Mohon tunggu...
Kania Rahmawati
Kania Rahmawati Mohon Tunggu... Mahasiswa - fakta dan opini.

Mahasiswi Universitas Islam Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Kebijakan Ekstradisi Malaysia dan Indonesia Mengenai Kasus Korupsi Djoko Tjandra

6 Juli 2021   16:49 Diperbarui: 6 Juli 2021   17:41 2153
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Dalam Pasal 3 Ayat 1, UUD menyatakan bahwa "Indonesia merupakan negara hukum." Dengan begitu, kebijakan mengenai kasus Djoko Tjandra sangatlah berkaitan erat dengan konteks ini. Pada dasarnya, negara hukum berarti negara yang menjadikan hukum sebagai sebuah acuan utama yang harus dipatuhi oleh seluruh rakyatnya, baik itu para pejabat/petinggi maupun masyarakat biasa.

Kasus Djoko Tjandra berhasil menyita perhatian kalangan masyarakat Indonesia dan Malaysia pada beberapa waktu ke belakang. Lantas, kasus seperti apa, sih yang dilakukan oleh Djoko Tjandra ini? Mengapa kasusnya bisa menyangkut pautkan kedua belah pihak negara?

Dalam kasus korupsi Djoko Tjandra, Malaysia menjadi negara yang akan dilibatkan untuk mengatasi kasus tersebut, dengan tujuan untuk melaksanakan pemulangan pelaku korupsi, yakni Djoko Tjandra dari Malaysia ke negara asalnya, Indonesia. Malaysia dan Indonesia telah melakukan perjanjian ekstradisi sejak tahun 1974, didorong atas faktor kepentingan efektifitas dalam perwujudan peradilan antara Indonesia-Malaysia.

Ektradisi sendiri memiliki pengertian yaitu 'proses pemulangan seorang tersangka yang terjerat hukuman di luar negeri dan hendak dipulangkan ke negara asalnya'. Maka dari itu, kasus ektradisi yang dilakukan terhadap Djoko Tjandra menjadi salah satu contoh dari praktik ektradisi itu sendiri.

Adapun perwujudan Indonesia sebagai negara hukum dibuktikan dengan keterlibatan dalam mendukung adanya pemberantasan tindak pidana korupsi yang telah menjadi permasalahan di tingkat internasional melalui kerjasama internasional. Misalnya, keterlibatan Indonesia sebagai negara pihak pada UNCAC atau United Nation Convention Against Corruption, yang mana Indonesia telah meratifikasi UNCAC melalui UU No. 7 Tahun 2006.

Selain itu, perjanjian ekstradisi yang merupakan implementasi asas hukum internasional demi pencegahan adanya kasus korupsi yang bersifat transnasional telah diadakan Indonesia dengan tujuh negara di dunia.

Djoko Tjandra disahkan menjadi seorang buronan sejak tahun 2009, dengan kasus pengalihan hak tagih atau Cassie Bank Bali. Untuk menghindari jeratan tersebut, Djoko Tjandra akhirnya melarikan diri ke berbagai negara dan salah satunya adalah Malaysia (diduga pada tahun 2019).

Kemudian, Indonesia bermaksud untuk melaksanakan ekstradisi terhadap Djoko Tjandra agar kasusnya bisa segera diselesaikan dan Djoko Tjandra mendapatkan hukuman yang setimpal. Namun, Malaysia melakukan penolakan terhadap kebijakan tersebut karena beberapa alasan, di antaranya;

1. Keberadaan Djoko Tjandra kurang spesifik atau wilayahnya bersembunyi tidak diketahui secara pasti.

2. Djoko Tjandra bisa saja melakukan playing victim dengan mendasari tuduhan kejahatan politik terhadap dirinya.

3. Julukannya sebagai buronan kelas kakap menjadi salah satu akasan kuat jika Djoko Tjandra mungkin saja memiliki relasi dengan beberapa tokoh besar di Malaysia seperti mantan perdana menteri Malaysia yakni Najib Tun Razak.

Pada akhirnya, Indonesia memutuskan untuk melakukan mekanisme lain pada pemulangan Djoko Tjandra ini, yakni dengan melakukan kerja sama 'P2P" atau Police to Police. Prinsip dari penyerahan ini yaitu dengan menyerahkan seseorang yang dilakukan oleh badan yang berwenang dari suatu negara kepada badan berwenang negara lain atas diri seseorang yang sedang dicari, karena telah melakukan suatu kejahatan, maksud dari badan yang berwenang disini adalah pihak kepolisian, penyerahan ini dilakukan atas dasar kerjasama internasional antara kepolisian negara yang bersangkutan.

Terkait posisi negara dalam sebuah perjanjian internasional adalah menjadi tunduk dengan meletakkan kedaulatan negara di bawah hukum internasional demi berjalannya perjanjian internasional dengan baik, serta menghindari pertentangan hukum internasional dan kedaulatan negara.

Ada sebuah teori yang ditekankan dalam analisis saat ini, yakni teori kepatuhan untuk mendeskripsikan kesesuaian perilaku suatu negara akan perjanjian internasional yang diimplementasikan pada suatu kasus, baik secara substantif dan prosedural. Indikator yang akan dibahas dalam analisis antara lain:

1. Outputs yang merupakan sebuah bentuk kebijakan, regulasi, atau hukum yang mana diadaptasi oleh negara dalam peraturan nasional. Dalam hal ini, output menjadi bukti konkrit dari kerjasama internasional yang mana diartikan sebagai perjanjian ekstradisi yang dilakukan Malaysia-Indonesia, yakni adanya hal yang menjadi acuan bagi kedua belah pihak negara.

2. Outcomes yang merupakan perubahan perilaku dari negara-negara terlibat dalam perjanjian, yang mana menjadi indikator untuk mengukur efektifitas dari perjanjian yang disepakati dan konsistensi dalam penerapan mekanisme ekstradisi. Perihal kasus ini, sikap yang diharapkan terwujud oleh Indonesia adalah upaya optimalisasi hubungan dengan Malaysia, ataupun adanya prinsip reciprocal untuk melanggengkan upaya ekstradisi meski adanya kemungkinan perubahan sikap dari Malaysia yang memilih mementingkan kepentingan nasionalnya ketimbang persoalan internasional. Namun dari sikap kepatuhan akan perjanjian itulah yang dapat membuktikan efektivitas dan efisiensi dari adanya perjanjian ekstradisi tersebut.

Nah, bagaimana tanggapan kalian mengenai praktik ekstradisi yang dilakukan oleh Indonesia dan Malaysia dalam kasus pemulangan Djoko Tjandra ini? Semoga artikel ini bisa memberikan sedikit gambaran bagi teman-teman yang masih belum memahami tentang kasus yang dilakukan oleh Djoko Tjandra. Salam literasi!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun