Mohon tunggu...
bustanol arifin
bustanol arifin Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Happy Reader | Happy Writer

Tertarik Bahas Media dan Politik | Sore Hari Bahas Cinta | Sesekali Bahas Entrepreneurship

Selanjutnya

Tutup

Love

Ketika Pasangan jadi Sumber Datangnya Kebaikan

6 Januari 2024   14:51 Diperbarui: 6 Januari 2024   14:59 158
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar sepasang kupu-kupu | pixabay.com/roverhate

Kita mungkin pernah mengalami kebuntuan berfikir, tidak mendapatkan ide dan gagasan untuk memulai atau melanjutkan sebuah pekerjaan. Dalam dunia kepenulisan, istilah ini dikenal dengan writers block, hilangnya ide pada seorang penulis yang sedang membuat tulisan.

Bisa berdampak pada kesehatan mental dengan tingkatan sekaligus cara mengatasinya beragam. Ada yang menghadapinya dengan santai dan menganggapnya hal biasa, tapi tidak sedikit juga yang mengalami stres bahkan depresi akibat mangalami kebuntuan berfikir ini. Tentu, banyak hal yang menjadi pemicu munculnya thinking block ini. Dua di antaranya, kurang membaca dan minimnya pengalaman.

Ya, bisa bayangkan! Dalam kondisi sedang terburu-buru menyelesaikan pekerjaan, seketika ide hilang. Sekuat tenaga mengembalikan kejernihan pikiran, namun tetap saja tidak membuahkan hasil. Sebagian orang, berupaya dengan mengikuti beragam pelatihan untuk mendatangkan sebuah ide dan gagasan baru. Mereka rela menunggu antrean dan membayar mahal hanya untuk mendapatkan coaching dari orang-orang berpengalaman.

Selain pelatihan, barjibun cara lain yang bisa dilakukan. Misalnya, pergi bertamasya ke tempat wisata, dan paling umum dilakukan adalah berbaring sebentar, lalu bangkit bekerja lagi. Nah, jika hendak mengetahui cara sederhana mendatangkan ide dan gagasan. Tentu saja, masing-masing kita punya cara sendiri cara mendatangkan ide serta gagasan.

Kalau saya, semua cara di atas sudah pernah saya coba. Termasuk, menjadikan isteri saya sebagai sumber lahirnya inspirasi. Bagaimana caranya? Iya, dari obrolan-obrolan santai kami berdua, atau aktivitas keseharian dan hal-hal tak terduga lainnya. Intinya, saya acapkali mendapatkan inspirasi, ide segar, semangat berjuang dan cinta itu dari pasangan saya.

Seperti kemarin, sepulang dari tempat kerja. Isteri tercinta yang kelak akan menjadi bidadari surga, menyambut hangat kedatangan saya. Tak hanya dengan senyuman mesra, juga membawa sepiring berisikan makanan kesukaan saya, "Goreng Pisang" namanya.

Dari dekat, terlihat ia berjejer rapi bermandikan susu coklat dengan aroma khasnya. Pasrah, ikhlas dan siap untuk disantap sebagai hidangan pembuka untuk menu makan malam. Rasanya, gurih dan nikmat tiada tara. Mungkin, karena saat makan sambil memandangi isteri tercinta.

Esok harinya, masih pagi buta. Seperti biasa, ritual membaca dan kadang merangkai kata menjadi cerita, seperti yang sedang anda baca. Secangkir kopi hitam khas Lampung turut menemani, menjadi penjeda antara titik dan koma, penyambung rasa dari alinea ke alinea selanjutnya.

Sesaat kemudian, goreng pisang kekuningan bermandikan susu coklat itu terbaring mesra di samping saya. Menyapa hangat dengan sentuhan aroma yang menyebar ke indera penciuman, mencuri perhatian, mengalihkan bahkan menghentikan ritual yang sedang dirayakan.

Masih hangat, karena baru diangkat dari penggorengan dan langsung dihidangkan. Soal rasa memang tak pernah dusta, seperti yang sudah tertuang dalam cerita sebelumnya. Apalagi menyantapnya melalui suapan isteri tercinta, menambah mesra bak adegan film Korea.

