Mohon tunggu...
Politik

Makar dan Kampanye Anies-Sandi

17 April 2017   15:45 Diperbarui: 17 April 2017   17:44 1259
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aksi demonstrasi 31 Maret 2017 atau yang populer dikenal dengan aksi 313 menyisahkan berbagai “misteri”. “Misteri” yang dimaksud adalah terbongkarnya agenda terselubung dibalik aksi yang dibungkus rapi dalam kemasan Islam.

Setidaknya masyarakat Jakarta bahkan Indonesia mulai meragukan kegiatan aksi atas nama Islam yang dikomandoi oleh sekelompok orang yang mengatasnamakan dirinya sebagai “ulama”. Aksi 313 menjadi jembatan untuk membuka kesadaran publik bahwa aksi-aksi yang pernah dilakukan selama ini sebenarnya sarat dengan muatan politis dan diarahkan untuk menggagalkan Busuki Tjahaja Purnama (Ahok) menjadi gubernur DKI Jakarta. Maka tidak heran sebagian dari peserta aksi menggunakan simbol-simbol politik dari pasangan calon gubernur tertentu agar dipilih oleh masyarakat di tempat pemungutan suara nantinya. Sebagian besar peserta aksi 313 nampak mempublikasikan gerakan dan simbol politik yang sering digunakan oleh pasangan nomor urut 3 Anies Baswedan dan Sandiaga Uno (Anies-Sandi) dalam setiap kampanyenya. Fenomena itu sungguh membuat umat Islam di Jakarta dan Indonesia prihatin karena ternyata isu penistaan agama dijadikan barang dagangan untuk kepentingan pemenangan pasangan calon gubernur DKI Jakarta.

Selain menjadi ajang kampanye pasangan nomor urut 3, aksi 313 juga diarahkan sebagai pra kondisi yang berniat melengserkan Joko Widodo sebagai Presiden Republik Indonesia. Upaya ini sungguh berlebihan karena aksi 313 dalam narasinya mengangkat isu bela Islam, tapi nyatanya mengarah pada gerakan makar.

Ditangkapnya pimpinan aksi 313 yang juga menjabat sebagai sekjend Forum Umat Islam (FUI) Gatot Saptono alias Muhammad Al Khaththath beserta tinga orang lainnya yaitu, Zainuddin Arsyad, Irwansyah, dan Diko Nugraha, oleh kepolisian menjadi bukti bahwa aksi 313 tersebut murni gerakan makar yang disembunyikan dalam kemasan bela Islam. Dalam keterangan pihak kepolisian, aksi 313 menjadi awal untuk gerakan-gerakan selanjutnya yang bertujuan menggulingkan pemerintahan yang sah untuk kemudian mereka gantikan dengan sistem yang mereka inginkan. "Pelaksanaannya akan melakukan kegiatan yang lebih besar. Untuk tanggal 30-31 Maret 2017 itu pemanasan. Itu dalam pertemuan agendanya seperti itu yang dihasilkan,"kata Argo di Mapolda Metro Jaya, Selasa (4/4/2017)[1]. Jelas ini adalah rencana makar yang sangat bertentang dengan konstitusi negara kita dan harus ditindak secara tegas berdasarkan hukum yang berlaku. Untuk itu, tulisan ini menguraikan sepak terjang aktor penggerak aksi 313, kemudian menelusuri organisasi Forum Umat Islam (FUI) sebagai penyelenggara aksi, lalu menjelaskan aksi 313 sebagai motif untuk memenangkan pasangan calon gubernur DKI Jakarta nomor urut 3, serta menguraikan aksi 313 sebagai aksi tunggangan oleh kelompok anti demokrasi dan anti pancasila.

Riwayat Muhammad Al Khaththath Inisiator Gerakan Makar

Menjelang aksi 313, publik dikejutkan pemberitaan terkait tertangkapnya pimpinan aksi yang juga sebagai sekjend FUI Muhammad Al Khaththath di Hotel Kempiski Thamrin Jakarta pusat. Tertangkapnya Al Khaththath menjadi jalan bagi umat Islam untuk segera mengetahui niat busuk dibalik aksi-aksi yang selama ini sering mengatasnamakan Islam.

Penangkapan Al Khaththath menyiratkan sebuah pesan bahwa melalui FUI, Al Khaththath ingin mengarahkan massa aksi 313 untuk menggulinkan pemerintahan yang sah secara konstitusional. Sepakterjang Al Khaththath memang dekat dengan gerakan-gerakan Islam, semenjak kuliah di Institute Pertanian Bogor (IPB) Al Khaththath aktif sebagai aktivis Badan Kerohanian Islam IPB Tahun 1985-1986[2], dan pernah menjabat sebagai Ketua Umum DPP Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) periode 2002-2004. Lepas dari HTI, Al Khaththath terjung kedunia politik dan maju sebagai Calon Anggota Legislatif Indonesia melalui Partai Bulan Bintang (PBB) namun gagal karena kalah bersaing dengan politisi lain di dapil yang sama[3].

Mempelajari riwayat Al Khaththath sebagai aktivis Islam memang dekat dengan organisasi yang selama ini gencar meneriakkan anti demokrasi dan anti pancasila. Keaktifan dia dalam organisasi Badan Kerohanian Islam IPB (BKI-IPB) dan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) sudah dapat disimpulkan bahwa Al Khaththath

merupakan aktor yang mengingkan tegaknya syariat Islam di Indonesia. Dalam kegiatannya Badan Kerohanian Islam (BKI-IPB) dan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) sering bergandengan tangan untuk menyukseskan suatu acara yang semangatnya sarat dengan semangat ideologis HTI. Antara BKI-IPB dan HTI seringkali mengadakan kajian keislaman bulanan yang mengangkat tema tentang hasil Kegemilangan Muktamar Khilafah[4]. Sudah menjadi rahasia umum bahwa Khilafah merupakan sistem pemerintahan yang diperjuangkan oleh HTI dalam rangka mengubah Indonesia sebagai negara pancasila dengan sistem demokrasi menjadi sistem pemerintahan Khilafah yang meniadakan bentuk negara. Keterlibatan Al Khaththath sebagai kader aktif sekaligus pernah menduduki jabatan strategis didua organisasi anti demokrasi dan anti pancasila itu, mengindikasikan bahwa aksi-aksi yang telah diselenggarakannya merupakan aksi politis sarat dengan uapaya makar dan berkeinginan mengubah pancasila berganti syariat Islam yang bernuasa Khilafah sebagaimana yang dikehendaki oleh HTI.

Riwayat FUI, Organisasi Aksi Makar

Selepas dari BKI-IPB dan HTI serta kegagalan dia sebagai Calon Legislatif Republik Indonesia, Al Khaththath kemudian aktif sebagai pengurus di Forum Umat Islam (FUI) dan menempati jabatan sebagai Sekretaris Jendral. Dalam aksi 313 lalu, Forum Umat Islam (FUI) merupakan organisasi yang mewadahi terselenggaranya aksi terindikasi makar itu.

FUI digunakan oleh kelompok anti Ahok untuk menekan PresidenJokoWidodo agar memberhentikan Ahok sebagai gubernur DKI Jakarta. FUI menjadi wadah pemukul alternatif setelah Front Pembela Islam (FPI) tidak efektif lagi digunakan untuk memukul Jokowi dan Ahok, walau sebenarnya baik FUI maupun FPI merupakan organisasi berbeda namun memiliki semangat yang sama. Lalau bagaimana riwayat FUI sebenarnya?, Dalam sejarahnya FUI didirikan pada tanggal 5 agustus 2005 dan sejak itu FUI mendeklarasikan diri sebagai wadah refresentasi umat Islam[5] yang mengkalim NU dan Muhammadiyah sebagai anggotanya, walaupun NU sama sekali tidak merasa dinaungi oleh FUI.

Dari sini kita sudah dapat mencurigai bahwa FUI merupakan organisasi yang gemar mengklaim keanggotaan tanpa persetujuan dari Organiasi Islam yang mereka telah klaim itu. Terbukti bahwa dari sekian banyak Ormas Islam yang mereka masukkan kedalam daftar keanggotaan, hanya HTI dan FPI yang menjadi pengikut mereka secara resmi. Itu artinya bahwa FUI merupakan organisasi kaki tangan HTI yang sengaja dibentuk untuk melebarkan sayapnya agar prinsip-prinsip ideologi Khilafah dapat tertularkan secara cepat. Kenyataan ini terekam dalam aksi 313, walaupun aksi ini kelihatannya diprakarsai oleh FUI tapi pada kenyataannya peserta dan simbol yang marak ditemukan dilapangan merupakan peserta dan simbol yang khas dengan HTI. Berdasarkan informasi yang ada, HTI merupakan otak dari FUI, dan FPI merupakan otot dari mereka[6]. Kalau HTI dikenal dengan organisasi yang menolak sistem demokrasi dan pancasila, itu artinya aksi makar yang diprakarsasi oleh FUI erat kaitannya dengan misi untuk mengubah ideologi pancasila demi memuluskan jalan tegaknya Khilafah Islamiyah ala HTI.       

