaitu saluran primer, skunder, tersier, dan kuarter. Fungsi dari saluran irigasi secara spesifik yaitu, Membawa/mengaliri air dari sumber ke lahan pertanian (conveying). Mendistribusikan air kepada tanaman (distributing), Mengukur dan mengatur aliran air (regulating and measuring).
Gambar 3. Pulau Bakut
Dilihat dari gambar 3. Pulau Bakut adalah daratan yang memanjang dari timur laut ke barat daya atau dari hulu ke hilir di tengah alur sungai Barito, Kalimantan Selatan. Pulau bakut terletak di titik koordinat Lat -3.215917o, Long 114.55689o Pulau Bakut, Marabahan Baru, Kecamatan Anjir Muara, Kabupaten Barito Kuala, Kalimantan Selatan.Â
Pulau Bakut seluas 18,70 ha, ditetapkan sebagai Taman Wisata Alam Pulau Bakut berdasarkan pada surat keputusan Menteri kehutanan No. 140/kpts-II/2003 tanggal 21 April 2003(BKSDA Kalsel 2008). Â Pulau Bakut termasuk dalam type ekosistem hutan mangrove.Â
Ekosistem hutan mangrove adalah ekosistem dengan ciri khusus dimana lantai hutannya tergenang oleh air yang dipengaruhi oleh pasang dan surutnya air sungai. Pemanfaatan Pulau Bakut ini sebagai tempat pariwisata.
Jenis flora yang tumbuh di TWA Pulau Bakut yaitu; Jeruju ( Acanthus ilicifolius ), Kelampa (Cerbera manghas), Bakung (Crimum asiaticum), Â Buta-buta (Excoecaria agallocha), Beringin karet (Ficus retusa), Kayu bulan (Fragraea erenulata), Jingah (Gluta renghas), Waru (Hibiscus tiliaceus L.), Nipah (Nypa frusticans), Pandan (Pandanus tectorius), Rambai (Sonneratia caseolaris), dan Mirih (Xylocarpus granatum).
Jenis fauna yang ada di TWA Pulau Bakut cukup beragam untuk kawasan yang tidak terlalu luas. Jenis fauna yang ada merupakan jenis yang biasa ditemui pada ekosistem hutan mangrove.Â
Antara lain Burung madu ekor merah (Aethopyga temminckii), Burung madu kelapa (Anthreptes malacensis), Wallet sapi (Collocalia esculenta), Layang-layang rumah (Delichon dasypus), Celadi belacan (Dendrocopus canicapillus), Cekakak sungai (Halcyon chloris), Elang bondol (Haliastur indus), Elang laut perut putih (Heliaeetus leucogaster), Layang-layang batu (Hirundo tahitica), Bondol Kalimantan (Lonchura fuscans), Cinenen merah (Orthotomus sericeus), Pekaka emas (Pelargopsis capensis), Trinil pantai (Tringa hypoleucos), Bajing kelapa (Callosciurus natatus), Bekantan (Nasalis larvatus), Kalong besar (Pteropus vampyrus), Ular air (Cerberus rynchops), Kadal (Mabouya multifasciata), Ular sawah (Phyton reticulatus), Buaya sapit (Tomistoma schlegeli), Biawak (Varanus salvator).
Gambar 4. Sawah
 Secara geografis Kawasan ini berada di titik koordinat Lat -4.058131o " Long 114.661789o. Batakan, Kecamatan Panyipatan, Kabupaten Tanah laut, Kalimantan Selatan 70871.  Lahan basah ini dimanfaatkan masyarakat sebagai lahan pertanian sebagai ladang mata pencaharian sehari-hari bagi masyarakat.
 Upaya peningkatan produksi pertanian utamanya padi masih dan akan tetap merupakan kebutuhan bagi bangsa ini mengingat semakin meningkatnya kebutuhan pangan beras sejalan dengan meningkatnya penduduk dan kualitas hidup masyarakat.Â
Namun pengalaman selama lebih dari 30 tahun pembangunan pertanian khususnya pertanian padi sawah menunjukkan bahwa peningkatan produktivitas padi sawah khususnya selama lebih dari sepuluh (10) tahun terakhir ini (1990 - 2000) tidak lagi menunjukkan peningkatan yang berarti bahkan dapat dikatakan cenderung zero growth (Lopulisa, 1996). Menurut Lopulisa (1995), fenomena ini dapat diakibatkan oleh sejumlah faktor antara lain :
(1) teknologi tanah yang digunakan saat ini tidak sesuai lagi dengan perkembangan dinamis tanah, hal ini dapat dilihat dari semakin rendahnya respon dari input/teknologi yang diberikan dibanding respon yang diperoleh sebelumnya (1969 - 1979),
 (2) teknologi, khususnya rekomendasi pemupukan yang diterapkan umumnya masih bersifat umum atau tidak spesifik lokasi, dan
 (3) rendahnya tingkat penerapan teknologi petani akibat rendahnya penguasaan teknologi dan terbatasnya sarana/prasarana dan kelembagaan pertanian yang ada.
Gambar 5. Lahan Pohon Galam
Dilihat dari Gambar 5. Secara geografis lahan pohon galam terletak di titik koordinat, Lat -3.3695, Long -114.702632. Jl. Gubernur Syarkawi, Banyu Hirang, Kecamatan Gambut, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan 70652.
Galam dalam Bahasa latin disebut Melaleuca Leucadendron merupakan jenis pohon yang tumbuh sangat subur di lahan rawa masam dan dapat dijadikan salah satu tumbuhan indikator tanah berpirit atau tanah sulfat masam.Â
Jenis pohon ini termasuk jenis pohon berkayu. Pohon galam sangat adaptif dengan kondisi masam pH 3-4 bahkan dikenal sangat dominan di lahan rawa. Umumnya lahan yang apabila ditumbuhi pohon galam sepertinya "membunuh" Jenis pohon dan semak lainnya sehingga menjadi dominan di lingkungannya.Â
Jenis pohon gala mini menyenangi kondisi berair macak-macak, tetapi juga dapat tumbuh dengan kondisi kering. Fungsi Lahan basah ini adalah sebagai lahan perkembang biakan pohon gambut. Manfaat dari Pohon galam yaitu, Batang dari pohon galam dapat digunakan sebagai bahan kontruksi rumah, jembatan dll,
DAFTAR PUSTAKA
Notohadiprawiro, T. (2006). Pola Kebijakan Pemanfaatan Sumberdaya Lahan Basah, Rawa dan Pantai. In Proc. Seminar Ilmiah Diesnatalis.
Kustanti, A. (2011). Manajemen hutan mangrove. PT Penerbit IPB Press.
Soendjoto, M. A. (2013). Taman Wisata Alam Pulau Bakut bertambah luas?. Warta Konservasi Lahan Basah, 21(3), 15-20.
Darajat, A. R. U., Nurrochmad, F., & Jayadi, R. (2017). Analisis Efisiensi Saluran Irigasi di Daerah Irigasi Boro Kabupaten Purworejo, Provinsi Jawa Tengah. Inersia: Jurnal Teknik Sipil dan Arsitektur, 13(2), 154-166.
Darajat, A. R. U., Nurrochmad, F., & Jayadi, R. (2017). Analisis Efisiensi Saluran Irigasi di Daerah Irigasi Boro Kabupaten Purworejo, Provinsi Jawa Tengah. Inersia: Jurnal Teknik Sipil dan Arsitektur, 13(2), 154-166.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H