Mohon tunggu...
bustanol arifin
bustanol arifin Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Happy Reader | Happy Writer

Tertarik Bahas Media dan Politik | Sore Hari Bahas Cinta | Sesekali Bahas Entrepreneurship

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Memilih Pemimpin Berdasarkan Nurani, Gagasan dan Program

26 November 2024   20:13 Diperbarui: 26 November 2024   20:31 58
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Besok, 27 November 2024 adalah hari di mana masyarakat Indonesia kembali menyampaikan aspirasi politiknya melalui Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). Kita akan memilah dan memilih sosok pemimpin untuk mengurus daerah kita selama lima tahun ke depan.

Pemilihan Kepala Daerah ini harus dijadikan sebagai sesuatu yang penting dan sangat krusial bagi kita semua karena akan turut menentukan nasib banyak orang, paling tidak selama lima tahu ke depan kita akan dipimpin oleh seorang kepala daerah yang terpilih esok hari.

Salah memilih pasangan calon kepala daerah, maka secara otomatis akan semakin kesulitan mewujudkan harapan. Sebab, mereka enggan bekerja, memperjuangkan aspirasi masyarakat yang dititipkan melalui bilik suara di momen Pilkada 2024 kali ini.

Apalagi enggan memilih alias golput karena alasan apatis terhadap politik dan para calon yang ada, niscaya semakin menyesal di kemudian hari. Mereka yang memilih golput dengan alasan apapun justru membuka pintu bagi orang-orang tidak kompeten menjadi pemimpin.

Kesalahan memilih pemimpin itu akan terasa sejak mereka dilantik menjadi gubernur ataupun wali kota/bupati melalui ragam kebijakan yang dikeluarkan. Bukan memberikan harapan baru kepada masyarakat, tapi justru memberi harapan palsu.

Pertanyaannya, mengapa bisa salah memilih kepala daerah? Di antara jawabannya disebabkan salah menerima informasi tentang calon dimaksud, tergiur dengan janji-janji manis tapi palsu, asal pilih tanpa pilah, dan mengikuti apa kata orang bukan pengetahun dan hati Nurani.

Menguji Gagasan, Menakar Program

Ya, setiap momen pemilihan pemimpin semisal Pemilu dan Pilkada, kita acapkali terjebak pada persoalan endorsement tokoh terkenal tertentu, popularitas, citra, janji-janji manis, serangan fajar, hubungan emosional, kesamaan ideologi dan lain sebagainya.

Harus kita akui, budaya memilih pemimpin masyarakat kita masih dominan siapa tokoh yang mendukung kandidat tertentu. Misalnya, Megawati, SBY, Jokowi, Prabowo, Jusuf Kalla, Ma'ruf Amin, Anies Baswedan, Amien Rais dan lain sebagainya. Termasuk juga tokoh agama, para ulama, budayawan dan akademisi.

Sebagian lagi, masyarakat juga memilih karena kepopuleran sang kontestan. Semakin populer seorang calon maka peluang keterpilihan juga semakin besar. Masalahnya, populernya bukan sebab prestasi membangun negeri, tapi karena sering muncul di layar televisi.

Paling buruk adalah ketika alasan memilih seseorang karena mendapatkan keuntungan materi seperti uang, bansos, atau janji jabatan bila terpilih nanti. Pemilih model begini juga lumayan banyak jumlahnya, bahkan terang-terangan mengatakan kalau tidak dikasih uang tidak akan memilihnya walaupun punya gagasan dan program.      

Padahal, substansi dari sebuah pemilihan sejatinya terletak pada gagasan dan program yang ditawarkan. Memilih bukan hanya tentang siapa yang akan memimpin, tetapi lebih kepada bagaimana seorang pemimpin mampu membawa perubahan dan memenuhi kebutuhan masyarakat.

Seharunya, memilih pemimpin itu bukan karena kedekatan emosional dan wajah familiar sang calon, tetapi atas dasar kesamaan visi dan tawaran program yang dianggap mampu membawa perubahan suatu daerah ke arah yang lebih baik.

Semua bentuk kemajuan, dalam bentuk apapun, selalu dimulai dari sebuah gagasan. Misalnya Soekarno dengan konsep kemerdekaan Indonesia, Ki Hajar Dewantara melalui gagasan terkait pendidikan nasional telah menunjukkan bahwa gagasan bukanlah mimpi atau omong kosong.

Begitu pula dengan progam yang ditawarkan oleh kandidat kepala daerah, merupakan cermin kemampuan sang calon pemimpin untuk merealisasikan gagasan-gagasan besarnya. Namun, tidak semua program dapat dilaksanakan atau realistis, sehingga pemilih juga harus mampu membaca mana program yang sekiranya dapat dilaksanakan dan tidak.

Tentu, syaratnya kita harus mampu menguji gagasan serta program sang calon kepala daerah dengan seperangkat pengetahuan yang kita miliki. Pengetahuan inilah yang akan membawa dan membimbing kita untuk menguji gagasan serta menakar program para kontestan.   

Jernih Memilih Pemimpin

Demokrasi telah memberikan kita kebebasan untuk memilih pemimpin berdasarkan nurani masing-masing. Tentu, kebebasan ini harus kita gunakan sebaik-baiknya untuk memilah serta memilih pemimpin berdasarkan rekam jejak, gagasan dan program yang ditawarkan.

Terlebih, kita saat sekarang ini sedang berada pada era keterbukaan informasi, di mana semua informasi mengenai calon kepala daerah, baik gubernur maupun wali kota dan bupati, dapat dengan mudah ditelusuri dan dibaca gagasan-gagasan besarnya.

Namun, sebagai catatan penting, perlunya berhati-hati dalam menerima dan mempercayai sebuah informasi yang diperoleh dari media massa maupun media sosial. Sebab, ada banyak sekali informasi palsu atau hoaks yang sengaja difabrikasi lalu disebarkan untuk memanipulasi pemilih.

Sekali lagi, memilih berdasarkan gagasan dan program para kandidat kepala daerah termasuk bagian dari kedewasaan serta ketinggian literasi seseorang. Mereka tidak mudah terprovokasi oleh kampanye kosong tanpa nilai.

Tidak tertarik dengan kepopuleran seseorang, tidak peduli tokoh dibalik para kontestan, tidak menerima serangan fajar. Selalu mengedepankan rasionalitas dan intelektualitas pribadi dari pada emosional dan perasaan

Saatnya masyarakat Indonesia meninggalkan kebiasaan memilih berdasarkan popularitas semata. Sebaliknya, jadikan gagasan dan program sebagai tolok ukur utama. Pemimpin yang memiliki gagasan brilian dan program konkret adalah harapan untuk membawa bangsa ini ke arah yang lebih baik.      

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun