Jenis flora yang tumbuh di TWA Pulau Bakut yaitu; Jeruju ( Acanthus ilicifolius ), Kelampa (Cerbera manghas), Bakung (Crimum asiaticum), Â Buta-buta (Excoecaria agallocha), Beringin karet (Ficus retusa), Kayu bulan (Fragraea erenulata), Jingah (Gluta renghas), Waru (Hibiscus tiliaceus L.), Nipah (Nypa frusticans), Pandan (Pandanus tectorius), Rambai (Sonneratia caseolaris), dan Mirih (Xylocarpus granatum).
Jenis fauna yang ada di TWA Pulau Bakut cukup beragam untuk kawasan yang tidak terlalu luas. Jenis fauna yang ada merupakan jenis yang biasa ditemui pada ekosistem hutan mangrove.Â
Antara lain Burung madu ekor merah (Aethopyga temminckii), Burung madu kelapa (Anthreptes malacensis), Wallet sapi (Collocalia esculenta), Layang-layang rumah (Delichon dasypus), Celadi belacan (Dendrocopus canicapillus), Cekakak sungai (Halcyon chloris), Elang bondol (Haliastur indus), Elang laut perut putih (Heliaeetus leucogaster), Layang-layang batu (Hirundo tahitica), Bondol Kalimantan (Lonchura fuscans), Cinenen merah (Orthotomus sericeus), Pekaka emas (Pelargopsis capensis), Trinil pantai (Tringa hypoleucos), Bajing kelapa (Callosciurus natatus), Bekantan (Nasalis larvatus), Kalong besar (Pteropus vampyrus), Ular air (Cerberus rynchops), Kadal (Mabouya multifasciata), Ular sawah (Phyton reticulatus), Buaya sapit (Tomistoma schlegeli), Biawak (Varanus salvator).
Gambar 4. Sawah
 Secara geografis Kawasan ini berada di titik koordinat Lat -4.058131o " Long 114.661789o. Batakan, Kecamatan Panyipatan, Kabupaten Tanah laut, Kalimantan Selatan 70871.  Lahan basah ini dimanfaatkan masyarakat sebagai lahan pertanian sebagai ladang mata pencaharian sehari-hari bagi masyarakat.
 Upaya peningkatan produksi pertanian utamanya padi masih dan akan tetap merupakan kebutuhan bagi bangsa ini mengingat semakin meningkatnya kebutuhan pangan beras sejalan dengan meningkatnya penduduk dan kualitas hidup masyarakat.Â
Namun pengalaman selama lebih dari 30 tahun pembangunan pertanian khususnya pertanian padi sawah menunjukkan bahwa peningkatan produktivitas padi sawah khususnya selama lebih dari sepuluh (10) tahun terakhir ini (1990 - 2000) tidak lagi menunjukkan peningkatan yang berarti bahkan dapat dikatakan cenderung zero growth (Lopulisa, 1996). Menurut Lopulisa (1995), fenomena ini dapat diakibatkan oleh sejumlah faktor antara lain :
(1) teknologi tanah yang digunakan saat ini tidak sesuai lagi dengan perkembangan dinamis tanah, hal ini dapat dilihat dari semakin rendahnya respon dari input/teknologi yang diberikan dibanding respon yang diperoleh sebelumnya (1969 - 1979),
 (2) teknologi, khususnya rekomendasi pemupukan yang diterapkan umumnya masih bersifat umum atau tidak spesifik lokasi, dan
 (3) rendahnya tingkat penerapan teknologi petani akibat rendahnya penguasaan teknologi dan terbatasnya sarana/prasarana dan kelembagaan pertanian yang ada.
Gambar 5. Lahan Pohon Galam