Mohon tunggu...
caecilia patrice
caecilia patrice Mohon Tunggu... Freelancer - cae

remaja

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Ingatan Ikatan

20 November 2019   21:40 Diperbarui: 20 November 2019   21:45 129
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ibuku, yang tangisannya tidak kunjung berhenti, berkata kepadaku, "Kamu harus liat. Pamit dulu sama opa." 

Aku tidak menyesal sudah melongok ke dalam peti, tapi untuk beberapa hari, wajah kakekku terbayang-bayang di pikiranku, seperti menggentayangiku setiap aku menutup mata. Ketika aku melihat wajahnya, kakiku melemas. Tangisan yang kupendam dalam perjalanan ke rumah sakit mulai keluar secara paksa. Aku berteriak, tapi bukan karena aku takut, melainkan karena wajah yang dulu selalu ceria menyapaku kini terlihat kaku dan asing. 

Untuk beberapa hari, tubuhku bergerak, tapi hanya sebagian dari diriku yang sadar. Aku terpaksa tidak mengikuti ujian akhir semester karena memilih untuk menemani keluargaku di rumah duka. Tubuhku berjalan seperti robot; hanya bergerak untuk menyediakan makanan dan minuman atau untuk menyambut tamu yang datang. Aku tidak merasa seperti diriku sendiri, hingga teman-temanku berkunjung. Alyssa, Veren, Vinnie, Rocano, dan Jonathan. Sampai sekarang aku masih bersyukur bahwa mereka sempat-sempatnya datang ke rumah duka. Saat mereka ada disana, separuh jiwaku seperti terbangun dari tidur, walau hari-hariku kembali monoton setelah itu.

Aku paling ingat malam terakhir di rumah duka. Malam itu, seluruh tenagaku terkuras karena menangis. Aku ingat menangis di kasur; tangisan yang hanya dihentikan keletihan tubuhku. Paginya, wajahku bengkak. Saat peti kakekku dikubur, itulah saatnya aku mulai bisa melepaskannya. Mungkin mentalku sudah terlalu lelah untuk berduka, tapi pada hari itu, aku merasa lebih tenang. Bahkan aku sempat tersenyum, meskipun bermaksud pasrah, saat petinya diselimuti tanah. 

Aku masih belum bisa melupakan ingatanku tentang ibuku selama beberapa hari itu. Ibuku mengalami kesakitan lebih besar daripada apa yang kualami. Ia sempat berkata kepadaku bahwa ia menyalahkan dirinya sendiri untuk  kematian ayahnya. Mendengar itu, dadaku tiba-tiba sesak dan jantungku terasa sakit. Aku ingin menghapuskan kesakitannya atau setidaknya memikulnya, tidak peduli dengan kesakitanku sendiri. 

Berbaring di atas ranjang ini, dilingkupi oleh kesunyian kamarku dan senyuman rembulan melalui jendelaku, aku sadar dan aku berandai-andai. Andaikan jika saat aku meninggalkan dunia ini, aku sekaligus memutuskan segala ikatanku dengan orang-orang yang kucintai, agar mereka tidak merasakan kepedihan yang kurasakan sekarang. Jika saat tubuhku ditutup oleh peti dan peti itu dikubur jauh dalam lubuk bumi, semua ingatan tentangku dan tentang hidupku di kepala orang yang menyayangiku lenyap begitu saja. 

Tapi aku juga sadar. Sadar bahwa tidak mungkin ada yang sanggup menjalani hidup jika tidak merasakan kesukaran. Tidak akan ada yang bisa menghargai kemanisan jika tidak pernah mencelupkan lidahnya ke dalam kepahitan. Kehilangan ini, sepahit apapun, kuharap dapat menjadi pelajaran untukku. Agar aku dapat menghargai semua sosok di dalam hidupku serta kasih yang mereka tunjukkan kepadaku. Lalu, agar aku juga dapat menghargai nafas hidup, walau terkadang, hidup terasa seperti jalan panjang yang berliku-liku sedangkan sumber air jauh dari kasat mata. Duka ini mungkin akan selamanya meninggalkan bekas di hatiku, tapi bekas di dalam hati tidak akan membuat kakiku pincang. Aku akan terus menjalani hidup, dan semuanya akan baik-baik saja.

Malam itu, setelah berjam-jam berpikir dengan kedua mata terpejam, diriku tertidur dengan pulas. 

Karya oleh Caecilia Patrice Yonandi 

Sekolah SMA Citra Kasih 

Kelas 11 IPS 1

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun