Mohon tunggu...
Analgin Ginting
Analgin Ginting Mohon Tunggu... Human Resources - Saya seorang pencinta kemanusiaan, suka berbagi untuk kebaikan bersama

Regenerasi dari akun Kompasiana sebelumnya.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kerajaan Haru dan Suku Karo Dalam Pandangan 3 Sejarawan Lintas Benua

7 Januari 2025   10:30 Diperbarui: 7 Januari 2025   10:41 209
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

6.  Kesimpulan

Melalui analisis Sulalatus Salatin, Virginia Matheson Hooker memberikan wawasan mendalam tentang peran dan posisi Kerajaan Haru dalam sejarah Melayu. Pandangan Hooker menekankan kompleksitas hubungan politik, diplomatik, dan budaya antara Haru dan Melaka, serta bagaimana narasi dalam Sulalatus Salatin digunakan untuk membangun legitimasi dan identitas Kesultanan Melaka.

C.   Daniel Perret adalah seorang arkeolog dan sejarawan asal Prancis yang dikenal luas atas penelitiannya mengenai sejarah Sumatera, khususnya sejarah Sumatera Utara dan peradaban yang berkembang di sekitar pantai timur Sumatera. Perret merupakan peneliti utama di cole franaise d'Extrme-Orient (EFEO), lembaga riset Prancis yang berfokus pada kebudayaan dan sejarah Asia Tenggara. Salah satu karya pentingnya adalah buku "Kolonialisme dan Etnisitas: Batak dan Melayu di Sumatera Timur Laut", yang menjadi rujukan bagi kajian sejarah dan etnisitas di Sumatera Utara.

Analisis Daniel Perret tentang Kerajaan Haru

Perret melakukan kajian mendalam tentang Kerajaan Haru, baik melalui sumber tertulis maupun bukti arkeologi. Dalam pandangan Perret, Kerajaan Haru bukan hanya entitas politik yang kuat, tetapi juga memiliki kedudukan strategis dalam jalur perdagangan dan pertahanan di Selat Malaka. Berikut beberapa poin analisis Daniel Perret mengenai Kerajaan Haru:

1. Legitimasi dan Posisi Politik Kerajaan Haru

  • Perret menekankan bahwa Kerajaan Haru muncul sebagai kekuatan penting di kawasan Sumatera Utara pada abad ke-13 hingga 16, sejajar dengan kekuatan besar lainnya seperti Melaka dan Pasai.
  • Legitimasi Kerajaan Haru tidak hanya bersandar pada kekuatan militer, tetapi juga pada penguasaan wilayah perdagangan penting dan diplomasi dengan kekuatan besar lainnya.
  • Perret menyebutkan bahwa Haru menjadi pusat kekuasaan yang diperhitungkan di kawasan Selat Malaka karena posisinya sebagai pengendali sumber daya seperti rempah-rempah, emas, dan komoditas lainnya.

2. Hubungan Kerajaan Haru dengan Etnis Karo

  • Perret mendukung pandangan bahwa masyarakat Karo memiliki keterkaitan dengan Kerajaan Haru, terutama dari segi budaya dan tradisi. Beberapa hal yang mendukung klaim ini:

    • Nama-nama Raja Haru: Nama seperti Kembaren dan Singa memiliki kaitan erat dengan marga Karo yang masih eksis hingga sekarang.
    • Tradisi Lisan: Perret menemukan bahwa tradisi lisan suku Karo banyak memuat cerita tentang pertempuran dan kepemimpinan yang terjadi di sekitar wilayah bekas Kerajaan Haru.
    • Bukti Arkeologi: Beberapa situs arkeologi di wilayah Sumatera Timur Laut, seperti Benteng Putri Hijau dan Kota Rentang, menunjukkan pengaruh budaya yang sejalan dengan kebudayaan Karo.

3. Identitas Multietnis dan Akulturasi Budaya

  • Perret mencatat bahwa Kerajaan Haru merupakan kerajaan multietnis yang mengalami proses akulturasi budaya dari berbagai kelompok, termasuk unsur Hindu-Buddha dan Islam.
  • Pengaruh budaya dari India Selatan dapat dilihat dalam praktik ritual dan arsitektur, namun Perret menyebutkan bahwa identitas etnis asli masyarakat Haru tetap kuat, terutama dari kelompok masyarakat pedalaman yang berhubungan dengan suku Karo.
  • Proses Islamisasi Haru, menurut Perret, tidak serta-merta menghilangkan elemen budaya asli, melainkan membentuk identitas baru yang menggabungkan tradisi lokal dan agama Islam.

4. Konflik dan Kehancuran Kerajaan Haru

  • Perret meneliti bahwa kejatuhan Kerajaan Haru terkait dengan serangkaian serangan dari Kesultanan Aceh. Pada abad ke-16, Aceh menganggap Haru sebagai ancaman karena kedekatannya dengan kerajaan-kerajaan lain seperti Johor dan Portugis.
  • Setelah serangan besar oleh Aceh, wilayah Haru diintegrasikan ke dalam kekuasaan Kesultanan Aceh. Namun, penduduk asli yang tersisa di pedalaman tetap mempertahankan tradisi dan marga mereka, yang kemudian menjadi bagian dari kebudayaan Karo modern.

5. Kritik terhadap Narasi Sejarah Dominan

  • Perret mengkritik penulisan sejarah nasional yang terlalu menonjolkan kerajaan-kerajaan besar seperti Majapahit, Sriwijaya, dan Aceh, sementara Kerajaan Haru cenderung dipinggirkan.
  • Menurut Perret, Haru memiliki peran yang tidak kalah signifikan dalam membentuk dinamika politik dan ekonomi di wilayah Sumatera serta Nusantara secara keseluruhan.

6.  Kesimpulan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun