Mohon tunggu...
Sandra Maulisyafira
Sandra Maulisyafira Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

.

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Pelanggaran Etik: Tertukarnya Bayi, Menjadi Sebuah Ironi!

21 Maret 2024   01:10 Diperbarui: 21 Maret 2024   01:12 259
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway

Pelanggaran etik pada kasus bayi tertukar di Rumah Sakit Sentosa Bogor pada Desember 2022. 

Tertukarnya bayi ini pertama kali disadari oleh salah satu ibu bayi, A. Ada dua bayi yang tertukar identitasnya Bayi A dan B. Setelah 11  bulan tertukar, akhirnya Bayi A dan B dapat kembali pada keluarga kandungnya. Kejadian ini membuat heboh jagat maya. Keluarga korban sangat menyayangkan keteledoran ini karena RS tersebut merupakan salah satu rumah sakit ternama di Bogor. 

Kejadian ini termasuk pada pelanggaran kode etik. Kejadian ini juga menimbulkan pertanyaan serius tentang keamanan dan profesionalisme pelayanan kesehatan di rumah sakit tersebut. Dalam kasus seperti ini, pertanggungjawaban etis dan legal harus dipertimbangkan secara serius. Keterlibatan seorang perawat dalam kasus ini menyoroti pentingnya pelatihan, pengawasan, dan kepatuhan terhadap prosedur yang ketat dalam mengelola pasien dan informasi pasien.

Tindakan yang tidak hati-hati atau kelalaian dalam menjaga identitas pasien dapat memiliki dampak yang sangat serius, tidak hanya pada keluarga yang terlibat, tetapi juga pada kepercayaan masyarakat terhadap sistem perawatan kesehatan. Kejadian ini juga menyoroti pentingnya kebijakan yang jelas dan tindakan preventif dalam mencegah insiden semacam ini terjadi di masa depan.

Kronologi tertukarnya bayi

Kasus tertukarnya bayi yang menghebohkan ini berawal dari dua ibu yang melahirkan di rumah sakit yang sama, dengan waktu melahirkan yang berdekatan. Ibu A melahirkan secara sesar karena mengalami pendarahan pada tanggal 18 Juli 2022. Sementara itu, tanggal persalinan Ibu B yakni 19 Juli 2022.

Pada hari kedua setelah kelahiran, yaitu tanggal 19 Juli, Ibu A sempat menyusui, mengganti popok, dan memandikan bayinya sebelum bayi tersebut dibawa kembali ke ruangan bayi. Hingga pada tanggal 20 Juli, setelah tiga hari tidak bertemu, Ibu A akhirnya membawa bayinya pulang. 

Namun, saat menerima bayi dari perawat ruangan bayi, Ibu A merasa ada yang janggal. Dia mengamati perbedaan fisik pada bayinya, seperti pakaian yang berbeda, perubahan wajah, warna kulit yang berbeda, dan rambut bayi yang tampak lebih tebal dibandingkan sebelumnya yang tipis. Selain itu, bayi tersebut juga menolak menyusu dari Ibu A, berbeda dengan hari sebelumnya.

"Saya melahirkan dengan operasi sesar pada hari Senin, lalu pada hari Selasa saya sempat menggendong bayi saya yang asli. Namun, pada Rabu pagi sekitar pukul 06.00 WIB, saya merasa ada yang berbeda saat menggendong bayi," ungkap Ibu A.

Ibu A pun mencoba menanyakan kejanggalan ini kepada perawat yang bertugas, namun perawat tersebut menjawab dengan ketus. Perawat itu menyatakan bahwa mereka tidak hanya mengurus satu bayi, tetapi banyak bayi lain yang juga harus diurus. Perawat tersebut juga menambahkan bahwa kemungkinan baju bayi tertukar adalah hal yang wajar.

Padahal, seharusnya pakaian yang dipersiapkan oleh Ibu A berwarna kuning, namun saat dikembalikan, bayi tersebut malah mengenakan baju berwarna pink. Ketika Ibu A menanyakan tentang bayinya yang tidak mau menyusu, perawat tersebut kembali menjawab dengan nada yang tidak ramah dan menyarankan Ibu A untuk memaksa anaknya menyusu agar terbiasa. 

Saat Ibu A menanyakan tentang rekaman CCTV, perawat tersebut mengatakan bahwa tidak ada rekaman dan segera meninggalkan Ibu A. Suami Ibu A juga menyarankan agar Ibu A mempercayai pihak rumah sakit, mengingat RS Sentosa dikenal sebagai rumah sakit yang profesional dan tidak akan membuat kesalahan.

