Mohon tunggu...
bustanol arifin
bustanol arifin Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Happy Reader | Happy Writer

Tertarik Bahas Media dan Politik | Sore Hari Bahas Cinta | Sesekali Bahas Entrepreneurship

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

4 Modal Utama Menang Pilkada

8 Mei 2024   18:32 Diperbarui: 8 Mei 2024   18:38 318
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024 | istockphoto.com/Rawf8

Setelah helatan pemilihan umum (pemilu presiden dan legislatif) selesai, kini rakyat Indonesia akan kembali menyelenggarakan pesta demokrasi tingkat provinsi dan kota. Dikenal dengan istilah pemilihan kepada daerah atau Pilkada.

Berdasarkan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 2 Tahun 2024, bahwa Pilkada kali ini akan dilaksanakan secara serentak pada 27 November 2024. Adapun tahapan-tahapan pelaksanannya sudah dimulai sejak Januari dan berakhir pada Desember 2024.  

Terlihat, beberapa partai politik sudah mulai menyeleksi sekaligus menyodorkan nama-nama kadernya ke publik untuk mendapatkan respon dari masyarakat.

Termasuk juga individu yang punya keinginan maju sebagai bakal calon gubernur dan atau wali kota/bupati, sudah mulai melakukan manuver dengan membuat pernyataan, perbuatan kontroversial supaya mendapatkan atensi publik.

Mereka terdiri dari para politisi, selebriti, akademisi, kiai dan lain sebagainya. Sebagian wajah lama, pernah jadi kepala daerah lalu hendak mencalonkan diri lagi. Namun, tidak sedikit juga pendatang baru.

Tak hanya itu, mereka juga sedang melakukan pendekatan atau komunikasi kepada partai agar berkenan mengusung mereka sebagai calon kepala daerah baik provinsi maupun kabupaten. Malahan, ada yang sudah mendapatkan rekomendasi dari partai tertentu untuk maju.

Gemuruh tahapan pemilihan kepala daerah tahun 2024 ini terlihat jelas dari mulai bekerjanya mesin politik setiap partai dengan mengenalkan figur-figur potensial mereka melalui jagat media massa dan sosial.

Belajar dari Pemilihan Umum Presiden

Pilkada memiliki persamaan dengan pemilu presiden, yakni Lansung, Umum, Bebas, Rahasia, Jujur dan Adil yang kemudian disingkat menjadi Luber-Jurdil. Hanya beda cakupan wilayahnya saja yang terbatas pada tingkat provinsi dan kabupaten-kota.

Sebagaimana pemilu presiden beberapa waktu lalu, pemilihannya dilaksanakan secara lansung, umum, bebas dan rahasia. Langsung artinya, seluruh rakyat Indonesia memiliki hak untuk memilih calon pemimpin secara langsung sesuai hati nuraninya.

Umum artinya, pelaksanaan pemilu tanpa ada diskriminasi berdasarkan suku, ras, golongan, agama, status sosial, pekerjaan jenis kelamin dan sebagainya. Semuanya memiliki hak yang sama untuk memilih calon pemimpin.

Bebas artinya, seluruh warga negara yang memiliki hak pilih bebas dari intervensi apapun dan siapapun. Sehingga, dalam menyalurkan aspirasi sekaligus hak pilihnya dijamin keamanan serta keselamatannya.

Rahasia berarti, semua warga negara yang memberikan hak suara tidak dapat diketahui oleh siapapun kecuali ia dan Tuhannya. Bilik suara adalah bukti tempat paling rahasia dalam pemilu presiden dan legislatif.

Pada saat yang sama, pelaksanaan pemilu harus berpegang teguh pada prinsip jujur dan adil. Jujur artinya tidak melakukan segala cara (curang) untuk memenagkan pemilu, sementara adil menempatkan sesuatu sesuai dengan ketentuannya.

Prinsip ini harus benar-benar terasa, terlaksana dan terlihat dalam pelaksanaan Pilkada nanti. Apa yang baik dari pemilu kemarin berdasarkan prinsip Luber-Jurdil harus dipertahankan, dan kekurangannya perlu disempurnakan.

Pilkada Langsung, Umum, Bebas dan Rahasia (Luber) berkaitan langsung dengan rakyat, sang pemilik suara. Sementara Jujur dan Adil (Jurdil) erat kaitannya dengan penyelenggara Pilkada itu sendiri.

Modal Utama Menang Pilkada           

Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) disambut gegap gempita oleh seluruh lapisan masyarakat Indonesia. Ini pertanda bahwa amanat reformasi dengan sistem demokrasi berjalan dengan baik tanpa menimbulkan konflik politik

Tentu, hal ini tak lain karena berkat Rahmat Tuhan Yang Maha Esa yang telah menyatukan hati seluruh anak bangsa dalam naungan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan kibaran bendera merah putih

Ini perlu menjadi kesyukuran bagi kita semua dengan cara terus menjaga persatuan, kesatuan dan mengelola seluruh daratan, lautan serta udara sebenar-benar dan sebaik-baiknya untuk kepentingan bangsa dan negara.

Dalam arti lain, seketat dan sepanas apapun pelaksanaan Pilkada nanti jangan sampai menjadi penyulut terjadinya konflik politik yang berakibat pada perpecahan sesama anak bangsa.  

Meski demikian, semangat kompetisi menjadi terbaik dari yang baik itu kemudian redup atau hilang. Justru, pemilihan kepala daerah perlu menjadi ajang unjuk kekuatan dan kemampuan dalam menjalankan tugas pemerintahan.

Makanya, perlu ada peta dan langkah konkret bagi seluruh kontestan Pilkada sebagai kunci meraih kemenangan. Sebab, dalam konteks kompetisi seperti Pilkada pasti ada yang kalah dan menang.

Semua kontestan Pilkada pasti ingin menang, tapi bukan berarti tidak siap kalah. Secara otomatis untuk menang, perlu adanya modal.

Nah, modal tersebut paling tidak mengandung empat unsur ini. Integritas, kualitas, isi tas, dan popularitas. Keempatnya menjadi modal utama bagi para kontestan dalam membangun jalan menuju kursi kekuasaan.

Pertama, integritas. Modal pertama ini sebenarnya lebih menitikberatkan pada faktor figur atau individu sebagai kontestan Pilkada. Integritas bukan sekadar jargon kosong, melainkan karakter sesungguhnya seorang pemimpin.

Masyarakat semakin cermat dalam menilai integritas calon pemimpinnya. Kredibilitas tanpa cela dan integritas yang tak terkoyak oleh godaan kekuasaan akan menjadi magnet bagi pemilih yang haus akan kepemimpinan yang jujur dan bertanggung jawab.

Kedua, kapabalitas. Integritas atau isi hati saja belumlah cukup, kapabalitas seorang kandidat menjadi modal berharga dalam meraih dukungan rakyat.

Kapabalitas di sini bukan sekadar kecerdasan intelektual (isi kepala) semata, melainkan juga kebijaksanaan dalam mengelola masalah-masalah kompleks yang dihadapi daerah. Termasuk juga rekam jejak berupa pengalaman memimpin sebelum maju dalam pilkada.

Sebagian pemilih menuntut atau mencari calon pemimpin yang tidak hanya pandai bicara, tetapi juga pandai bertindak dalam menyelesaikan beragam masalah di daerah tersebut.

Ketiga, isi tas. Di samping integritas dan kapabalitas, tidak dapat diabaikan bahwa politik juga membutuhkan sumber daya finansial yang cukup. Isi tas atau biaya politik, menjadi faktor yang tak terelakkan dalam sebuah kontestasi politik, termasuk Pilkada.

Dana kampanye, biaya saksi, dan berbagai keperluan lainnya membutuhkan investasi finansial yang sangat besar. Selain karena ada perubahan paradigma sebagian pemilih yang menukar idealisme dengan materi.

Sebagai fakta di lapangan, beberapa kali pelaksanaan pemilu baik pilpres maupun pilkada, praktek politik uang masih ditemukan dan bahkan lebih masif serta dilakukan secara terang-terangan. 

Namun demikian, bukan berarti "isi tas" kemudian mereduksi substansi pentingnya integritas dan kapabalitas seorang pemimpin itu sendiri.

Keempat, popularitas. Kedekatan dengan pemilih juga menjadi penting, sehingga membangun popularitas itu adalah keniscayaan agar calon tersebut dikenal oleh masyarakat.

Semakin dikenal seorang kandidat, maka peluang menjadi pemenang pilkada itu semakin terbuka lebar. Bahkan, menurut sebagian pengamat politik, salah satu faktor kemenangan Prabowo-Gibran pada pemilu lalu karena mereka lebih popular kerimbang lawannya.  

Sebaliknya, paslon yang kurang familiar di telinga para pemilih cenderung tidak akan terpilih. Sebab, dalam konteks pilpres dan pilkada, masyarakat Indonesia lebih suka memilih figur atau tokoh daripada partai atau organisasinya.

Era teknologi-informasi saat ini, bisa menjadi kekuatan atau alat untuk menaikkan popularitas, membangun citra positif di mata masyarakat.  

Penting untuk dicatat bahwa di balik gemerlap popularitas, keempat modal utama ini tidak boleh dipisahkan satu sama lain. Sebuah keseimbangan yang tepat antara integritas, kualitas, isi tas, dan popularitas menjadi kunci sukses seorang calon dalam meraih kemenangan dalam Pilkada.

Integritas tanpa kapabalitas akan menjadi omong kosong alias slogan belaka, dan begitu juga sebaliknya. Sedangkan isi tas tanpa popularitas hanya akan menjadi investasi sia-sia.

Sebagai pemilih cerdas, kita dituntut untuk tidak hanya terpancing oleh gemerlap popularitas semata. Kita harus mampu melihat lebih dalam, menilai integritas dan kualitas seorang calon. Hanya dengan pemimpin yang memiliki modal utama ini, kita dapat memastikan bahwa masa depan daerah kita akan diperjuangkan dengan tulus dan bertanggung jawab.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun