Namun demikian, bukan berarti "isi tas" kemudian mereduksi substansi pentingnya integritas dan kapabalitas seorang pemimpin itu sendiri.
Keempat, popularitas. Kedekatan dengan pemilih juga menjadi penting, sehingga membangun popularitas itu adalah keniscayaan agar calon tersebut dikenal oleh masyarakat.
Semakin dikenal seorang kandidat, maka peluang menjadi pemenang pilkada itu semakin terbuka lebar. Bahkan, menurut sebagian pengamat politik, salah satu faktor kemenangan Prabowo-Gibran pada pemilu lalu karena mereka lebih popular kerimbang lawannya. Â
Sebaliknya, paslon yang kurang familiar di telinga para pemilih cenderung tidak akan terpilih. Sebab, dalam konteks pilpres dan pilkada, masyarakat Indonesia lebih suka memilih figur atau tokoh daripada partai atau organisasinya.
Era teknologi-informasi saat ini, bisa menjadi kekuatan atau alat untuk menaikkan popularitas, membangun citra positif di mata masyarakat. Â
Penting untuk dicatat bahwa di balik gemerlap popularitas, keempat modal utama ini tidak boleh dipisahkan satu sama lain. Sebuah keseimbangan yang tepat antara integritas, kualitas, isi tas, dan popularitas menjadi kunci sukses seorang calon dalam meraih kemenangan dalam Pilkada.
Integritas tanpa kapabalitas akan menjadi omong kosong alias slogan belaka, dan begitu juga sebaliknya. Sedangkan isi tas tanpa popularitas hanya akan menjadi investasi sia-sia.
Sebagai pemilih cerdas, kita dituntut untuk tidak hanya terpancing oleh gemerlap popularitas semata. Kita harus mampu melihat lebih dalam, menilai integritas dan kualitas seorang calon. Hanya dengan pemimpin yang memiliki modal utama ini, kita dapat memastikan bahwa masa depan daerah kita akan diperjuangkan dengan tulus dan bertanggung jawab.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H