sejak malam itu, Elok Effendi tak terlihat lagi. Tidak di sudut kota Istanbul, tidak di halaman istana Usmaniah, tidak juga di bengkel kerja. Jasadnya tersungkur didasar sumur tua. Wajahnya, keningnya, kedua pipinya hancur, tulang-belulangnya berantakan, mulurnya berdarah. Marah sejadi-jadinya pun ia tak bisa. Hanya berharap agar jasadnya cepat membusuk agar orang dapat mencium baunya, dan menemukannya.
Mulanya tak seorang pun mengira hilangnya Elok selama berhari-hari itu dikarenakan ia telah terbunuh dengan keji. Tidak juga istrinya.
Alhasil, dengan berbagai upaya, sang seniman yang sudah membusuk pun ditemukan. Pembunuhan itu lantas meninggalkan kejanggalan diantara pimpinannya, Enishte Effendi, dan ketiga rekan kerjanya, Mustafa Chelebi, Velijan, Hasan Chelebi. Keresahan, kemurkaan, hingga kecurigaan mulai muncul diantara mereka. Akankah saling berkaitan pembunuhan tersebut dengan proyek pengerjaan kitab yang diperintahkan oleh Sultan Murat III. Pasalnya, kitab yang dimaksud itu memang dikerjakan dengan gaya Eropa, yang dimasa itu dinilai menistakan tradisi Islam.
Perintah pengerjaan kitab itu turun pada Enishte, empu tua diantara para seniman. Satu diantara empat murid Enishte yang paling ia kagumi, Elok. Hal itu pasti melahirkan kedengkian diantara tiga murid lain.
*
Setelah kepiluan oleh terbunuhnya Elok. Di malam dingin musim salju di Istanbul, Enishte juga tergeletak di kamarnya. Benturan wadah tinta yang berkali-kali mendarat dikepalanya meninggalkan cucuran darah di dasar lantai.
Keresahan, kemurkaan, hingga kecurigaan kini meluas. Setiap orang yang mengetahui dua kasus pembunuhan ini sama-sama menyimpulkan bahwa pelaku pembunuhan adalah orang yang sama.
Hingga kabar kematian Elok dan Enishte pun terdengar ke telinga Sultan. Geram. Ia memerintahkan Hitam, kemenakan Enishte, dan Osman, Kepala Bengkel Kerja Istana, mengungkap peristiwa pembunuhan serta pelakunya.
Satu-satunya petunjuk dalam penyelidikan itu adalah gambar seekor kuda dengan hidung terpotong. Berkaitan dengan gambar, ketiga seniman lainnya, Mustafa Chelebi, Velijan, Hasan Chelebi terseret menjadi tersangka utama dalam kasus tersebut.
Berbagai langkah dilakukan oleh Hitam dan Usman. Mendalami ruang penyimpanan harta istana yang berisi buku-buku ilustrasi dan lukisan-lukisan terindah, hingga mendalami setiap karakter ketiga seniman bengkel kerja: Mustafa Chelebi), Velijan, Hasan Chelebi.
Lebih jauh, untuk mencocokkan struktur tiap lukisan yang pernah dibuat ketiga seniman tersebut dengan petunjuk yang ada. Dari cara melukiskan objek umum, goresan kuas, dalamnya tinta diatas kertas, hingga tanda tangan dalam lukisan.
Hal itu dilakukan untuk dapat mendakwa salah satu dari ketiganya yang lebih dekat dengan kemungkinan pelaku pembunuhan.
*
Pada akhirnya, secuil kisah dalam Benim Adim Kirmizi diatas seolah mengamini kebenaran sebuah asumsi, bahwa kekejaman dan kekejian –dengan segala kebutaannya– di muka bumi ini memang nyata terjadi.
Dengan kata lain, sentimentil-intrik-dendam, mampu membutakan mata hingga batinnya untuk kemudian dapat berbuat kejam-keji.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H