Penulisan Sejarah Nasional Belum Objektif.
Ya, tidak dimasukkannya Kerajaan Haru secara komprehensif dalam narasi Sejarah Nasional Indonesia bisa menjadi indikasi bahwa penulisan sejarah Indonesia belum sepenuhnya lengkap dan objektif. Berikut adalah beberapa alasan yang mendukung pandangan tersebut:
1. Kesenjangan dalam Representasi Sejarah Wilayah Sumatera Utara
Sejarah Indonesia cenderung lebih menonjolkan kerajaan-kerajaan besar seperti Sriwijaya, Majapahit, dan Mataram.
Wilayah Sumatera Utara memiliki kerajaan-kerajaan bersejarah seperti Kerajaan Haru, namun kurang mendapat perhatian yang sama.
Padahal, Kerajaan Haru memainkan peran penting dalam jalur perdagangan Selat Malaka, perlawanan terhadap ekspansi Aceh, serta dalam membentuk identitas kebangsaan masyarakat Sumatera Utara.
2. Pengabaian terhadap Keragaman Sumber Lokal
Sejarawan seperti Virginia Matheson Hooker dan Daniel Perret menekankan pentingnya sumber lokal seperti tradisi lisan, naskah kuno, dan hikayat untuk memahami lebih dalam sejarah kerajaan seperti Haru.
Dalam sejarah resmi, narasi besar yang didasarkan pada catatan Jawa dan Melayu menjadi dominan, sementara banyak kerajaan kecil atau lokal seperti Haru, Minangkabau kuno, dan lainnya belum dimasukkan secara merata.
3. Ketidakobjektifan dalam Narasi Konstruksi Nasional
Sejarah nasional cenderung ditulis untuk membentuk identitas kolektif dan kebanggaan nasional, sehingga kerajaan yang dianggap "pusat kejayaan" diberi sorotan lebih besar.