Sahabatku yang berbahagia... selamat bertemua lagi dengan penulis dalam rangkaian aksara ini. Semoga bermanfaat ya...
Dalam sebuah permainan sepak bola, kiper merupakan orang terakhir yang bertanggung jawab untuk mengamankan gawang dari kebobolan atau kemasukan bola. Namun, terkadang kita juga pernah melihat Sang Kiper maju ke depan atau ke tengah-tengah lapangan.
Bukan hanya sesuatu yang langka dan bahkan terlihat sangat ganjil, melainkan akan bisa menjadi bencana terjadinya kekosongan gawang yang berakibat terjadinya gol bunuh diri. Hal itu tentu saja sangat merugikan tim secara keseluruhan.
Inilah sebuah ilustrasi kehidupan. Tidak semuanya harus maju ke depan. Mesti ada yang tetap bertahan di belakang untuk mencapai tujuan bersama.
Coba bayangkan, kalau dalam sebuah bus ada dua sopir yang kedua-duanya ingin mengendari bus tersebut di saat yang bersamaan tentu saja seisi bus akan terancam nyawanya bahkan orang-orang yang berada di luar bus itu sekalipun.
Tetapi seandainya mereka bisa saling berbagi peran dan bergantian mengemudikan bus yang sama, maka perjalanan yang sangat jauh sekalipun akan bisa dituntaskan dengan aman dan nyaman.
Begitulah hendaknya sikap kita dalam mengarungi kehidupan ini. Karena manusia adalah makhluk sosial, yang tidak bisa hidup sendiri, maka dia harus bisa bekerja sama dengan orang lain.
Hidup tidak akan bermakna jika ada yang hanya mementingkan egonya saja. Merasa diri yang paling segalanya. Sedangkan orang lain tidak ada apa-apanya. Maka hidup akan jauh dari kata bahagia.
Ingatlah bahwa kita bukanlah Tuhan Yang Maha Kuasa. Kita takkan mampu melakukan apapun yang kita mau hanya kita punya pangkat, jabatan bahkan harta yang melimpah sekalipun. Sejarah sudah membuktikannya. Tak ada manusia yang mampu hidup dan berkuasa sendiri tanpa disokong orang-orang di sekitarnya.
Lihatlah Fir'aun, Qarun dan lain-lain yang kisah perjalanan hidupnya diabadikan oleh Allah SWT di dalam Al quran. Fir'aun adalah sesosok manusia angkuh karena kekuasaan yang dimilikinya. Saking angkuhnya, dia malah mengaku sebagai Tuhan Maha Tinggi. Toh akhirnya dia mati dengan cara mengenaskan. Terombang-ambing dan ditelan mentah-mentah oleh Laut Merah.
Begitu juga dengan Raja Namruz yang terkenal dengan kekuasaannya yang tak tertandingi pada masanya. Namun, pada akhirnya dia meregang nyawa setelah kalah melawan seekor nyamuk. Sungguh sangat miris dan tragis.
Nasib serupa juga dialami Qarun. Salah seorang sahabat Nabi Musa AS pada awalnya. Namun, setelah kaya raya, dia menjadi kikir dan kufur. Kekayaan yang dimilikinya belum ada tandingannya sampai saat ini.
Bahkan sudah menjadi sebuah istilah yang tidak asing bagi kita apabila menemukan harta terpendam di dalam tanah, maka kita menyebutnya dengan Harta Qarun (karun). Namun, karena kesombongannya akhirnya Allah menguburkannya bersama harta itu ke dalam perut bumi.
Begitulah kehidupan. Sehebat dan sekaya apapun seseorang, maka tidak sepantasnya dia menyombongkan diri di permukaan bumi Allah ini. Apalagi dengan menganggap remeh orang lain. Sombong dengan tidak menghormati orang lain. Sombong dengan tidak mau menerima pendapat dan nasehat orang lain. Selalu merasa diri yang paling benar.
Pada akhirnya hanya akan membawa diri kepada kehancuran yang tak terperi. Karena Tuhan itu tidak pernah lupa apalagi tidur. Lihatlah betapa banyak orang yang kaya raya yang jatuh miskin. Betapa banyak pejabat yang dihormati lalu karirnya jatuh berantakan dan tak dianggap lagi.
Hidup itu seperti roda yang terus berputar. Jadi jangan jumawa kala berada di atas, karena itu artinya kita hanya menunggu waktu untuk terguling ke bawah. Lalu, bagaimana halnya kalau ketika kita berada di bawah kemudian roda itu berhenti berputar ?
Semoga nasehat singkat ini bisa bermanfaat bagi kita semua, terlebih lagi bagi Penulis tentunya. Terima kasih sudah berkunjung. Jumpa lagi di lain waktu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H