Mom, wanita lajang setengah baya dengan perhiasan dan mantal bulu tersampir di pundaknya yang kadang melorot, menonjolkan pudak dan payudara sintalnya, terlihat mendekat ke meja bar seperti malam-malam lalu, lalu membuat semacam percakapan retoris.
Sambil tersenyum dengan gigi gingsulnya yang bisa dibilang seksi, berkata, "Hehe... susah kalo udah berhubungan dengan kata itu."
"Itu?" Sahutku, mengelap sloki, meracik wine dan menuangkannya buat Mom! Endayani, Mom Yani. Kami akrab sebagai kostumer dan bartender, buat tamu bar perempuan setengah baya ini menghabiskan malamnya, bila sedang penat, katanya BETE!
"Iya Khafka!" Tandas mom, menerima sloki, menegaknya. Suasana lekas mencair, dan ia memang lebih nyaman dipanggil mom olehku. "Poligami Khafka, keknya mom perlu perjanjian pra nikah, atau bakal dipusingkan masalah setelahnya."
"Jangan melihat poligamynya. Tapi ke perjanjian pra nikah yang membawa mudharat kek gitu mom." Sambungku menyela, mengingatkan pembicaraan malam lalu. Wanita sintal ini pernah menerangkan memorandum yang tertuang dalam surat perjanjian pra nikah, mensyaratkan mom tidak memiliki anak.
"Yang artinya lelaki itu mengharapkan mommu ini, steril, Khafka darling!" Tandasnya menjelaskan lebih jauh.
"Kenapa bisa begitu, Mom?" Kataku basa-basi dan sebetulnya tak ingin tahu apa masalah perempuan yang mungkin sedikit teler oleh pengaruh alkohol yang sudah dua sloki di tegaknya secara cepat dan mantap, lalu menaruhnya keras di atas deks, lanjut order sloki berikutnya.
"Iya darling. Kamu malam ini kok jadi kek ustad dech, Khafka!" Dan kami tertawa.
"Di bar jangan ngomong-ngomong ustad mom, entar ada EP-FEI yang lagi oprasi sekitaran sini, kita digerebek, Ha2x!"
Kami tertawa! Lalu tangan lentik berkutek kuku akrilik motif macam di jemari  Mom, menarik selembar kertas A4. Di antara aku dan dia, kertas tersebut ditaruh di atas desk. Mungkin ini surat perjanjian pra nikah yang dimaksud mom. "Lelaki itu udah ada bini, Khafka Darling." Urai Mom, lewat ucapan dan sorot matanya yang mulai lazzy.
"Dia cowok brengsek yang nyuruh mom berbuat kek gini, apa semua demi uang?" Tanyaku padanya.
"Mungkin!" Jawab Mom, "tapi sepertinya Mom suka sama dia. Namun faktanya dia suami orang, dan kami tidak punya pilihan selain membuat perjanjian pra nikah, agar mommu ini tidak mengganggu pernikahan pertamanya, semacam itu Khafka! Lelaki itu pernah mensyaratkan tidak menikahi wanita lain, bila pernikahannya sempurna."
"Keknya dia istimewa bangat, sampai Mom mau dibuat kek gitu?"
"Mungkin aku mencintainya Khafka. Hanya terlambat bertemu dengannya, beberapa tempo masa. Aku harus menerima konsekwensi ini." Jawab Mom, atau sekedar alasan ingin pernah menikah, mengingat wanita hebat berkarir ini tidak membutuhkan finansial. Barangkali status sosial, yaitu; pernah menikah.
Lanjut aku bilang, "Kalau ditakdirnya laki-laki bakal kawin lagi, ya kawin lagi. Dari pada nolak-nolak poligamy, tapi kemudian lelakinya malah kebetulan dapat yang setia, kan durhaka? Makanya jangan bikin-bikin acara perjanjian pra nikah mom, entar kesananya kan kita tidak tahu."
" Asal bisa adil saja Khafka, dan bisa bawa istri ke surga."
" Amin!" Haha, Ups!
Mom mengeluarkan uang dari tasnya, membayar minuman lalu menggerakan tangannya kiss bye, melangkah di antara tamu-tamu lain, meninggalkan bar.
Setahuku, entah malam kapan lagi dia pasti kembali. Pertama dengan menangis, dan memintaku mencabuti tisu dari kotak, setelahnya baru bercerita bahwa semua tidak seperti rancangan di awalnya.
"Selamat malam mom, mimpi indah! Mom Endayani." Alunan musik menghanyutkan malam durhaka yang kian merambat dini hari. Aku melirik arloji, sebentar lagi off. Tamu terakhir menyampak ke meja bar, sepasang kekasih, berciuman dan saling berangkulan, order, vodka! Malampun akan mengalun seperti lantunan piano yang dimainkan musisi dalam instrumental malam durhaka.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H