Saat mengurus administrasi, suami Ibu A sempat mendengar percakapan perawat tentang gelang yang tertukar. Mereka menyebutkan bahwa nama ibu pada gelang bayi Ibu A adalah nama ibu lain. Namun, dia tidak menghiraukan hal tersebut.

Meskipun merasa janggal, Ibu A akhirnya membawa anaknya pulang. Namun, kejanggalan tersebut tidak berhenti sampai di situ. Setelah tiba di rumah, Ibu A menemukan bahwa nama ibu pada gelang bayi berbeda dengan namanya. Setelah menyadari bahwa gelang tersebut tertukar, Ibu A kembali ke RS Sentosa untuk meminta penjelasan tentang gelang tersebut. Namun, pihak rumah sakit kembali bersikap tidak ramah dan membentak Ibu A serta suaminya. Akhirnya, Ibu A pulang tanpa mendapatkan kejelasan dari pihak rumah sakit.

Empat hari setelahnya, perwakilan perawat dari RS Sentosa mendatangi kediaman Ibu A, dengan alasan mengambil kembali gelang identitas bayi yang seharusnya berada di rumah sakit. Namun, gelang tersebut tidak dapat ditemukan. Esok harinya, anak Ibu A yang lain menemukan gelang yang hilang itu. 

Ibu A dan suaminya kembali mendatangi RS Sentosa, berharap mendapatkan penjelasan tentang bayinya. Namun, mereka disambut dengan sikap kasar dan bentakan dari pihak rumah sakit, yang bersikeras bahwa hanya terjadi kesalahan pertukaran gelang identitas bayi.

Tidak puas dengan penjelasan tersebut, Ibu A mulai mencari tahu sendiri. Dia akhirnya diberitahu bahwa ada seorang ibu lain, Ibu B, yang melahirkan sehari setelahnya, pada tanggal 19 Juli, dan hanya ada dua bayi laki-laki yang lahir pada hari itu. DUa bayi itu adalah anak ibu A dan B. Ibu A merasa ini adalah petunjuk penting. 

Nama Ibu B ternyata sama dengan nama yang dibicarakan oleh perawat saat Ibu A dan suaminya mengurus administrasi di rumah sakit. Dengan informasi ini, Ibu A berusaha mencari alamat Ibu B untuk mengkonfirmasi kecurigaannya. Pada Desember 2022, Ibu A mendapatkan alamat Ibu B dari RS Sentosa secara cuma-cuma dan langsung mendatangi rumahnya. Sayangnya, rumah sakit menolak untuk mendampingi dalam pertemuan tersebut.

Ketika Ibu A menjelaskan kejanggalan dan kecurigaannya, Ibu B menolak penjelasan tersebut. Ia yakin bahwa bayi yang dirawat adalah anak kandungnya. Ibu B juga menolak usulan tes DNA dari Ibu A, dengan alasan bahwa dia percaya anak yang diasuh adalah benar-benar anaknya, ditandai dengan gelang identitas yang tertera namanya. Pihak rumah sakit akhirnya turun tangan untuk memediasi antara Ibu A dan Ibu B, tetapi mediasi tersebut tidak menghasilkan solusi.

Ungkap Siti, seperti dikutip dari Tribunnews, “Mereka tidak memberikan respons. Mereka berkata, ‘Bayi saya tidak tertukar, mungkin Ibu salah orang’.”

Meskipun Ibu A telah berusaha meyakinkan dan rumah sakit telah menyediakan fasilitas untuk tes DNA, keluarga Ibu B tetap menolak. Ibu B bersikeras bahwa jika tes DNA dilakukan, semua bayi yang lahir pada tanggal 19 Juli di RS Sentosa juga harus diikutsertakan dalam tes tersebut.

Ibu A kemudian melaporkan ke polisi atas tertukarnya atas kejadian tersebut. Ibu A melapor atas tidak jelasnya keberadaan bayi yang tertukar selama satu tahun. Pelaporan tersebut berbentuk pengaduan. Laporan ini menjadi dasar penyelidikan pada pihak terkait. 

Sejak adanya pelaporan oleh Ibu A, RS Sentosa mengambil tindakan disiplin terhadap 12 tenaga kesehatan yang terlibat, dengan tiga diantaranya menerima surat peringatan. Sanksi ini berkaitan dengan pelayanan yang tidak memuaskan dan adanya gelang identitas ganda, dimana kedua bayi tercatat dengan nama ibu yang sama yakni ibu B.

