Seperti prediksi banyak kalangan, Indonesia akan ketiban anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa berupa kekayaan sumber daya manusia muda dan akan menikmati bonus demografi tersebut pada tahun 2030, dan puncaknya pada saat Indonesia berusia 1 abad, diprediksi akan menjadi negara berdaulat, maju, adil dan makmur sebagaimana visi 2045.
Jumlah penduduk usia produktif atau bonus demografi ini dapat menjadi berkah bila mereka semua terserap secara maksimal oleh pasar kerja, dan berubah jadi musibah bagi Indonesia jika angkatan kerja dimaksud tidak terserap dengan baik.Â
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2023 terdapat kurang lebih 191 juta jiwa jumlah usia produktif Indonesia pada tahun 2022. Mendominasi jumlah penduduk yang terdiri dari 96.7 juta laki-laki dan 93.4 juta penduduk perempuan.
Bila dipetakan lebih spesifik lagi berdasarkan usia muda, maka usia 15-50 tahun itu termasuk paling banyak, baik laki-laki maupun perempuan. Sementara usia di atasnya yakni 55-64 tahun jumlahnya lebih sedikit meskipun mereka masih tergolong usia produktif karena dianggap masih bisa bekerja dan menghasilkan sesuatu.
Data ini mengkonfirmasi bahwa kawula muda merupakan penduduk mayoritas serta penentu masa depan republik Indonesia. Dalam artian, generasi muda menjadi tumpuan harapan serta tulang punggung bangsa saat ini dan nanti.
Secara historis, pemuda selalu menjadi inisiator sekaligus eksekutor perubahan dan kemajuan sebuah bangsa, termasuk Indonesia yang sejak sebelum Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) terbentuk sudah ada peran kawula muda yang komitmen berjuang mewujudkan negara Indonesia hingga saat ini.
Pemuda dengan idealisme dan mentalitas juangnya memiliki potensi sangat luar biasa dalam mengubah tatanan kehidupan masyarakat. Mereka selalu membawa semangat kreativitas dan inovasi dalam menghadapi tantangan-tantangan baru.
Sayangnya, potensi besar ini acapkali tidak terberdayakan secara maksimal dan cenderung terabaikan oleh pemangku kebijakan. Ibarat kata, mereka dituntut untuk selalu produktif dan berkontribusi terhadap kemajuan bangsa, namun pada saat yang sama mereka tidak didukung dengan sebuah kebijakan yang mampu mengantarkan mereka untuk maju.
Tentu, indikatornya jelas berupa akses pendidikan, jumlah pengangguran, peluang kerja serta pelibatan mereka dalam pembahasan sekaligus pengambilan keputusan tentang kebijakan publik. Sebagian orang malah menjadikan bonus demografi ini sebagai komoditas politik yang diperjual belikan untuk mendapatkan keuntungan pribadi.
Kota Ramah Pemuda
Pemuda atau penduduk usia produktif yang jumlahnya mencapai 191 juta tersebar di berbagai kabupaten/kota di seluruh bumi Nusantara. Meskipun secara jumlah tidaklah sama, namun mereka mendominasi semua wilayah Indonesia.
Makanya agak aneh bila ada daerah yang sampai detik ini belum atau bahkan tidak memberi perhatian khusus kepada kaum muda. Perhatian dimaksud adalah ruang aktualisasi diri untuk generasi muda dalam rangka menajamkan idealisme dan cita-cita mereka dalam membangun bangsa dan negara.
Kota Ramah Pemuda bisa menjadi solusi inovatif untuk menciptakan sebuah lingkungan yang mendukung dan memberdayakan anak-anak muda supaya mampu berpartisipasi aktif dalam pembangunan kota serta memajukan bangsa.
Kota yang menjamin hak setiap pemuda dalam mengakses pendidikan, kesehatan, lapangan kerja dan partisipasi publik. Termasuk juga, menyediakan fasilitas berupa ruang kreativitas, inovasi dan olahraga bagi pemuda sebagai bentuk perhatian serta wadah improvisasi diri.
Dalam hal pendidikan, kota ramah pemuda harus mampu menyediakan layanan pendidikan yang bisa diakses oleh seluruh lapisan generasi muda berikut sistem pendidikan yang relevan dengan perkembangan dan kebutuhan zaman seperti pelatihan vokasional, pengembangan keterampilan digital, kewirausahaan dan lain sebagainya.
Selain itu, kota ramah pemuda harus mampu menyediakan akses terhadap peluang kerja yang layak, baik melalui sektor formal maupun informal dengan cara menggandeng sektor swasta untuk menciptakan lapangan kerja, mendukung start-up, usaha kecil dan menengah yang dimotori oleh pemuda.
Kawula muda juga harus dilibatkan secara aktif dalam proses pengambilan keputusan di tingkat daerah. Melalui pembentukan forum-forum pemuda, organisasi atau mekanisme partisipatif lainnya yang memungkinkan pemuda untuk menyampaikan aspirasi dan berkontribusi dalam perumusan kebijakan publik.
Fasilitas publik yang ramah bagi pemuda, semisal taman, perpustakaan, pusat komunitas, dan ruang-ruang publik lainnya yang mendukung aktivitas kreatif, inovatif, olahraga serta sosial. Termasuk di dalamnya infrastruktur internet untuk mendukung mobilitas para pemuda.
Terakhir, kesehatan fisik dan mental pemuda juga harus menjadi prioritas sebagai simbol dari kota ramah pemuda. Akses ke layanan kesehatan berkualitas, kampanye kesehatan mental, serta program pencegahan narkoba dan kekerasan bagi kalangan pemuda.
Peran dan Visi CakadaÂ
Lebih jauh, bila merujuk pada UU No 40 Tahun 2009 Tentang Kepemudaan maka kita akan mendapati bahwa salah satu pertimbangan lahirnya UU ini adalah karena pemuda memiliki fungsi dan peran yang sangat strategis sehingga perlu dikembangkan potensi dan perannya melalui penyadaran, pemberdayaan, dan pengembangan.
Selanjutnya, pada poin C juga disebutkan bahwa untuk mewujudkan tujuan pembangunan nasional, diperlukan pemuda yang berakhlak mulia, sehat, tangguh, cerdas, mandiri serta profesional.
Poin D, untuk membangun pemuda, diperlukan pelayanan kepemudaan dalam dimensi pembangunan di segala bidang kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Dalam konteks konstelasi pemilihan kepala daerah atau Pilkada yang akan dilaksanakan secara serentak pada 27 November 2024 mendatang, maka para kandidat kepala daerah mempunyai peranan penting untuk mewujudkan amanat Undang-Undang Kepemudaan ini dalam bentuk janji politik dan visi calon kepada daerah.
Calon kepada daerah akan mendapatkan perhatian berbeda dari pemilih muda bila dalam visi-misinya berjanji akan mengembangkan potensi anak-anak muda dan hendak menjadikan kota yang dipimpinnya nanti lebih ramah pemuda.
Pasalnya, UU Kepemudaan tersebut mengamanatkan juga kepada pemerintah daerah supaya memberikan pelayanan khusus kepada generasi muda. Dalam artian, bila terpilih nanti maka janji politiknya, membangun kota ramah pemuda, harus ditunaikan.
Tentu saja, para kandidat perlu menyiapkan secara serius dan matang rencana aksi yang jelas dan terukur mengenai visi kota ramah pemuda ini. Tahapan-tahapannya harus jelas, termasuk soal anggarannya, dari mana sumbernya.
Umpamanya, berjanji, bila terpilih nanti akan memberikan bantuan dana senilai 10 juta untuk modal usaha bagi anak-anak muda, menyediakan beasiswa pendidikan sampai jenjang doktor bagi 1 juta anak muda, atau akan melibatkan anak-anak muda dalam struktur pemerintahannya.
Nah, visi atau janji politik ini harus dirasionalisasi supaya pada saat implementasi kebijakan nanti tidak kelimpungan. Perlu disesuaikan dengan kemampuan pendapatan daerah masing-masing, bukan sebatas retorika politik seperti janji politisi pada umumnya.
Nampak lebih menarik, jika saat kontestasi seperti saat sekarang ini para kontestan Pilkada sudah mulai banyak melibatkan anak-anak muda sebagai tim pemenangannya. Selain karena faktor elektoral yang lebih mampu menggaet pemilih muda, juga sebagai bukti keseriusan bahwa dirinya benar-benar ingin membangun pemuda.
Menjadi Pemilih Cerdas
Melihat populasi pemilih yang didominasi kalangan muda, pastinya calon kepala daerak akan banyak menyasar anak-anak muda sebagai target kampanye. Mereka akan menggunakan cara terbaiknya demi mendapatkan simpati dari pemilih muda ini.
Dalam kondisi seperti ini, anak-anak muda harus mampu memilah dan memilih mana cakada yang betul-betul ingin membangun kota dan mengembangkan potensi pemuda dengan calon kepala daerah yang hanya pandai beretorika.
Penting kiranya melihat terlebih dahulu rekam jejak masing-masing pasangan calon kepala daerah di tempat kita masing-masing. Mulai dari integritas, profesionalitas, intelektual dan pengalaman mengabdi dalam kehidupannya.
Ini penting, supaya kita sebagai pemilih muda apalagi pemula tidak mudah terbuai oleh janji-janji palsu politisi. Kita harus menjadi pemilih cerdas dengan cara mengedepankan rasionalitas dan objektivitas dalam memilah dan memilih calon kepada daerah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H