Mohon tunggu...
bustanol arifin
bustanol arifin Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Happy Reader | Happy Writer

Tertarik Bahas Media dan Politik | Sore Hari Bahas Cinta | Sesekali Bahas Entrepreneurship

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Pemuda, Pemilih Sekaligus Penyuluh Pilkada

11 Oktober 2024   07:36 Diperbarui: 11 Oktober 2024   07:36 32
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam konteks demokrasi Indonesia, kekuasaan itu dibagi menjadi tiga, legislatif, eksekutif dan yudikatif. Dikenal juga dengan istilah trias politica atau pemisahan kekuasaan, yang ketiganya memiliki fungsi, tugas serta tanggung jawab berbeda-beda.

Legislatif bertugas sekaligus bertanggung jawab membuat undang-undang. Eksekutif bertugas melaksanakan undang-undang dan bertanggung jawab terhadap jalannya roda pemerintahan. Sementara yudikatif tugasnya mengontrol semua lembaga, menegakkan hukum, memastikan penegakan hukum dilaksanakan secara baik dan benar.

Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) termasuk lembaga eksekutif dan salah satu pilar demokrasi, di mana masyarakat mempunyai kekuasaan secara penuh dan langsung untuk memilah serta memilih pemimpin daerah mereka di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota.

Pemilihannya dilakukan setiap lima tahun sekali sesuai dengan amanat konstitusi dan mereka yang terpilih akan memimpin daerahnya, melaksanakan undang-undang, menaati hukum dan bertanggung jawab terhadap jalannya pemerintahan.

Dapat diartikan, pemilik kekuasaan tertinggi dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) adalah rakyat itu sendiri. Sebab, semuanya berasal dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Mereka berkuasa untuk menentukan pemimpin mereka lima tahun ke depan.

Nah, dalam konteks yang lebih spesifik, pemuda memiliki posisioning sangat strategis dalam helatan Pilkada ini. Sebagai bagian dari masyarakat, mereka tidak sekadar bertindak sebagai pemilih atau penonton, tetapi juga dapat berperan sebagai aktor.

Selain karena populasinya yang dominan, pemuda memiliki potensi besar untuk melakukan perbaikan, memberikan kontribusi dalam proses demokrasi, menentukan arah pembangunan dan kebijakan di daerah masing-masing.

Potensi Pemuda

Secara kekuatan, pemuda mempunyai energi besar dan ide-ide segar untuk membangun kota, memberikan warna baru dalam proses politik serta mempunyai semangat dan idealisme yang tinggi untuk menata peradaban bangsa.

Meskipun dalam prakteknya, generasi muda masih mengalami kesulitan masuk di parlemen dan berkontestasi dalam proses Pilkada. Bila merujuk pada data CSIS, hal ini disebabkan oleh faktor tingginya dinasti politik dan pengaruh inkumben yang kembali maju.

Terbukti, pada Pemilu legislatif yang lalu representasi anggota dewan dari kalangan anak muda sangat rendah dibandingkan dengan jumlah populasi mereka sendiri secara nasional. Pilkada juga demikian, kandidat muda cenderung lebih sedikit padahal mendominasi.

Namun demikian, meski tidak berhasil masuk parlemen atau tidak mendapatkan tiket untuk maju sebagai kandidat kepala daerah, pemuda masih memiliki potensi dan kesempatan besar untuk mengawal proses Pilkada dengan menjadi pemilih dan penyuluh cerdas.

Pertama, sebagai pemilih, pemuda memiliki tanggung jawab moral, memastikan dirinya tidak memberikan hak suara kepada kandidat kepala daerah yang tidak kompeten, berintegritas dan culas dalam proses Pilkada.

Pemilih muda harus mampu memilah dan memilih calon kepala daerah yang dianggap mampu membawa kemajuan, kemakmuran dan kesejahteraan bagi daerahnya berdasarkan visi-misi dan rekam jejak sang calon kepala daerah.

Tentu saja, langkahnya adalah dengan cara mencari informasi secara mandiri, memverifikasi kebenaran dari berbagai sumber kredibel dan berpartisipasi aktif dalam diskusi-diskusi publik terkait isu-isu politik yang konstruktif.

Kedua, selain sebagai pemilih, pemuda juga harus menjadi penyuluh politik bagi masyarakat supaya ikut melek politik. Memberikan edukasi kepada masyarakat akan pentingnya Pilkada bagi masa depan sebuah daerah dan bangsa Indonesia secara umum.

Ikut terlibat secara aktif dalam kampanye Pilkada damai misalnya, atau politik bebas Money Politic yang sampai detik ini masih banyak dijumpai. Persoalannya bukan hanya di kandidat tapi masyarakat itu sendiri yang cenderung pragmatis dan materialistik.

Ini harus diberikan penyuluhan oleh anak muda yang peduli terhadap masa depan demokrasi dan bangsa Indonesia. Demi terwujudnya proses Pilkada berkualitas, yang mampu melahirkan kepala daerah yang benar-benar kompeten, jujur, amanah dan professional.      

Ujian Pragmatisme

Studi dari SMRC (2022), 45% pemilih muda mengaku lebih tertarik dengan tawaran langsung dibanding program-program jangka panjang. Artinya, pemilih muda juga sedang menghadapi tantangan internal yang cukup berat dalam merespon helatan Pilkada ini.

Berdasarkan data tersebut, banyak kalangan muda yang menganggap bahwa Pilkada itu hanya sebatas formalitas dan sandiwara politik belaka. Lebih sadis lagi, sebagian mereka menjadikan Pilkada sebagai ajang transaksi untuk mendapatkan jabatan dan uang.

Banyak pemuda yang terlibat aktif dalam proses politik, termasuk di dalamnya Pilkada namun hanya sebatas mencari keuntungan pribadi, bukan untuk kepentingan bangsa dan negara. Ada juga yang enggan mencoblos kalau tidak dapat uang.

Selain pragmatis, pemilih muda juga dihadapkan pada tantangan apatisme terhadap politik. di mana, banyak pemilih muda yang menganggap politik tidak relevan dengan diri mereka dan merasa tidak memiliki tanggung jawab moral terhadap kondisi daerahnya.

Akibatnya, membiarkan kerusakan terjadi di setiap lini kehidupan bernegara sebab sudah tak peduli lagi terhadap persoalan politik. Kalaupun tidak apatis, mereka pesimis karena merasa bahwa suaranya tidak akan memberikan dampak signifikan terhadap perubahan bangsa ini.

Tentu, ini menjadi catatan tersendiri dan penting bukan hanya bagi kalangan muda, tapi juga kalangan tua yang menitipkan masa depan Indonesia di pundak anak-anak muda. Bagaimana caranya agar kesadaran politik generasi muda tumbuh selaras dengan pemahaman politik itu sendiri.  

Membangun Optimisme

Bagaimanapun, Pilkada tidak akan pernah lepas dari peran pemuda atau pemuda mempunyai peran sangat strategis dalam proses Pilkada. Selain karena besarnya populasi, potensi pemuda juga sangat besar, baik pemikiran atau gagasan maupun fisik dan mental.

Pilkada dan Pemuda memiliki hubungan yang sangat intim, bahkan boleh dikata politik bagian dari nafas seorang pemuda. Dalam arti lain, perlu dipertanyakan jiwa kepemudaannya jika ada pemuda yang enggan mengurus politik.

Hanya saja, pemuda dalam berpolitik atau paling tidak saat proses Pilkada jangan sampai jadi atau terjebak dalam kubangan pragmatisme, menukar idealisme dan suara dengan kekuasaan atau uang yang sifatnya sementara.

Juga, jangan sampai apatis dan pesimis terhadap politik. Sebab, kepedulian kita pada politik termasuk bagian dari kepedulian kita terhadap bangsa dan negara Indonesia. Sekecil apapun kontribusi kita dalam proses politik akan sangat berdampak pada perubahan dan perbaikan Indonesia di masa depan.

Terakhir, Pilkada sudah di depan mata dan kita sebagai pemuda perlu mengambil peran dalam proses pelaksanaannya. Kita awasi semuanya supaya tidak terjadi kecurangan, kita jaga kondisi agar tetap aman serta damai, dan pastikan kita termasuk bagian dari pemilih dan penyuluh muda yang cerdas sekaligus berintegritas.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun