Fakih berasal dari kata . Artinya adalah orang punya pemahaman yang mendalam tentang ajaran agama islam. Dalam bahasa Indonesia, justeru terjadi penyempitan maknanya menjadi orang yang ahli dalam bidang ilmu Fikih saja. Padahal fikih hanyalah satu bagian dari ajaran islam itu sendiri.
Dalam bahasa Minang, fakih disebut dengan Pakiah/pokiah, dimana terjadi lagi pergeseran maknanya. Pertama, orang yang mempunyai ilmu agama yang mumpuni.Â
Kedua, orang belajar ilmu-ilmu agama di surau-surau atau pesantren-pesantren (seperti di Pariaman). Ketiga, di sebagian daerah minang lainnya seperti Batusangkar, Pakiah/Pokiah adalah santri pesantren atau orang yang berjalan kaki keliling kampung untuk memungut infak dan sedekah dengan membawa buntia, -karung kecil yang berbahan dasar kain- yang akan digunakan untuk biaya hidup santri di pesantren/surau atau untuk pembangunan madrasah mereka. Sehingga lahirlah kata mamakiah, artinya pergi meminta/mengumpulkan infak dan sedekah.
- Fitnah (minang : Pitanah)
Fitnah berasal dari kata . Dalam bahasa Arab (al Qur'an) diartikan dengan ujian, azab dan tuduhan palsu. Sementara dalam bahasa Indonesia hanya digunakan pada makna yang ketiga.Â
Yaitu perkataan bohong atau tanpa berdasarkan kebenaran yg disebarkan dengan maksud menjelekkan orang (seperti menodai nama baik, merugikan kehormatan orang)
- Ustaz (minang : ustad, buya)
Ustaz berasal dari kata . Artinya seorang guru, guru besar (Profesor). Dalam bahasa Indonesia, Ustaz diartikan dengan seorang guru, khususnya guru di bidang agama, baik formal maupun non formal.Â
Seorang penceramah (da'i) juga sering disebut Ustaz. Ada juga yang menggunakannya untuk panggilan kehormatan bagi orang yang memiliki ilmu agama walaupun mungkin bukan seorang guru.Â
Bahkan ada juga yang menggunakannya dengan maksud mencemooh atau pengahargaan yang berlebih-lebihan terhadap seseorang baru tampil di atas mimbar memberikan ceramah walau ilmu agamanya belum mendalam. Atau orang yang selama ini acuh tak acuh dengan agama, tiba-tiba menjadi orang yang taat dan selalu berbicara masalah agama (berdakwah).Â
Dalam bahasa Minang, sering juga dipakai istilah Syekh, Buya, Tuak Angku, Angku dan lain-lain. Walaupun masing-masing kata tersebut juga punya ciri khas makna tersendiri. Bahkan sering, satu kata dianggap lebih tinggi nilai dan penghormatannya dibanding kata lainnya tergantung kearifan lokal daerah tertentu.
Tentu saja masih banyak lagi kata-kata serapan lainnya yang maknanya bergeser jauh dari makna aslinya. Penulis hanya ingin menegaskan agar kita berhati-hati dalam menggunakan setiap kata dalam sebuah pembicaraan.Â
Bisa jadi, suatu kata yang di suatu daerah bermakna biasa-biasa saja, sopan dan patut, tetapi di daerah lain bisa berbeda.Â