Padahal, seharusnya pakaian yang dipersiapkan oleh Ibu A berwarna kuning, namun saat dikembalikan, bayi tersebut malah mengenakan baju berwarna pink. Ketika Ibu A menanyakan tentang bayinya yang tidak mau menyusu, perawat tersebut kembali menjawab dengan nada yang tidak ramah dan menyarankan Ibu A untuk memaksa anaknya menyusu agar terbiasa.
Saat Ibu A menanyakan tentang rekaman CCTV, perawat tersebut mengatakan bahwa tidak ada rekaman dan segera meninggalkan Ibu A. Suami Ibu A juga menyarankan agar Ibu A mempercayai pihak rumah sakit, mengingat RS Sentosa dikenal sebagai rumah sakit yang profesional dan tidak akan membuat kesalahan.
Saat mengurus administrasi, suami Ibu A sempat mendengar percakapan perawat tentang gelang yang tertukar. Mereka menyebutkan bahwa nama ibu pada gelang bayi Ibu A adalah nama ibu lain. Namun, dia tidak menghiraukan hal tersebut.
Meskipun merasa janggal, Ibu A akhirnya membawa anaknya pulang. Namun, kejanggalan tersebut tidak berhenti sampai di situ. Setelah tiba di rumah, Ibu A menemukan bahwa nama ibu pada gelang bayi berbeda dengan namanya. Setelah menyadari bahwa gelang tersebut tertukar, Ibu A kembali ke RS Sentosa untuk meminta penjelasan tentang gelang tersebut. Namun, pihak rumah sakit kembali bersikap tidak ramah dan membentak Ibu A serta suaminya. Akhirnya, Ibu A pulang tanpa mendapatkan kejelasan dari pihak rumah sakit.
Empat hari setelahnya, perwakilan perawat dari RS Sentosa mendatangi kediaman Ibu A, dengan alasan mengambil kembali gelang identitas bayi yang seharusnya berada di rumah sakit. Namun, gelang tersebut tidak dapat ditemukan. Esok harinya, anak Ibu A yang lain menemukan gelang yang hilang itu.
Ibu A dan suaminya kembali mendatangi RS Sentosa, berharap mendapatkan penjelasan tentang bayinya. Namun, mereka disambut dengan sikap kasar dan bentakan dari pihak rumah sakit, yang bersikeras bahwa hanya terjadi kesalahan pertukaran gelang identitas bayi.
Tidak puas dengan penjelasan tersebut, Ibu A mulai mencari tahu sendiri. Dia akhirnya diberitahu bahwa ada seorang ibu lain, Ibu B, yang melahirkan sehari setelahnya, pada tanggal 19 Juli, dan hanya ada dua bayi laki-laki yang lahir pada hari itu. DUa bayi itu adalah anak ibu A dan B. Ibu A merasa ini adalah petunjuk penting.
Nama Ibu B ternyata sama dengan nama yang dibicarakan oleh perawat saat Ibu A dan suaminya mengurus administrasi di rumah sakit. Dengan informasi ini, Ibu A berusaha mencari alamat Ibu B untuk mengkonfirmasi kecurigaannya. Pada Desember 2022, Ibu A mendapatkan alamat Ibu B dari RS Sentosa secara cuma-cuma dan langsung mendatangi rumahnya. Sayangnya, rumah sakit menolak untuk mendampingi dalam pertemuan tersebut.
Ketika Ibu A menjelaskan kejanggalan dan kecurigaannya, Ibu B menolak penjelasan tersebut. Ia yakin bahwa bayi yang dirawat adalah anak kandungnya. Ibu B juga menolak usulan tes DNA dari Ibu A, dengan alasan bahwa dia percaya anak yang diasuh adalah benar-benar anaknya, ditandai dengan gelang identitas yang tertera namanya. Pihak rumah sakit akhirnya turun tangan untuk memediasi antara Ibu A dan Ibu B, tetapi mediasi tersebut tidak menghasilkan solusi.
Ungkap Siti, seperti dikutip dari Tribunnews, “Mereka tidak memberikan respons. Mereka berkata, ‘Bayi saya tidak tertukar, mungkin Ibu salah orang’.”
Meskipun Ibu A telah berusaha meyakinkan dan rumah sakit telah menyediakan fasilitas untuk tes DNA, keluarga Ibu B tetap menolak. Ibu B bersikeras bahwa jika tes DNA dilakukan, semua bayi yang lahir pada tanggal 19 Juli di RS Sentosa juga harus diikutsertakan dalam tes tersebut.