Tentu saja, selain sisi romantisme dua insan yang sedang berbahagia ini. Ada anugerah yang sepintas bagi saya "tak terduga". Ia mengingatkan pada masa kecil saya di kampung halaman, Madura. Saat remaja di Lumajang, Jawa dan ketika muda, menjadi mahasiswa di Surabaya.

Teranyar, tiga hari yang lalu. Di salah satu grup whatsapp yang saya ada di dalamnya. Seorang anggota grup mencari informasi tentang tempat jual gorengan yang ramai di Bandung. Ia hendak belajar bagaimana mendapatkan omzet besar melalui jualan gorengan.

Ia sempat mengirimkan sebuah video dari kanal Youtube dengan narasi marketing yang sedikit menjanjikan "Laris Manis! 6 Jam Habis 2000 lebih Gorengan" (bisa searching sendiri di Youtube). Sebelum akhirnya bertemu dengan Goreng Pisang Keju buatan Isteri.

Kembali ke masa kecil saya dulu, ketika musim kemarau tiba. Madura, khususnya Sampang (bumi kelahiran saya) biasanya musim tembakau. Semua ladang pertanian berwana hijau atau "Biru" kata orang Madura (di Madura tidak ada warna Hijau).

Saat panen tembakau tiba, orang Madura bersuka-ria. Pagi hari molong pekoh (metik tembakau), siang sampai sore hari akulung pekoh (gulung tembakau) dan malam hari masat pekoh (motong tembakau) yang selanjutnya ajemor pekoh (menjemur tembakau).

Kegiatan masat pekoh (motong tembakau) biasanya dilakukan oleh bapak-bapak, anak-anak laki-laki ikut meramaikan dan membantu, setidaknya mengangkat tembakau yang sudah dipotong ke tempat penjemuran atau tukang Matar (red. Madura)

Dimulai usai shalat isya' bahkan kalau tembakau yang akan dipotong banyak, biasanya lebih awal. Sore hari, sekitar pukul 17.00 WIB dimulai. Selesainya bisa pertengahan malam bahkan subuh hari, tergantung jumlah tembakau dan orang yang memotong.

Antara gorengan dan tembakau, memoar yang masih berkesan ketika jeda kerja berlangsung. Biasanya tuan rumah menyuguhkan kopi dan rokok sebagai penawar lelah dan kantuk, pemecah kesunyian malam serta penyemangat untuk melanjutkan pekerjaan.

Ibu saya, punya terobosan dalam memberikan suguhan. Di luar kebiasaan, bahkan ibu saya bisa disebut sebagai inisiator. Karena, setelah pemberian tambahan suguhan tersebut, secara sengaja diikuti oleh yang lain dan bertahan hingga tulisan ini diterbitkan.

Ia membagikan gorengan kepada setiap orang yang membantu memotong tembakau. Saya yang waktu itu masih kecil, melihat orang-orang sumringah dan kegirangan menerima suguhan berbentuk gorengan. Dibuat dari ubi dan pisang yang diambil dari hasil pertanian ibu saya.

Saya pun ikut menyantap dan sangat menikmatinya, dan itulah awal saya jatuh cinta pada gorengan, hingga sekarang. Goreng ubi dan pisang buatan ibu, senantiasa tergiang dalam ingatan. Rasanya yang khas ingin sekali mencicipi ulang.

Ketika usia remaja, saya yang juga punya darah Jawa. Sesekali menyempatkan diri berkunjung ke rumah nenek, di Lumajang. Sembari menunggu sarapan matang, nenek suka membuatkan goreng pisang dan seduhan susu hangat sebagai pasangan dari goreng pisang.

Sambil duduk santai di kursi sofa, memanjakan mata dengan melihat pemandangan sawah, hutan, sungai indah nan sejuk dipandang yang terletak di seberang jalan. Sesekali, gunung Semeru menyunggingkan pucuk lancipnya, menambah keindahan alam ditemani oleh sang gorengan.

Di kota Pahlawan, tempat saya dan teman-teman ditempa menjadi seorang sarjana. Teringat akan salah satu teman. Di tengah kesibukannya mengerjakan tugas-tugas kuliah, ia sempatkan untuk jualan Goreng Pisang.

Berkeliling ke sekolah-sekolah, menjajakan atau lebih tepatnya menitipkan jualannya di kantin sekolah. Jika ada yang tersisa, ia bagikan ke teman-teman untuk dimakan. Saya termasuk orang yang pernah menikmati gorengan buatan teman seperjuangan.

Nah, terakhir!

Bagi saya, gorengan tak hanya mengingatkan saya pada kejadian masa lampau. Tak berhenti juga pada saat makan gorengan. Tapi, makanan yang komposisinya terbuat dari pisang dan adonan tepung ini mengajak saya untuk melakukan suatu perubahan besar di masa yang akan datang.

Sambil suap-suapan, percakapan dua insan yang tidak hanya sedang bermesraan, namun juga sedang meyusun konsep, merancang strategi dan mengatur langkah untuk mengukir peta sejarah kehidupan.

Obrolan santai, penuh kemesraan dan kecintaan menjadi pemicu lahirnya gagasan. Terbersit dalam pikiran, Goreng Pisang Keju yang sedang kami makan, dapat juga dinikmati oleh orang lain. Teman, tetangga, keluarga dan kolega.

Awalnya, saya menyarankan untuk membuat lebih dari sekedar untuk berdua. Agar bisa berbagi dengan tetangga atau bisa dibawa ke tempat saya bekerja. Sebab, di sana acapkali menjadikan gorengan sebagai penggembira dalam diskusi dan bekerja.

Isteri saya, yang sedang duduk manja di samping saya mengangguk kepala sembari berucap "IYA". Tentu saja, pekerjaan mulia seperti ini ada perintahnya. Sabda nabi Muhammad: "Wahai Abu Dzar, jika engkau memasak masakan, perbanyaklah kuahnya dan perhatikanlah tetanggamu."

Selanjutnya, obrolan hangat dalam suasana gerimis itu meningkat menjadi sebuah percakapan penuh makna. kami tak hanya menikmati gorengan belaka yang dibarengi dengan adegan mesra. Lebih dari itu, kami berdua punya cita-cita untuk membangun bisnis keluarga.

Produknya apa? Goreng Pisang Keju namanya. Memang tak sebesar tambang batu bara di Kalimantan sana, atau tambang emas di Papua nun jauh di sana. Namun, gagasan yang datang secara tiba-tiba merupakan sebuah anugerah dari Tuhan Yang Maha Kuasa.

Bagi saya, gagasan ini tidak serta merta datang begitu saja. Apalagi, di saat banyak manusia yang cenderung kehabisan ide dan gagasan untuk memulai kebaikan di jagad raya. Justru, gagasan ini datang saat sedang menikmati makanan biasa.

Tak perlu datang ke berbagai pelatihan, mengeluarkan banyak uang hanya untuk memunculkan ide dan gagasan tentang apa yang akan dilakukan. Melalui pasangan, sebuah ide dan gagasan besar bermunculan. Ya, berawal dari sambutan isteri yang luar biasa hangat, dan membuatkan gorengan (Goreng Pisang Keju), makan semabri ngobrol bersama, beragam ide serta gagasan itu berhamburan. Salah satunya, selesainya tulisan ini dan bisa dinikmati oleh handai taulan.

Tentu, kami bersyukur atas anugerah gagasan yang telah dilimpahkan dan hanya kepada-Nya kami memohon pertolongan. Sekali lagi, pasangan hidup kita bisa menjadi sumber datangnya kebaikan. Terimakasih juga kepada isteriku atas Goreng Pisang Kejunya, andaikata engkau menyambutku dengan senyuman kecut dan setumpuk pakaian kotor, mungkin bukan gagasan kebaikan yang muncul. Ucapan yang pantas untukmu adalah I LOVE YOU SO MUCH sayang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun