Dalam survei lain yang dilakukan oleh APJII, lebih dari 28% pengguna media sosial di Indonesia melaporkan mengalami kesulitan untuk berhenti men-scroll layar atau merasa harus memeriksa notifikasi bahkan di malam hari. Kecanduan ini mungkin menimbulkan konsekuensi psikologis jangka panjang, seperti stres dan menurunnya rasa kepuasan hidup.
Masalah depresi dan harga diri
Media sosial bukan sekadar platform untuk berbagi pengalaman hebat, namun juga dapat digunakan untuk menyalurkan kritik, komentar negatif, dan bahkan perundungan daring (cyberbullying). Menurut data Komisi Nasional Perlindungan Anak (KPAI), kasus cyberbullying di media sosial melonjak 18% pada tahun 2023 dibandingkan tahun sebelumnya. Remaja yang pernah mengalami cyberbullying lebih mungkin mengalami masalah kesehatan mental seperti depresi dan rendahnya harga diri.
Lebih lanjut, Universitas Airlangga menemukan pada tahun 2022 bahwa mayoritas pengguna media sosial di Indonesia, khususnya perempuan, melaporkan adanya penurunan harga diri setelah melakukan penggunaan media sosial secara berlebihan.
Hal ini disebabkan oleh tekanan untuk tampil sempurna sesuai dengan norma-norma media sosial, yang sering kali tidak dapat dicapai. Akibatnya, banyak orang percaya bahwa kegagalan memenuhi standar-standar ini akan mengurangi nilai kehidupan mereka.
Strategi Mengatasi Dampak Negatif Media Sosial dan Kesehatan Mental
Beberapa penelitian di Indonesia menemukan bahwa penggunaan media sosial yang tidak diatur dapat berdampak buruk pada kesehatan mental. Namun, ada banyak strategi untuk mengurangi dampaknya:
- Batasi Penggunaan Media Sosial: Menurut penelitian yang dilakukan oleh Universitas Indonesia pada tahun 2023, membatasi penggunaan media sosial satu hingga dua jam per hari dapat membantu mengurangi gejala kecemasan dan kecanduan. Menyisihkan waktu untuk mengecek media sosial dan menghindarinya sebelum tidur bisa sangat bermanfaat.
- Kurasi Akun yang Diikuti: Pilih akun yang memberikan inspirasi positif sambil menghindari akun yang menimbulkan emosi negatif atau perbandingan sosial. Menurut penelitian yang dilakukan Universitas Padjadjaran, individu yang mengikuti akun inspiratif merasa lebih bahagia dibandingkan mereka yang sering menjumpai tweet gaya hidup yang tidak realistis.
- Perbanyak Interaksi Langsung: Mempertahankan ikatan yang tulus dengan keluarga dan teman-teman jauh dari media sosial sangat penting untuk kesehatan mental. Menurut penelitian Kementerian Kesehatan RI, kontak sosial yang positif dapat menurunkan risiko depresi sebesar 25%.
- Waspadai dan Kelola FOMO: Ketika merasa cemas akibat FOMO, ingatlah bahwa apa yang dilihat di media sosial hanyalah sebagian kecil dari kehidupan seseorang, bukan gambaran keseluruhan. Psikolog menyarankan agar melatih apresiasi diri dan penerimaan diri untuk mengurangi dampak negatif FOMO.
- Lakukan Detoks Digital Secara Teratur: Detoksifikasi digital dapat dilakukan dengan menghapus aplikasi media sosial selama beberapa hari atau membatasi penggunaan sehari-hari. Penelitian Universitas Diponegoro menunjukkan bahwa detoks digital dapat membantu individu mengurangi stres dan meningkatkan mood.
Media sosial telah menjadi fenomena global dengan dampak yang luas, khususnya terhadap kesehatan mental. Di Indonesia, dampak buruk media sosial terhadap kesehatan mental terlihat dari meningkatnya kecemasan, rendahnya harga diri, pengasingan sosial, dan bahkan depresi. Meski media sosial memberikan keuntungan seperti memberikan kesempatan berkomunikasi dan mendapatkan informasi, namun penggunanya harus memanfaatkannya dengan baik untuk menjaga keseimbangan emosional dan kesehatan mental.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H