Mohon tunggu...
Buyung Okita
Buyung Okita Mohon Tunggu... Lainnya - Spesialis Nasi Goreng Babat

Mantan Pembalap Odong-odong

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Memahami Bibit Sekulerisasi Masyarakat Prancis Pasca Revolusi

31 Oktober 2020   22:16 Diperbarui: 31 Oktober 2020   22:21 312
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Deklarasi Hak-Hak Manusia dan Warga Negara yang siadopsi pada 26 Agustus 1979, salah satunya menyatakan bahwa "tidak mengakui hak-hak istimewa Gereja Katolik Prancis". Kemudian  pada 29 Oktober 1979 setelah ditemukan dua wanita yang dipaksa untuk menempuh sumpah menjalani hidupnya menjadi biarawati di salah satu biara di Prancis, memaksa  Majelis Konstituante pemerintahan revolusioner pada 2 November 1979 mengeluarkan dekrit yang berbunyi  bahwa seluruh aset gereja diserahkan sepenuhnya dan menjadi Hak aset milik negara. 

Rakyat dan pemerintahan pro revolusi yang saat itu memandang tindakan pemaksaan agama kepada dua wanita untuk menjadi biarawati tersebut sebagai represi dan menguatkan kecurigaan adanya korupsi di institusi gereja. 

Agar terlihat formal, dekrit majelis konstituante mengenai penyerahan aset dibuat dengan argumen bahwa segenap properti aset gereja adalah hak resmi milik negara. Dengan menyerahkannya kembali kepada negara akan membantu mewujudkan masyarakat yang lebih baik dan merupakan suatu wujud dari i tindakan ibadah. Meskipun tentunya mendapatkan banyak protes. Sikap keras pemerintahan rovolusioner membuat jarak antara Negara dan Gereja semakin terpisah.

Tahap kedua perselisihan

Tahun-tahun berikutnya melalui reformasi yang dilakukan oleh majelis konstituante, pendeta digaji oleh negara menurut aturan yang berlaku. Dibayang-bayangi oleh sistem feodal di masa lalu membuat reformasi pemilihan petinggi pemuka agama dan gereja untuk dipilih langsung oleh rakyat.

Reformasi tersebut tentunya tidak disetujui oleh Paus dan juga oleh pihak konservatif yang berada di majelis konstituante. Tetapi respon tersebut malah semakin membuat majelis konstituante yang progresif untuk mengambil sikap bahwa para pemuka agama diwajibkan untuk melakukan sumpah setia kepada konstitusi dan negara atau menyerahkan seluruh gaji dan posisinya.

Sikap itu memperjelas untuk mengedepankan konstitusi pemerintahan revolusi dibandingkan kepada Roma. Kebijakan itu membuat  lebih dari 50% biarawan dan pemuka agama melakukan sumpah setia kepada konstitusi negara. 

Bahkan terjadi pelabelan bahwa pemuka agama yang tidak bersumpah setia kepada konstitusi revolusi dicap sebagai "pendeta keras kepala". Sikap ini mengakibatkan terjadi imigrasi masyarakat dan juga pemuka agama yang tidak bersumpah kepada konstitusi berimigrasi ke luar negeri. Meskipun masih banyak pendeta tersebut yang tetap tinggal di Prancis.

Lebih parah lagi muncul kecurigaan terhadap pendeta yang tak bersumpah setia kepada konstitusi tersebut dicap mendukung gerakan kontra revolusioner. Bahkan ketika Prancis berperang dengan Austria, banyak masyarakat Prancis yang menuduh dan mencurigai Pendeta yang tidak bersumpah setia kepada konstitusi tersebut turut mendukung musuh dalam menusuk Prancis dari dalam. 

Kekhawatiran memuncak pada 2 September 1792 (September Massacres) ketika berita tiba bahwa kota Verdun dekat Paris telah jatuh ke tangan pasukan sekutu Prusia. Warga Paris, membayangkan bahwa para kontra-revolusioner yang dipenjara bersiap untuk keluar dan bergabung dengan musuh, Kekhawatiran tersebut membuat warga Paris melakukan penyerangan terhadap tahanan dan menewaskan sekitar 1200 tahanan termasuk 200 pendeta yang ditahan karena tidak bersumpah kepada konstitusi.

Berhasilnya pemberontakan Paris pada 10 Agustus 1792 dengan terpenggalnya Louis XVI diikuti dideklarasikannya Republik Prancis pertama pada 22 September 1792, menjadi titik pembersihan Prancis dari segala sesuatu yang berhubungan dengan rezim di masa lalu. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun