Setelah era Kenny Dalglish dan Ian Rush, pemain-pemain hebat datang silih berganti di ruang ganti Liverpool. Ada Robbie Fowler, John Barnes, Jamie Redknapp, Steve Mc Manaman, Michael Owen, Steven Gerrard, Jamie Carragher, Fernando Torres, Luiz Suares, dll.
Tapi gelar Liga Inggris yang biasanya begitu rutin menghampiri mereka itu tak jua kunjung tiba. Ada apa ini? Apa dan siapa yang salah? Bahkan bila di era Michael Owen dan Steven Gerrard ini Liverpool masih tetap gagal, maka diyakini Liverpool tidak akan pernah juara Liga Inggris lagi selamanya.
Mereka punya skuad yang solid dan mumpuni. Tapi nyatanya Liverpool tetap saja gagal. Gelar Liga Champion 2005 hanyalah hiburan kecil berupa oase di tengah gurun pasir yang gersang, tapi yang saya dan semua Liverpudlian mau bukan itu. Kembalikan tropi Liga Inggris yang hilang ke ruang ganti Anfield, seperti zaman kejayaan Bill Shankly dan Bob Paisley dulu lagi.
Pada saat galau memikirkan Liverpool, muncul anak muda bernama Cristiano Ronaldo. Tapi, sayangnya, dia memilih klub yang salah. MU yang sangat saya benci, karena membuat Liverpool menjadi klub medioker di Liga Inggris, kiprahnya semakin menjadi-jadi semenjak kadatangan pemain luar biasa ini.
Hati ini semakin sakit rasanya. Saya bukanlah fansnya, teman, tapi cukup dibuat kagum oleh aksi-aksinya. Yang paling membuat saya tercengang adalah gol tendangan jarak jauhnya ke gawang FC Porto di leg ke-2 perempat final Liga Champion tahun 2009 di Estadio Do Dragao Portugal, yang mengantarnya meraih FIFA Puskas Award 2009.
Cerita berubah ketika Ronaldo memutuskan hengkang ke Real Madrid di akhir 2009 sebagai pemain termahal di dunia pada saat itu. Persaingannya dengan Lionel Messi memaksanya mengeluarkan semua kemampuan terbaiknya di kotak pinalti. Visi bermainnya pun berubah dari seorang Winger menjadi Striker.
Gol demi gol lahir dari kaki dan kepalanya. Rekor demi rekor pribadi dia ciptakan, sampai semua rekor Real Madrid habis di tangannya. 5 buah Ballon d'Or dan top scorer Liga Champion dari tahun ke tahun adalah pengakuan tak terbantahkan. Ronaldo kini adalah Real Madrid, bukan Manchester United lagi.
Maka, tak ada alasan untuk tidak mencintainya. Â Lelah menunggu kejayaan Liverpool yang tak kunjung tiba, Ronaldo kini adalah idola baru saya. Minggu demi minggu saya hanya berharap lahirnya gol demi gol dari kaki dan kepalanya.
Dan saya benar-benar melupakan Liverpool. Angkernya Anfield hanyalah masa lalu. Di Anfield Liverpool sangat mudah menjadi pesakitan, bahkan oleh klub yang baru promosi sekali pun. Selamat tinggal Liverpool.
Lalu, tiba-tiba muncul Juergen Klopp di akhir 2015. Ajaib, The Reds yang biasanya kikuk bermain bola, seperti segerombolan orang yang sedang belajar main bola, ragu-ragu ketika mengumpan, kalang kabut ketika ditekan, kini menjadi sangat enak ditonton.
Aliran bola dari kaki ke kaki menjadi sangat lancar, jarang sekali salah umpan, dan mampu menusuk jantung pertahanan lawan dengan sangat cepat.