Mohon tunggu...
Zulkifli SPdI
Zulkifli SPdI Mohon Tunggu... Guru - Guru Bahasa Arab MAN 3 Solok dan MAN 2 Solok

Hidup akan benilai dengan amal shaleh, manusia akan berharga dengan kemanfaatannya bagi orang lain

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kiper Maju, Bereskah Urusan?

6 Mei 2020   09:30 Diperbarui: 6 Mei 2020   09:33 89
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Oii... Udin! Tidak baik seperti itu. Hormatilah beliau. Kan beliau lebih tua dari pada kamu" sambung Mak Sutan

"Iya, begitulah, Mak Sutan. Sekarang ini, Saya serba salah jadinya. Jika isteri tidak diperbolehkan pergi bekerja, mengajar anak-anak sekolah itu, tentu percuma juga dia sekolah tinggi-tinggi dahulunya. Apalagi dia sudah lulus jadi PNS. Walaupun sekarang saya sendiri yang jadi kipernya. Seandainya saya tidak mau mengalah, tentu saja anak-anak juga yang akan ternaiaya nantinya." 

 "Tapi... maaf, Mak Mu'in. Bukannya Mak Mu'in seorang sarjana juga dulunya? Kenapa kerjanya ke sawah ke ladang juga seperti kami yang tidak bersekolah ini, Mak? Tanya Udin panasaran.

"Itulah namanya rezeki, Udin. Walaupun sama-sama berusaha, sama-sama berpendidikan tinggi, tapi kan tidak semuanya bisa beruntung bisa jadi pagawai. Yang penting, kan berusaha." Jawab Mak Sutan pula.

"Tapi... saya salut juga melihat Mak Mu'in ini, Mak Sutan! Coba bayangkan oleh Mak Sutan! Tidak ada laki-laki, suami yang mau mambantu pekerjaan orang rumahnya[1]. Walaupun dia tidak punya pekerjaan tatap. Tapi Mak Mu'in ini, setiap hari tetap pergi ke sawah ke ladang, sekali-kali juga Ikut acara di desa sesuai dengan sarjananya. Namun, beliau ini mau mambantu pekerjaan isterinya yang sibuk pergi pagi pulang petang karena mengajar di sekolah." 

"Udin, pernahkah kamu membaca kisah Nabi Muhammad SAW? Beliau itu Nabi, Kepala Negara, Panglima perang. Tapi beliau tidak segan menjahit sendiri bajunya yang sobek. Padahal isterinya ada di rumah. Begitulah juga dengan menantu beliau, Ali bin Abi Thalib. Ali terus mambantu Fatimah menggiling gandum untuk dijadikan tepung untuk membuat roti. Masa iya kita yang bukan siapa-siapa bila dibandingkan dengan beliau-beliau itu, tidak mau pula menolong isteri sendiri?" sambung Mak Mu'in.

"Benar itu, Udin! Walaupun terkadang seorang wanita itu, ketika suaminya mau menolong, dia sering pula lupa diri. Sehingga dia seenaknya saja menyuruh dan melarang suaminya. Bukankah sudah durhaka kepada suami namanya itu! Dia sering lupa dengan tugas dan tanggung jawabnya di rumah sabagai isteri dan ibu dari anak-anaknya Karena disibukkan oleh tugas-tugas di luar rumah"  sambung Mak Sutan

"Haaa... itulah yang saya maksud dengan kiper maju tadi, Mak Sutan! Memangnya, kalau kiper itu sudah maju ke depan, bereskah urusan? Atau malah tambah runyam dan kusut dibuatnya? Atau kalau gawang ini dibobol  oleh kawan nanti bagaimana ?" Tanya Udin tambah panasaran.

 Mak Mu'in tampak terdiam mendengar serbuan pertanyaan yang disampahitan oleh si Udin. Keningnya tampak berkerut seperti orang minum kopi pahit.

"Ondeh... tambahkan gulanya sedikit lagi, Mak Sutan." Rupanya memang Kowa Daun tadi terasa benar kelatnya karena kurang gula. Pantaslah berlenggek-lenggek kerut kening Mak Mu'in dibuatnya.

 Mak Sutan pun cepat pergi kembali ke etalase warungnya untuk mengambil sesendok kecil gula pasir. Maklumlah, Etek Biyai belum juga pulang dari pekerjaannya Sehingga terpaksa Mak Sutan maju-mundur, ke muka dan ke belakang malayani palanggan warung kopinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun