demokrasi Indonesia, kekuasaan itu dibagi menjadi tiga, legislatif, eksekutif dan yudikatif. Dikenal juga dengan istilah trias politica atau pemisahan kekuasaan, yang ketiganya memiliki fungsi, tugas serta tanggung jawab berbeda-beda.
Dalam konteksLegislatif bertugas sekaligus bertanggung jawab membuat undang-undang. Eksekutif bertugas melaksanakan undang-undang dan bertanggung jawab terhadap jalannya roda pemerintahan. Sementara yudikatif tugasnya mengontrol semua lembaga, menegakkan hukum, memastikan penegakan hukum dilaksanakan secara baik dan benar.
Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) termasuk lembaga eksekutif dan salah satu pilar demokrasi, di mana masyarakat mempunyai kekuasaan secara penuh dan langsung untuk memilah serta memilih pemimpin daerah mereka di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota.
Pemilihannya dilakukan setiap lima tahun sekali sesuai dengan amanat konstitusi dan mereka yang terpilih akan memimpin daerahnya, melaksanakan undang-undang, menaati hukum dan bertanggung jawab terhadap jalannya pemerintahan.
Dapat diartikan, pemilik kekuasaan tertinggi dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) adalah rakyat itu sendiri. Sebab, semuanya berasal dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Mereka berkuasa untuk menentukan pemimpin mereka lima tahun ke depan.
Nah, dalam konteks yang lebih spesifik, pemuda memiliki posisioning sangat strategis dalam helatan Pilkada ini. Sebagai bagian dari masyarakat, mereka tidak sekadar bertindak sebagai pemilih atau penonton, tetapi juga dapat berperan sebagai aktor.
Selain karena populasinya yang dominan, pemuda memiliki potensi besar untuk melakukan perbaikan, memberikan kontribusi dalam proses demokrasi, menentukan arah pembangunan dan kebijakan di daerah masing-masing.
Potensi Pemuda
Secara kekuatan, pemuda mempunyai energi besar dan ide-ide segar untuk membangun kota, memberikan warna baru dalam proses politik serta mempunyai semangat dan idealisme yang tinggi untuk menata peradaban bangsa.
Meskipun dalam prakteknya, generasi muda masih mengalami kesulitan masuk di parlemen dan berkontestasi dalam proses Pilkada. Bila merujuk pada data CSIS, hal ini disebabkan oleh faktor tingginya dinasti politik dan pengaruh inkumben yang kembali maju.
Terbukti, pada Pemilu legislatif yang lalu representasi anggota dewan dari kalangan anak muda sangat rendah dibandingkan dengan jumlah populasi mereka sendiri secara nasional. Pilkada juga demikian, kandidat muda cenderung lebih sedikit padahal mendominasi.