Aksi 313 Sebagai Kampanye Anies-Sandi

Selain ingin melakukan makar, aksi 313 juga menjadi ajan kampanye pasangan nomor urut 3 Anies Baswedan dan Sandiaga Uno (Anies-Sandi). Aksi yang jumlah massanya lebih kecil dari aksi 212 ini menyerukan agar masyarakat Jakarta memilih Anies-Sandi dalam pilkada putaran kedua yang akan berlangsung tanggal 19 april 2017 mendatang.

Aksi ini terbilang cukup mengkhawatirkan karena isu yang mereka mainkan adalah isu SARA yang bisa berdampak pada polarisasi sosial berdasarkan etnis dan agama. "Kita minta kepada presiden untuk menahanAhok. Saya dukung pasangan yang muslim yakni Anies-Sandi," kata Roto (50) yang mengaku warga Senen, Jakarta, Jumat (31/3)[7]. Apa yang disampaikan oleh Orang bernama Roto (50) ini jelas merupakan pernyataan SARA yang mengarah pada sikap intoleransi politik serta dapat merusak tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara berdasarkan pancasila. Anies-Sandi tetap harus bertanggung jawab atas polarisasi masyarakat Jakarta berdasarkan isu SARA, hal ini karena semua organisasi intoleran yang sengaja memecah belah masyarakat melalui isu etnis dan agama ada dibelakang Anies-Sandi sebagai pendukung setia.


 Pernyataan Roto (50) penting untuk dipahami dalam posisinya sebagai korban kampanye isu SARA yang dilakukan oleh pendukung setia pansangan Anies-Sandi. Karena sesungguhnya Roto (50) telah menyadari bahwa kinerja pasangan Ahok-Djarot sebagai gubernur dan wakil gubernur Jakarta berdampak baik terhadap

kenyamanan, keamanan, dan kesejahteraan masyarakat. Sebaliknya Roto (50) yang notabene menginginkan gubernur muslim ini justru sangat meragukan pasangan Anies-Sandi dapat merealisasikan janjinya ketika terpilih menjadi gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta. "Saya akui kerja Ahok bagus. Saya demo teriak-teriak juga belum tentu Anies-Sandi kerjanya bagus, tapi karena akidah mau gak mau gak pilih Ahok," ujar Roto. Mayoritas masyarakat Jakarta sangat menyadari bahwa hanya pasangan Ahok-Djarot lah yang dapat membuktikan kinerjanya sebagai pelayan siang dan malam. Sementara rivalnya Anies-Sandi belum memiliki track record apapun yang bisa dibanggakan untuk meyakinkan masyarakat Jakarta bahwa kelak mereka bisa konsisten dalam kata dan perbuatan. Inilah yang mendorong tim pasangan Anies-Sandi beserta ormas-ormas intoleran dibelakang mereka gencar melancarkan aksi berjilid-jilid untuk menjadi gubernur dan wakil gubernur, karena mereka kalah saing program dengan pasangan Ahok-Djarot. 


[1]http://megapolitan.kompas.com/read/2017/04/04/18325141/polisi.aksi.313.pemanasan.untuk.makar.19.april.2017

[2]https://siapasiapa.wordpress.com/2014/08/05/kh-muhammad-al-khaththath/

[3]https://news.detik.com/berita/d-3464017/sepak-terjang-al-khaththath-alias-gatot-saptono

[4]http://hizbut-tahrir.or.id/2013/06/17/hasil-kegemilangan-muktamar-khilafah-bergema-di-ipb/

[5]http://www.muslimoderat.net/2017/03/tahukah-antum-fui-adalah-ormas-boneka-fpi.html

[6]http://www.muslimoderat.net/2017/03/tahukah-antum-fui-adalah-ormas-boneka-fpi.html

[7]https://www.merdeka.com/peristiwa/dalam-aksi-313-massa-banyak-serukan-pilih-anies-sandi.html

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun