Mohon tunggu...
Caca
Caca Mohon Tunggu... Guru - Profesi Sebagai guru Jabatan Wakasek HUMAS dan Koordinator BP/BK

Saya adalah seorang guru SMP yang bertugas di SMPN 2 Kasokandl di Jalan Desa Ranjikulon No. 06 Kec. Kasokandel Kab. Majalengka Jawa Barat, yang berisrtikan Mulyani, memiliki 3 orang anak. Pendidikan Terakhir Pasca Sarjana UNMA (Universitas Majalengka) Jabatan Sebagai Wakasek HUMAS dan Koordinator BK/BP. Hobi yang disenangi Berolahraga (bersepeda, Futsal, Bulutangkis dan Voly Ball)

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Tujuan Pendidikan Nasional Melalui Pemikiran Idealisme Ki Hadjar Dewantara

26 Desember 2022   11:57 Diperbarui: 26 Desember 2022   11:58 327
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menurut Tabrani Yunis (www. pendidikan.id : 2018) generasi Z yang kita kenal sebagai orang-orang yang lahir di generasi internet, generasi yang sudah menikmati keajaiban teknologi usai kelahiran internet. Bagaimana dengan lembaga pendidikan kita yang masih dominan dari generasi Y dan X. Akan sangat berbahaya, bila para guru generasi X tidak siap menghadapi kemajuan gaya hidup generasi Z. Karena, para pengelola pendidikan masih dikelola oleh para generasi old, generasi X yang rata-rata gagap teknologi. Akibatnya, terjadi gap atau jurang yang dalam antara guru dan peserta didik. Di mana guru atau tenaga pendidikan bergerak dan berpikir dalam pola zaman old, sementara peserta didik bergerak dan berfikir dalam pola milenial yang sangat cepat menguasai teknologi digital.

Hal lain yang mesti menjadi perhatian adalah ketika kecepatan kemampuan anak-anak milenial dan generasi Z menguasai teknologi digital, tanpa dibekali dengan keimanan dan akhlak mulia, menyebabkan anak-anak banyak terjebak pada hal-hal yang disebut dekadensi moral. Perkembangan peserta didik yang tidak terkontrol dengan baik dan bijak, akan melahirkan anak generasi milenial dan generasi Z yang bermoral rendah. Bila moralitas kalah, maka ini menjadi tantangan berat bagi guru dan masyarakat bangsa.

Hal inilah menjadi titik balik yang mesti kita buka lagi lembaran-lembaran tentang pendidikan kita. Kita harus pahami lagi, Ki Hajar Dewantara sebagai pendidik asli Indonesia telah mengisyaratkan dalam pandangannya mengenai pendidikan kita. Beliau melihat bahwa pendidikan harus dilihat dari sisi manusia lebih pada sisi psikologinya. Menurutnya manusia memiliki daya jiwa yaitu cipta, karsa, dan karya. Pengembangan manusia seutuhnya menuntut pengembangan semua daya secara seimbang. Pengembangan yang terlalu menitikberatkan pada satu daya saja akan menghasilkan ketidakutuhan perkembangan sebagai manusia. Beliau mengatakan bahwa pendidikan yang menekankan pada aspek intelektual belaka hanya akan menjauhkan peserta didik dari masyarakatnya. Dan ternyata pendidikan sampai sekarang ini hanya menekankan pada pengembangan daya cipta, dan kurang memperhatikan pengembangan olah rasa dan karsa. Jika berlanjut terus akan menjadikan manusia kurang humanis atau manusiawi.

Dengan memperhatikan hal di atas, maka sudah saatnya sebagai pendidik harus terus berbenah diri melakukan perubahan-perubahan dalam pembelajaran. Sudah saatnya pendidik melakukan aksi nyata untuk bergerak dan terus belajar agar dapat memberikan tuntunan yang diharapkan dalam membangun diri manusia untuk lebih manusiawi. Disinilah pentingnya mengembalikan fungsi pendidikan yang hakiki yang sebenarnya untuk membangun manusia dengan watak dan kepribadian yang utuh sebagai pribadi dan sebagai masyarakat.

Selain itu, seorang pendidik pun harus tetap memiliki jiwa dan pandangan yang terbuka. Kita tidak bisa menutup mata terhadap perkembangan zaman dengan perubahan teknologi yang begitu pusat. Pendidik harus melek teknologi tetapi tetap diimbangi pula dengan penanaman karakter dan pribadi yang baik bagi anak-anak.


Guru yang efektif memiliki keunggulan dalam mengajar, dalam hubungan (relasi dan komunikasi) dengan peserta didik dan anggota komunitas sekolah, dan juga relasi dan komunikasinya dengan pihak lain (orang tua, komite sekolah, pihak terkait), segi administrasi sebagai guru, dan sikap profesionalitasnya. Sikap-sikap profesional itu meliputi antara lain: keinginan untuk memperbaiki diri dan keinginan untuk mengikuti perkembangan zaman. Maka penting pula membangun suatu etos kerja yang positif yaitu menjunjung tinggi pekerjaan, menjaga harga diri dalam melaksanakan pekerjaan, dan keinginan untuk melayani masyarakat. Dalam kaitan dengan ini penting juga performance/penampilan seorang profesional secara fisik, intelektual, relasi sosial, kepribadian, nilai-nilai dan kerohanian serta mampu menjadi motivator. Singkatnya perlu adanya peningkatan mutu kinerja yang profesional, produktif dan kolaboratif demi manusiakan secara utuh setiap peserta didik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun