Mohon tunggu...
Analgin Ginting
Analgin Ginting Mohon Tunggu... Human Resources - Saya seorang pencinta kemanusiaan, suka berbagi untuk kebaikan bersama

Regenerasi dari akun Kompasiana sebelumnya.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kerajaan Haru dan Suku Karo Dalam Pandangan 3 Sejarawan Lintas Benua

7 Januari 2025   10:30 Diperbarui: 7 Januari 2025   10:41 209
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Inilah peta lokasi kerajaan kerajaan Nusantara pada Abad ke 15.  sumber ChatGPT

Penulisan sejarah haruslah dilakukan seobjektif mungkin, jauh dari keinginan keinginan subjektif.  Semangat ini lah yang ada dalam diri saya selaku penulis di Kompasiana.  Salah satu cara untuk membuat sejarah tertulis secara objektif adalah dengan memadukan beberapa pandangan para sejarawan dan mengambil benang merahnya, termasuk dengan membawa semua pandangan itu melalui symposium.

Penulis selaku sekretaris Karo Foundation yang mepunyai salah satu visi merevitalisasi peradaban Suku Karo melalui 3 sudut pemikiran : Sejarah Karo, Akasara Karo dan Budaya Karo.

Pada tulisan ke 4 ini penulis ingin mengangkat pandangan 3 kelompok sejarawan/dosen pendidik sejarah melalui 3 tulisan mereka.   Mereka berasal   dari 3 benua yang berbeda

  • Muhammad Fadlin dan Heristina Dewi (Asia)
  • Virginia Matheson Hooker (Australia)
  • Daniel Perret (Eropah )

Penulis punya harapan tinggi dengan tulisan ini membuat semakin banyak info mengenai Kerajan Haru dan Suku Karo sehingga pada  saat nya tiba, kita bisa menuliskan Sejarah Kerajaan Haru dalam Penulisan Sejarah Nasional Indonesia.

A.   Muhammad Fadlin dan Heristina Dewi,  karya penting  yang berkaitan dengan Kerajaan Haru adalah artikel berjudul "The Haru Kingdom in Sumatra Crosses the Ages". Artikel ini dipublikasikan dalam jurnal akademis dan menjadi salah satu kajian mendalam mengenai eksistensi Kerajaan Haru di Sumatera Utara.

Artikel "The Haru Kingdom in Sumatra Crosses the Ages" karya Muh Fadlin dan Heristina Dewi membahas sejarah Kerajaan Haru yang terletak di pesisir timur Sumatera Utara, Indonesia, dari abad ke-13 hingga abad ke-16.

Drs. Fadlin, M.A. dan Dra. Heristina Dewi, M.Pd. adalah akademisi yang berafiliasi dengan Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara (USU), khususnya dalam bidang Etnomusikologi.

1.  Pendahuluan

Kerajaan Haru memiliki hubungan sosio-historis dengan berbagai kerajaan di Nusantara, seperti Lamuri, Melaka, Samudera, Majapahit, Pagaruyung, dan Jambi. Sultan Deli dianggap sebagai kelanjutan politik dari Kerajaan Haru. Masyarakat Melayu Deli terbuka menerima etnis lain menjadi bagian dari Melayu melalui konsep asimilasi dalam tiga kategori sosial: Melayu asli, Melayu semenda, dan Melayu seresam. Setelah tahun 1946, ketika kekuasaan politik kesultanan Melayu menurun, beberapa etnis mencari kembali identitas asal mereka. Konsep ini dapat ditelusuri sejak masa Kerajaan Haru yang muncul sebagai kekuatan politik terkemuka pada abad ke-13 dan memberikan identitas budaya bagi kesultanan Melayu di Sumatera Timur.

2.  Keberadaan Kerajaan Haru

Kerajaan Haru atau Aru disebut dalam kitab Pararaton (1336) sebagai salah satu wilayah yang ingin ditaklukkan oleh Gajah Mada dalam Sumpah Palapa. Namun, dalam Nagarakretagama (1365), Haru tidak disebut sebagai negara bawahan. Sumber Tiongkok dari Dinasti Yuan mencatat bahwa pada tahun 1282, Kublai Khan meminta Haru mengakui kedaulatan Tiongkok, dan Haru mengirim upeti pada tahun 1295. Menurut catatan Fei Xin (1436), Haru terletak di depan Pulau Sembilan dan memiliki lokasi strategis dengan angin yang baik untuk berlayar ke Tiongkok. Beberapa sumber menyebutkan bahwa penduduk asli Haru berasal dari suku Karo, terlihat dari nama-nama penguasa Haru dalam Sulalatus Salatin yang mengandung unsur Karo.

3.  Perkembangan dan Hubungan dengan Kerajaan Lain

Pada abad ke-15, Kerajaan Haru menjadi salah satu kerajaan terbesar di Nusantara, setara dengan Kesultanan Melaka dan Samudera Pasai. Hikayat Melayu mencatat bahwa surat dari Raja Haru dan Pasai diterima di Melaka dengan upacara kenegaraan penuh, menunjukkan status tinggi kedua kerajaan tersebut. Haru berencana menaklukkan Pasai di utara dan Melaka di selatan untuk mengambil alih posisi Sriwijaya yang menguasai Selat Melaka, namun gagal karena Melaka dilindungi oleh Kekaisaran Tiongkok. Beberapa sumber menyebutkan bahwa Haru lebih awal memeluk Islam dibandingkan Melaka, meskipun perkembangan Islam di Nusantara lebih didominasi oleh Kesultanan Melaka. Ibu kota Haru kemudian dipindahkan ke pedalaman untuk mempersulit serangan musuh.

4.  Kemunduran dan Akhir Kerajaan Haru

Pada akhir abad ke-16, nama Kerajaan Haru digantikan oleh Kerajaan Ghuri, dan pada abad ke-17 menjadi Kesultanan Deli. Untuk menguasai Deli, Kesultanan Aceh beberapa kali mengirim ekspedisi militer. Selama pemerintahan Sultan Iskandar Muda, pada tahun 1619 dan 1642, Deli berusaha melepaskan diri dari Aceh. Untuk memperkuat kekuasaan politiknya, Aceh menempatkan panglimanya sebagai wali negeri di Deli, yang kemudian menjadi tokoh awal dalam sejarah Kesultanan Deli dan Serdang.

5.  Metodologi Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan sejarah dengan metode literatur, kritik sumber, kualitatif, dan deskriptif analitis. Teori yang digunakan adalah perubahan dan kontinuitas, yang menekankan bagaimana Kerajaan Haru mengalami transformasi dan kesinambungan dalam struktur sosial dan politiknya sepanjang sejarah.

6.  Kesimpulan

Kerajaan Haru memainkan peran penting dalam sejarah Sumatera Utara dan memiliki hubungan erat dengan kerajaan-kerajaan lain di Nusantara. Meskipun mengalami pasang surut, warisan budaya dan politiknya berlanjut dalam bentuk kesultanan Melayu di Sumatera Timur, khususnya Kesultanan Deli.

Untuk informasi lebih lanjut, artikel lengkap dapat diakses melalui jurnal.unimed.ac.id.

B.  Virginia Matheson Hooker adalah seorang pakar studi Melayu dan profesor emerita di Australian National University (ANU) yang dikenal karena kontribusinya dalam kajian naskah klasik Melayu, termasuk Sulalatus Salatin atau Sejarah Melayu. Karya beliau tentang naskah ini dianggap salah satu referensi otoritatif dalam studi sejarah dan sastra Melayu.

Hooker menyoroti berbagai aspek yang berkaitan dengan Kerajaan Haru (Aru) di Sumatera Utara. Berikut adalah beberapa pandangan Hooker mengenai Kerajaan Haru dalam konteks Sulalatus Salatin:

1. Posisi Strategis dan Pengaruh Kerajaan Haru

Hooker mencatat bahwa Sulalatus Salatin menggambarkan Kerajaan Haru sebagai entitas politik yang signifikan di wilayah Sumatera bagian utara. Haru disebutkan memiliki hubungan diplomatik dan konflik dengan Kesultanan Melaka, menunjukkan peran pentingnya dalam dinamika politik regional pada masa itu. Kedekatan geografis dan interaksi politik antara Haru dan Melaka menyoroti posisi strategis Haru dalam jalur perdagangan Selat Malaka.

2. Hubungan Diplomatik dan Perkawinan Politik

Dalam Sulalatus Salatin, terdapat narasi tentang pernikahan antara anggota keluarga kerajaan Melaka dengan bangsawan Haru. Hooker menafsirkan bahwa pernikahan semacam ini berfungsi sebagai alat diplomasi untuk memperkuat aliansi dan mengamankan hubungan politik antara kedua kerajaan. Pernikahan politik ini mencerminkan strategi umum di Asia Tenggara untuk membangun jaringan kekuasaan melalui ikatan keluarga.

3. Representasi Budaya dan Identitas Etnis

Hooker juga menyoroti bahwa Sulalatus Salatin merepresentasikan Kerajaan Haru dengan ciri-ciri budaya dan identitas etnis yang khas. Beberapa nama penguasa Haru yang disebutkan dalam teks memiliki unsur-unsur yang berkaitan dengan budaya Karo, menunjukkan adanya pengaruh etnis Karo dalam struktur kekuasaan Haru. Hal ini mencerminkan keragaman etnis dan budaya di wilayah Sumatera pada masa itu.

4. Konflik dan Perebutan Kekuasaan

Dalam analisisnya, Hooker mencatat bahwa Sulalatus Salatin mendokumentasikan konflik antara Melaka dan Haru, termasuk serangan dan ekspedisi militer. Perebutan kekuasaan dan dominasi di wilayah tersebut mencerminkan persaingan antara kerajaan-kerajaan Melayu untuk menguasai jalur perdagangan dan sumber daya. Hooker menekankan bahwa narasi konflik ini disajikan dalam Sulalatus Salatin untuk menegaskan superioritas Melaka dan legitimasi kekuasaannya.

5. Legitimasi dan Propaganda Politik

Hooker berpendapat bahwa penyebutan Kerajaan Haru dalam Sulalatus Salatin juga berfungsi sebagai alat propaganda untuk memperkuat legitimasi Kesultanan Melaka. Dengan menggambarkan Melaka sebagai kerajaan yang mampu menjalin hubungan diplomatik dan mengatasi konflik dengan kerajaan lain seperti Haru, teks ini berupaya menegaskan posisi Melaka sebagai pusat kekuasaan dan kebudayaan di wilayah tersebut.

6.  Kesimpulan

Melalui analisis Sulalatus Salatin, Virginia Matheson Hooker memberikan wawasan mendalam tentang peran dan posisi Kerajaan Haru dalam sejarah Melayu. Pandangan Hooker menekankan kompleksitas hubungan politik, diplomatik, dan budaya antara Haru dan Melaka, serta bagaimana narasi dalam Sulalatus Salatin digunakan untuk membangun legitimasi dan identitas Kesultanan Melaka.

C.   Daniel Perret adalah seorang arkeolog dan sejarawan asal Prancis yang dikenal luas atas penelitiannya mengenai sejarah Sumatera, khususnya sejarah Sumatera Utara dan peradaban yang berkembang di sekitar pantai timur Sumatera. Perret merupakan peneliti utama di cole franaise d'Extrme-Orient (EFEO), lembaga riset Prancis yang berfokus pada kebudayaan dan sejarah Asia Tenggara. Salah satu karya pentingnya adalah buku "Kolonialisme dan Etnisitas: Batak dan Melayu di Sumatera Timur Laut", yang menjadi rujukan bagi kajian sejarah dan etnisitas di Sumatera Utara.

Analisis Daniel Perret tentang Kerajaan Haru

Perret melakukan kajian mendalam tentang Kerajaan Haru, baik melalui sumber tertulis maupun bukti arkeologi. Dalam pandangan Perret, Kerajaan Haru bukan hanya entitas politik yang kuat, tetapi juga memiliki kedudukan strategis dalam jalur perdagangan dan pertahanan di Selat Malaka. Berikut beberapa poin analisis Daniel Perret mengenai Kerajaan Haru:

1. Legitimasi dan Posisi Politik Kerajaan Haru

  • Perret menekankan bahwa Kerajaan Haru muncul sebagai kekuatan penting di kawasan Sumatera Utara pada abad ke-13 hingga 16, sejajar dengan kekuatan besar lainnya seperti Melaka dan Pasai.
  • Legitimasi Kerajaan Haru tidak hanya bersandar pada kekuatan militer, tetapi juga pada penguasaan wilayah perdagangan penting dan diplomasi dengan kekuatan besar lainnya.
  • Perret menyebutkan bahwa Haru menjadi pusat kekuasaan yang diperhitungkan di kawasan Selat Malaka karena posisinya sebagai pengendali sumber daya seperti rempah-rempah, emas, dan komoditas lainnya.

2. Hubungan Kerajaan Haru dengan Etnis Karo

  • Perret mendukung pandangan bahwa masyarakat Karo memiliki keterkaitan dengan Kerajaan Haru, terutama dari segi budaya dan tradisi. Beberapa hal yang mendukung klaim ini:

    • Nama-nama Raja Haru: Nama seperti Kembaren dan Singa memiliki kaitan erat dengan marga Karo yang masih eksis hingga sekarang.
    • Tradisi Lisan: Perret menemukan bahwa tradisi lisan suku Karo banyak memuat cerita tentang pertempuran dan kepemimpinan yang terjadi di sekitar wilayah bekas Kerajaan Haru.
    • Bukti Arkeologi: Beberapa situs arkeologi di wilayah Sumatera Timur Laut, seperti Benteng Putri Hijau dan Kota Rentang, menunjukkan pengaruh budaya yang sejalan dengan kebudayaan Karo.

3. Identitas Multietnis dan Akulturasi Budaya

  • Perret mencatat bahwa Kerajaan Haru merupakan kerajaan multietnis yang mengalami proses akulturasi budaya dari berbagai kelompok, termasuk unsur Hindu-Buddha dan Islam.
  • Pengaruh budaya dari India Selatan dapat dilihat dalam praktik ritual dan arsitektur, namun Perret menyebutkan bahwa identitas etnis asli masyarakat Haru tetap kuat, terutama dari kelompok masyarakat pedalaman yang berhubungan dengan suku Karo.
  • Proses Islamisasi Haru, menurut Perret, tidak serta-merta menghilangkan elemen budaya asli, melainkan membentuk identitas baru yang menggabungkan tradisi lokal dan agama Islam.

4. Konflik dan Kehancuran Kerajaan Haru

  • Perret meneliti bahwa kejatuhan Kerajaan Haru terkait dengan serangkaian serangan dari Kesultanan Aceh. Pada abad ke-16, Aceh menganggap Haru sebagai ancaman karena kedekatannya dengan kerajaan-kerajaan lain seperti Johor dan Portugis.
  • Setelah serangan besar oleh Aceh, wilayah Haru diintegrasikan ke dalam kekuasaan Kesultanan Aceh. Namun, penduduk asli yang tersisa di pedalaman tetap mempertahankan tradisi dan marga mereka, yang kemudian menjadi bagian dari kebudayaan Karo modern.

5. Kritik terhadap Narasi Sejarah Dominan

  • Perret mengkritik penulisan sejarah nasional yang terlalu menonjolkan kerajaan-kerajaan besar seperti Majapahit, Sriwijaya, dan Aceh, sementara Kerajaan Haru cenderung dipinggirkan.
  • Menurut Perret, Haru memiliki peran yang tidak kalah signifikan dalam membentuk dinamika politik dan ekonomi di wilayah Sumatera serta Nusantara secara keseluruhan.

6.  Kesimpulan

Daniel Perret memberikan penjelasan akademis yang mendalam mengenai Kerajaan Haru sebagai kerajaan multietnis dengan identitas budaya yang kuat. Dalam pandangannya, Kerajaan Haru memiliki keterkaitan yang erat dengan etnis Karo, terutama terlihat dari nama-nama penguasa, tradisi lisan, dan bukti arkeologis. Perret juga menegaskan bahwa pentingnya Kerajaan Haru dalam sejarah Nusantara harus diakui dan dipelajari lebih luas agar narasi sejarah menjadi lebih inklusif dan objektif.

Bagi generasi muda Karo, kajian Perret dapat menjadi landasan akademis yang kuat untuk memahami dan mengapresiasi warisan sejarah mereka yang kaya, termasuk peran Kerajaan Haru dalam sejarah Asia Tenggara.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun