Joko, seorang pemuda kampung dari dukuh Tempel, pedalaman Kabupaten Sragen suatu hari berkunjung ke rumah kakaknya, Jono di kawasan Bantar Gebang, Bekasi. Keduanya asyik berbincang-bincang didepan teras rumah suatu pagi.
"Mas, aku mbok ya diajak main-main ke kota. Biar tahu Kota Jakarta, keliling Monas. Kan malu sepulang dari sini kalau ditanyaiin tetangga di kampung gimana Jakarta, rasanya naik trans Jakarta, enak pa ndak? Biar bisa sesumbar n nggak malu-maluin kalo ditanya ma orang kampung gitu lho", pinta Joko pada kakaknya.
"Oalah, Ko... Ya kalo kamu mo main ke Jakarta ya main aja, aku lagi capek nih...."ujar kakaknya.
jono sebenarnya bukannya capek kelelahan sepulang kerja, tapi dia tahu betul watak 'ndeso' adiknya yang kerap 'ngisin-ngisini' (malu-maluin) kalo diajak pergi bareng.
"Ya ndak berani tho, mas. Ntar aq malah kesasar", sahut joko.
"Kalo kesasar, kamu minta tolong ma Pulisi aja..Atau kalo ndak ya bawa kertas karton putih itu terus tulis yang gedhe :"DITEMUKAN ANAK HILANG, MOHON HUBUNGI PIHAK YG BERWAJIB", timpal Jono dengan senyum terkekeh.
"Lha mana ada anak SMA segedhe aku kesasar/hilang di tengah kota Jakarta, yang ada aku dikirain orang gila trus dilarikan ke RSJ," balas Joko
"Nah, dah jelas gitu tho ? Masak badan segedhe kingkong ndak berani main ke Jakarta sendiri..".timpal Jono.
"Pokoknya aku ndak mau, Mas Jono mesti nganter aku main..."rengek Joko.
"Ya udah, tapi ada syaratnya, kamu mandi dulu trus dandan yang rapi, jangan lupa pake parfum biar 'apek'mu ndak merajalela di Busway nanti..."saran Jono pada adiknya.
"Aku juga nambah satu syarat lagi, Mas...Jangan panggil aku Joko tapi panggil aja "Joe".Biar cewek-cewek kota nanti ndak illfil ma aku.."