Namun demikian, meski tidak berhasil masuk parlemen atau tidak mendapatkan tiket untuk maju sebagai kandidat kepala daerah, pemuda masih memiliki potensi dan kesempatan besar untuk mengawal proses Pilkada dengan menjadi pemilih dan penyuluh cerdas.
Pertama, sebagai pemilih, pemuda memiliki tanggung jawab moral, memastikan dirinya tidak memberikan hak suara kepada kandidat kepala daerah yang tidak kompeten, berintegritas dan culas dalam proses Pilkada.
Pemilih muda harus mampu memilah dan memilih calon kepala daerah yang dianggap mampu membawa kemajuan, kemakmuran dan kesejahteraan bagi daerahnya berdasarkan visi-misi dan rekam jejak sang calon kepala daerah.
Tentu saja, langkahnya adalah dengan cara mencari informasi secara mandiri, memverifikasi kebenaran dari berbagai sumber kredibel dan berpartisipasi aktif dalam diskusi-diskusi publik terkait isu-isu politik yang konstruktif.
Kedua, selain sebagai pemilih, pemuda juga harus menjadi penyuluh politik bagi masyarakat supaya ikut melek politik. Memberikan edukasi kepada masyarakat akan pentingnya Pilkada bagi masa depan sebuah daerah dan bangsa Indonesia secara umum.
Ikut terlibat secara aktif dalam kampanye Pilkada damai misalnya, atau politik bebas Money Politic yang sampai detik ini masih banyak dijumpai. Persoalannya bukan hanya di kandidat tapi masyarakat itu sendiri yang cenderung pragmatis dan materialistik.
Ini harus diberikan penyuluhan oleh anak muda yang peduli terhadap masa depan demokrasi dan bangsa Indonesia. Demi terwujudnya proses Pilkada berkualitas, yang mampu melahirkan kepala daerah yang benar-benar kompeten, jujur, amanah dan professional. Â Â Â
Ujian Pragmatisme
Studi dari SMRC (2022), 45% pemilih muda mengaku lebih tertarik dengan tawaran langsung dibanding program-program jangka panjang. Artinya, pemilih muda juga sedang menghadapi tantangan internal yang cukup berat dalam merespon helatan Pilkada ini.
Berdasarkan data tersebut, banyak kalangan muda yang menganggap bahwa Pilkada itu hanya sebatas formalitas dan sandiwara politik belaka. Lebih sadis lagi, sebagian mereka menjadikan Pilkada sebagai ajang transaksi untuk mendapatkan jabatan dan uang.
Banyak pemuda yang terlibat aktif dalam proses politik, termasuk di dalamnya Pilkada namun hanya sebatas mencari keuntungan pribadi, bukan untuk kepentingan bangsa dan negara. Ada juga yang enggan mencoblos kalau tidak dapat uang.