Mohon tunggu...
bustanol arifin
bustanol arifin Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Happy Reader | Happy Writer

Tertarik Bahas Media dan Politik | Sore Hari Bahas Cinta | Sesekali Bahas Entrepreneurship

Selanjutnya

Tutup

Analisis Artikel Utama

Reforma Agraria, Isu Krusial pada Debat Cawapres

21 Januari 2024   10:08 Diperbarui: 21 Januari 2024   13:27 455
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebagaimana terpampang jelas di laman website Menkominfo (Kementerian Komunikasi dan Informasi) bahwa reforma agraria mampu mengatasi beragam persoalan, seperti ketimpangan penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah, sengketa dan konflik agraria, alih fungsi lahan pertanian yang masif, turunnya kualitas lingkungan hidup, kemiskinan dan pengangguran serta kesenjangan sosial.

Pemerintah melalui reforma agraria meyakini mampu menuntaskan masalah kemiskinan masyarakat desa, meningkatkan kesejahteraan dengan kemandirian pangan nasional, meningkatkan produktivitas tanah, memberikan pengakuan hak atas tanah yang dimiliki baik secara pribadi, negara, dan tanah milik umum yang pemanfaatannya untuk memenuhi kepentingan masyarakat (www.kominfo.go.id)

Hanya saja, retorika hampir tidak selalu sama dengan realita. Reforma agraria yang seharusnya atau acapkali digembar-gemborkan menjadi sumber lahirnya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia justru jadi sumber ketimpangan dan konflik agrarian. Sepertinya, masalahnya lebih besar dan sulit ketimbang solusi yang ditawarkan.

Konsorsium Pembaharuan Agraria (KPA) misalnya mencatat ada 2.710 konflik agraria selama kepemimpinan presiden Joko Widodo, yang berdampak pada 5,8 juta hektare tanah sekaligus berdampak pada 1,7 juta keluarga di seluruh Indonesia. Salah satu kasus teranyar adalah konflik agraria di Pulau Rempang, Kepulauan Riau yang sampai saat ini belum selesai.

Kasus konflik agraria meningkat 12 persen pada 2023, dan paling banyak terjadi di sektor perkebunan Hak Guna Usaha (HGU). Pada saat yang sama, penyelesaian konflik agraria lebih banyak menggunakan pendekatan kekerasan fisik dan teror psikologis kepada masyarakat dengan korban mencapai 91 orang di tahun 2023 ini. Ini tentu menjadi catatan buruk terhadap pemerintah dalam mengelola agraria di Indonesia

Banyak hal tentunya yang menjadi penyebab mengapa reforma agraria ini belum mampu menghadirkan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia, khususnya masyarakat pedalaman atau desa. Salah satunya faktor kebijakan yang disinyalir masih lebih berpihak pada korporasi atau pemilik modal ketimbang masyarakat kecil seperti petani, pekebun dan lainnya.

Akibat dari kebijakan tersebut, lahirlah kriminalisasi pemilik tanah, terutama masyarakat adat. Kebijakan yang berpihak pada korporasi ini juga melahirkan ketimpangan dalam kepemilikan tanah, mereka yang punya dana diberikan akses mudah, diberi konsesi. Sementara masyarakat kelas bawah cenderung diintimidasi untuk melepaskan tanahnya.

Menyikapi persoalan ini, tentu kita ingin mengetahui bagaimana respons cawapres dan apa rencana kebijakan atau tawaran solusi yang dihadirkan untuk menyelesaikan masalah agraria. 

Sekali lagi, debat nanti malam akan melihat sejauh mana gagasan para capres-cawapres dalam menjawab isu pembangunan berkelanjutan, agrarian, pangan hingga lingkungan.

Debat cawapres bukan hanya panggung retorika, melainkan peluang bagi masyarakat untuk melihat sisi konkret dari visi dan rencana aksi calon pemimpin. Bagaimana mereka merangkul dan mengatasi kompleksitas isu-isu pembangunan berkelanjutan hingga desa menjadi tolak ukur kebijaksanaan dan kepemimpinan mereka.

Sembari menanti malam debat pada pukul 19.00 WIB nanti, siapkan informasi mengenai visi-misi dari masing-masing kandidat serta tujukan mata dan pikiran kita pada kandidat yang mampu menyajikan gagasan inovatif, solusi praktis, dan komitmen nyata terhadap pembangunan berkelanjutan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun