Selama ini kita "hanya" mengetahui Pertamina adalah perusahaan BUMN yang mengelola aset minyak dan gas di dalam negeri saja. Namun kenyataannya ternyata tidak se-sepele itu, lho!
Pasalnya, Pertamina juga memiliki 14 aset yang memproduksi migas di luar negeri. Bahkan, aset tersebut sanggup memproduksi 150 ribu barel minyak per hari dengan cadangan 410 juta barel minyak.
Adapun ke-14 aset itu tersebar di beberapa negara, diantaranya, Algeria, Malaysia, Irak, Kanda, Prancis, Italia, Nambia, Tanzania, Gabon, Nigeria, Kolombia, Angola, Venezuela, hingga Amerika Serikat.
Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati menjelaskan, akuisisi 14 kilang minyak di luar negeri itu ditujukan untuk kepentingan strategis nasional. Terutama guna mengejar target produksi minyak yang ditetapkan oleh pemerintah.
Sebagaimana diketahui, pemerintah menargetkan produksi minyak harus mencapai 1 juta barel pada 2023 mendatang. Sedangkan saat ini, Pertamina baru mencukupi 40 persen dari produksi maksimal 750 ribu barel per hari.
Untuk merealisasikan target di atas, Pertamina menggunakan dua strategi. Pertama, mendorong peningkatan produksi kilang minyak di dalam negeri. Kedua, mengakuisisi kilang minyak di luar negeri guna menambah pasokan.
Dari dalam negeri, peningkatan produksi dan cadangan migas akan dilakukan dengan memaksimalkan blok migas yang sudah ada maupun yang baru. Salah satunya, Blok Rokan, yang belum lama dialihkelolakan ke perusahaan pelat merah itu.
Kehadiran Blok Rokan akan meningkatkan kapasitas produksi menjadi 420 ribu barel per hari. Pengelolaan kilang minyak di Riau tersebut juga akan mengerek kontribusi Pertamina menjadi 60 persen dari total produksi minyak nasional.
Namun, jumlah tersebut masih kurang atau belum mencukupi dari target dari pemerintah. Sedangkan untuk mengoptimalkan produksi migas dari dalam negeri dibutuhkan proses dan waktu yang tak sebentar.
Oleh karena itu, Pertamina mengakuisisi kilang di luar negeri dan membawa minyaknya ke dalam negeri. Hal ini merupakan upaya dari Pertamina untuk meningkatkan ketahanan dari sisi minyak mentah (crude).
Selain itu juga untuk mengerem laju impor minyak mentah dari dunia. Karena kondisinya pasokan minyak mentah dari kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) dalam negeri belum mencukupi. Sehingga, opsi akuisisi lapangan migas luar negeri justru yang paling rasional dan masuk akal.
Di sisi lain, akuisisi kilang minyak di luar negeri tersebut juga semakin mengukuhkan Pertamina sebagai perusahaan kelas dunia. Itu membuktikan bahwa BUMN kita tak hanya jago kandang, namun juga bisa menjadi pemain bisnis global.
Karena mengelola aset di banyak negara tentu saja tidak mudah. Pastinya dibutuhkan profesionalitas, perencanaan yang baik, manajemen yang rapi, dan eksekusi yang baik. Dan, salutnya Pertamina mampu untuk itu.
Apalagi baru-baru ini, Pertamina juga menjalin kerjasama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menghindari praktik bisnis yang curang dan koruptif.
Dengan kerjasama tersebut diharapkan Pertamina bisa menjadi perusahaan yang bersih, transparan dan akuntabel. Inilah modal awal yang harus dipegang untuk menjadi perusahaan kelas dunia.
Kita tentu patut bangga dengan Pertamina yang mulai keluar dari kandangnya. Tak hanya menjadi perusahaan yang besar di negeri sendiri tetapi juga ekspansi bisnisnya melewati batas teritori negara lain.
Meski begitu, orientasinya harus tetap kepentingan nasional. Demi mencukupi kebutuhan energi bangsa Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H