Pada Mei 2023, Ibu A melakukan tes DNA pada bayi yang selama ini diasuhnya. Hasil tes mengejutkan, mengonfirmasi bahwa bayi tersebut bukan anak biologisnya. Dukungan terhadap Ibu A tumbuh, termasuk himbauan dari Plt Bupati Bogor, Iwan Setiawan, agar Dinas Kesehatan segera turun tangan. 

Setelah berbagai upaya dan proses yang panjang, pada 21 Agustus 2023, Ibu B akhirnya menyetujui untuk melakukan tes DNA. Tes dilakukan di pusat laboratorium forensik POLRI dengan kedua pasangan suami istri menjalani tes DNA pada bayi-bayi mereka. Hasil tes memastikan bahwa bayi memang telah tertukar. Anak Ibu A berada dengan Ibu B, dan sebaliknya.

Kapolres Bogor, AKBP Rio Wahyu Anggoro, mengumumkan pada media pada Jumat, 24 Agustus 2023, bahwa "Dari data puslabfor, ditemukan 99.9% kedua bayi telah tertukar."

Sebulan kemudian, setelah melalui berbagai prosedur yang diperlukan, kedua bayi akhirnya dikembalikan kepada orang tua kandung mereka masing-masing. Prosedur ini melibatkan assessment untuk orang tua, bayi, dan keluarga, untuk memastikan transisi yang aman dan sehat bagi semua yang terlibat. 

Ada juga proses penyesuaian lingkungan dan asesmen ulang. Setelah memenuhi semua persyaratan hukum dan administratif, penyerahan bayi ke keluarga biologisnya dilakukan. Kedua bayi kini telah kembali ke pelukan keluarga biologis mereka, membuka babak baru dalam kehidupan masing-masing keluarga.

Pelanggaran Etik dalam Kasus Tertukarnya bayi 

Dikutip dari JawaPos.com, rumah sakit ini disebut melanggar Pasal 277 KUHP tentang penggelapan asal-usul orang, yang berbunyi “Barangsiapa dengan suatu perbuatan sengaja menggelapkan asal usul seseorang, diancam karena penggelapan asal-usul, dengan pidana penjara paling lama enam tahun.” 

Selain Pasal 277 KUHP, RS ini juga dilaporkan atas pasal 8 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen. Namun, ancaman dari kedua pasal pidana tersebut perlu dibuktikan dengan adanya unsur kesengajaan, apakah dalam kasus tersebut memang ada kesengajaan untuk menukar.

Sekretaris Jenderal ADHKI Endang Wahyati Yustina mengatakan bahwa rumah sakit merupakan lembaga pelayanan publik yang sudah seharusnya tunduk pada norma dan asas pelayanan publik. Salah satu asas yang harus dipatuhi adalah asas kehati-hatian. Namun, disebutkan dalam kasus ini Rumah Sakit Sentosa melanggar asas kehati-hatian tersebut. 

Ketua ADHKI M. Nasser turut menegaskan bahwa kasus ini bisa diproses secara hukum perdata. Karena jelas ada kelalaian dimana pihak rumah sakit tidak melakukan pengecekan kembali pada gelang bayi. Sehingga rumah sakit harus bertanggung jawab sesuai Pasal 1376 KUH Perdata.

Dikutip dari CNNIndonesia.com, Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Kemenkes, Siti Nadia Tarmizi mengemukakan jika sudah ada protokol tetap mengenai pelayanan persalinan di rumah sakit, menurutnya petugas kesehatan di rumah sakit seharusnya memastikan bayi pasien tidak tertukar dengan mencocokan nomor rekam medis yang tertera pada gelang bayi dan ibu bayi. 

Kasus ini perlu dijadikan pembelajaran dan evaluasi, baik bagi rumah sakit terlibat maupun rumah sakit lain agar hal serupa tidak terjadi kembali. Bupati Bogor Iwan Setiawan dalam PORTALJABAR, menegaskan kepada rumah sakit dan Lembaga Kesehatan di Kabupaten Bogor untuk lebih optimal dalam melaksanakan Standar Operasional Prosedur (SOP) untuk memberikan layanan kesehatan dan keamanan pasien. Karena sangat penting bagi lembaga kesehatan seperti rumah sakit untuk memperhatikan terkait sistem identifikasi serta memperketat prosedur dalam menangani pasien khususnya bayi. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun