Teknisnya, setiap nelayan akan mendapatkan kartu BBM dengan nilai pembelian yang ditetapkan pemerintah. Kemudian nelayan tinggal melakukan pembelian BBM di SPBU maupun SPBU-Nelayan menggunakan kartu BBM itu.
Alokasi konsumsi BBM per nelayan itu akan terpotong otomatis sesuai dengan jumlah pembelian pada kartu BBM. Konsumsi tercatat secara elektronik di sistem Bank BRI.
Jika kuota pada kartu BBM nelayan sudah terpakai semua, maka otomatis tidak lagi dapat melakukan pembelian BBM Biosolar subsidi.
Kemudian pada awal bulan berikutnya, alokasi otomatis terisi kembali  sesuai dengan kuota, untuk penggunaan di bulan tersebut.
Melalui program ini, ditargetkan konsumsi BBM Biosolar subsidi juga dapat lebih tepat sasaran. Pasalnya, hanya nelayan yang telah mendaftar dan memegang kartu BBM itu saja yang bisa mengkonsumsi biosolar subsidi.
Di sini kita tidak sedang mempermasalahkan konsep subsidi. Karena itu merupakan bagian dari kewajiban negara untuk memberikan akses yang sama pada masyarakat terhadap sumber energi.
Tapi yang perlu dipikirkan adalah soal tepat atau tidaknya subsidi itu diberikan. Nah, apa yang dikerjakakan oleh Pertamina bersama BPH Migas di Sumbar tersebut patut diapresiasi.
Sentuhan teknologi pada kartu BBM tersebut bisa menekan potensi kebocoran subsidi yang salah sasaran. Seandainya kartu BBM ini bisa diterapkan di seluruh Indonesia, maka bisa membawa perubahan yang besar.
Anggaran negara bisa lebih efektif dan efisien, selain itu subsidi bisa lebih tepat sasaran. Inilah solusi yang bisa membawa inspirasi bagi pemangku kepentingan di negeri ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H