Sedangkan mekanisme kerja PPL dalam berinteraksi dengan petani dan keluarganya dalam rangka transfer information of teknologi dikenal dengan sistem kerja latihan dan kunjungan (laku) yang dimulai sejak tahun 1979.
Adapun prinsip sistem kerja laku ini yaitu setiap 2 minggu sekali PPL mengikuti pelatihan di BPP dengan  para Instrukturnya berasal dari Dinas Pertanian dan Instansi terkait dan setelahnya  PPL secara kontinu dan berkesinambungan melakukan  kunjungan kepada kelompok tani.
Untuk memastikan Kunjungan dapat berjalan  secara  berkelanjutan, maka setiap PPL wajib memiliki minimal 8 buah kelompok tani, sehingga setiap kelompok, dengan 4 hari dapat terkunjungi setiap 2 minggu sekali dan bila lebih dari 8 kelompok tani, tentu ada 2 kelompok tani yang dikunjungi.
Pertemuan dengan para petani dan keluarganya  yang tergabung dalam wadah kelompok tani ini dirumah pengurus atau saung yang dibangun oleh kelompok tani serta materi yang disampaikan PPL disesuaikan dengan kondisi pertanaman petani disaat itu, baik teori maupun praktek.
Sesuai dengan salah satu fungsinya bahwa kelompok tani sebagai wadah belajar, tentu pada saat pembelajaran berlangsung PPL membantu mencarikan solusi terhadap permasalahan yang sedang dihadapi petani, dan bila belum terpecahkan, maka oleh PPL akan dibawah dan sebagai bahan ketika pertemuan di BPP atau ketingkat kabupaten.
Sementara topik pembicaraan ketika terjadi interaksi antara PPL dan para petani dan keluarganya  tersebut tidak hanya sebatas teknik budidaya tanaman/ternak semata, tetapi mencakup ekonomi dan sosial.
Dengan demikian PPL sebelum kunjungan ke kelompok tani harus benar-benar siap karena oleh para petani dianggap orang yang "serba bisa" dan jika memang belum mengetahui, hendaklah jujur mengatakan bahwa belum tahu.
Diketahui, mekanisme sistem kerja Latihan dan kunjungan ini ternyata ampuh untuk mengubah pengetahuan, sikap dan keterampilan (PSK) petani dalam penerapan teknologi baru dan terbukti produksi padi meningkat serta dalam kurun waktu tidak terlalu lama Indonesia pada tahun tahun 1984-1985 mencapai swasembada pangan (beras).
Pencapaian swasembada pangan (beras) tersebut  tentu tidak karena gencarnya pelaksanaan penyuluhan pertanian, namun lebih dari itu dukungan dari pihak terkait dan stakeholder yang tergabung dalam lembaga Satuan Bimbingan massal (Bimas). Â
Gerakan massal yang  tekanannya pada penyuluhan  dan didukung oleh permodalan yang memadai melalui skim kredit lunak serta penyediaan sarana produksi pertanian yang cukup, sangat memungkinkan produksi meningkat.
Majulah kita semua.#