Mohon tunggu...
bustanol arifin
bustanol arifin Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Happy Reader | Happy Writer

Tertarik Bahas Media dan Politik | Sore Hari Bahas Cinta | Sesekali Bahas Entrepreneurship

Selanjutnya

Tutup

Analisis Artikel Utama

Pilkada dan DKI Jakarta

10 Juni 2024   11:41 Diperbarui: 11 Juni 2024   01:45 515
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ILUSTRASI Pilkada DKI Jakarta (KOMPAS.COM/Andika Bayu Setyaji)

Artinya, bila niat majunya memang benar-benar ingin mewujudkan kesejahteraan, keadilan, kemakmuran dan kemajuan bagi sebuah daerah, mengapa tidak mencalonkan diri di wilayah yang masih tertinggal.

Pertanyaan seperti ini wajar dan perlu kita lontarkan supaya mendapatkan jawaban pasti atau paling tidak gambaran terkait dinamika politik dalam negeri. Ada apa dibalik perebutan daerah DKI Jakarta.

Faktanya, diskusi politik pasca Pemilu dan menjelang Pilkada ini lebih banyak membahas calon kepala daerah DKI Jakarta. Bahkan, beberapa nama tokoh belakangan ini mencuat untuk ikut konstestasi Pemilihan Kepala Daerah DKI Jakarta.

Partai politik dengan manuvernya mulai menyodorkan nama-nama yang akan diusung sebagai bakal calon kepala dan wakil daerah nanti. Pada saat yang sama, media massa juga ikut serta menggiring opini publik agar tertuju pada Pilkada DKI Jakarta.

Padahal, pelaksanaan Pilkada kali dilakukan serentak alias bersamaan. Logikanya, mestinya hal ini juga dibahas dan didiskusikan secara bersamaan atau secara keseluruhan. Misalnya, daerah Papua, siapa kader-kader terbaik partai yang akan diusung di sana.

Namun demikian, logika politik memang tak sama dengan logika pada umumnya. Kadangkala, sesuatu yang tak masuk akal, justru ada di dunia politik dan atau sebaliknya. Contonya di atas, jabatan politik diperebutkan dalam rangka hendak memajukan daerah.

Nyatanya, daerah yang sudah maju malah diperebutkan. Tentu, logika seperti ini tak dapat kita jumpai dalam kamus besar kehidupan masyarakat awam. Politik kadang hanya tentang sebuah kekuasaan, bukan soal kenegaraan apalagi perjuangan.

Usut punya usut, ternyata memang DKI Jakarta ini memiliki magnet besar dan khusus untuk menapaki tangga politik lebih tinggi. Hasil pilkada DKI Jakarta dapat menjadi preferensi politik masyarakat Indonesia secara umum.

Sebagai contoh, kemenangan Joko Widodo dalam Pilkada DKI 2012 menjadi jalan pembuka bagi dirinya untuk mencalonkan diri sebagai calon presiden pada Pemilu 2014 dan menang. Begitu pula dengan Anies Rasyid Baswedan, menang Pilgub DKI lalu melanggeng ke Pilpres.

Bagi partai politik, Pilkada DKI Jakarta merupakan batu loncatan untuk menguji kekuatan serta strategi politik mereka. Dalam istilah lain, hasil Pilkada DKI Jakarta bukan hanya menghasilkan gubernur dan wakilnya, tetapi turut menentukan peta politik nasional.

Sekali lagi, Pilkada DKI Jakarta menjadi cerminan dari kualitas demokrasi Indonesia, menjadi miniatur serta barometer politik nasional. Memahami dinamika Pilkada DKI Jakarta, berarti menggambarkan luasnya wawasan politik kebangsaan kita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun