Penamaan dusun dengan nama Lubuk Langkap tersebut didasarkan pada kondisi alam, dimana di hulu pemukiman ada bagian sungai yang dalam (lubuk) dan pada  tebing diatas lubuk tersebut  banyak tanaman langkap (famili palmae yang bagian pucuk/mudahnya enak dimakan).Â
Seiring dengan jumlah pertambahan  penduduk dan perkembangan administrasi pemerintahan, Lubuk Langkap ditetapkan menjadi sebuah Dusun dibawah Marga Seginim. Di era itu  Kepala Pemerintahan Dusun disebut Depati dan dan Kepala Marga dinamakan Pasirah.Â
Ketika dalam proses pengadministrasian Dusun tersebut, nampaknya nama Lubuk Langkap kurang tepat, maka disepakati diganti  dengan nama Tanjung Baru. Nama inilah secara administrasi pemerintahan yang diakui sampai sekarang.Â
Penamaan ini juga berdasarkan kondisi alam, dimana disebelah timur-barat lubuk langkap terdapat daerah aliran sungai yang datar dan rendah, tempat seperti ini disebut tanjungan. Oleh karena tanjungan ini lahan yang baru dibuka untuk usaha, maka dikatakan Tanjung Baru.Â
Jadi, secara tersurat pada administrasi pemerintahan yaitu nama  Tanjung Baru, sedangkan Lubuk Langkap merupakan nama yang tersirat dan nama ini juga yang biasa digunakan penduduk serta populer di kenal oleh orang luar.Â
Pasang Surut Penduduk  dan Dinamika Pemerintahan
Dusun Lubuk Langkap mengalami perkembangan yang pesat baik dari jumlah penduduk maupun pembangunan rumah tempat tinggal nawal tahun tujuh puluhan sampai dengan akhir tahun delapan puluhan.Â
Sebelum ditetapkan Kedepatian  sendiri tahun 1976,  Lubuk Langkap menjadi bagian dari wilayah Kedepatian  Suka Negeri Marga Seginim, sebagai pejabat Depatinya orang Lubuk Langkap dan pada era inilah merupakan puncak kejayaan Lubuk Langkap.Â
Lalu, ditahun 1982 pemerintahan Marga dihapus dan pemerintahan terendah dibawah kecamatan  adalah  desa, karena Dusun Lubuk Langkap tidak memenuhi syarat untuk dijadikan Desa, maka harus bergabung  dengan Desa terdekat yaitu Suka  Maju, sampai dengan sekarang.Â
Sementara itu jumlah penduduk  dan bangunan berupa rumah tempat tinggal terus berkurang, seiring dengan banyaknya warga yang meninggalkan Dusun untuk bersekolah dan setelah menyelesaikan pendidikannya, bekerja di daerah lain dan menetap.Â