isteri dari nabi Muhammad SAW ditanya oleh seseorang perihal akhlaknya. "Wahai Aisyah! Anda ini kan isteri nabi. Coba jelaskan kepadaku seperti apa akhlak suamimu itu!" pinta sang penanya. Kemudian, Aisyah menjawab, "Akhlak suamiku adalah Al-Qur'an," jawabnya dengan cepat, singkat dan padat.
Pernah suatu ketika, Aisyah,Dialog ini sebagai pemantik bagi kita, betapa Aisyah, sang isteri nabi mengenali betul karakter suaminya. Istilah cepat, singkat dan padat menunjukan kalau jawabannya seperti tanpa harus berpikir dahulu, apalagi sampai mengawang-awang seperti orang kebingungan serta mampu menggambarkan secara ringkas kepribadian sang suami.
Nah, bagaimana dengan kita? Seberapa kenal kita pada pasangan kita? Bisakah memberikan jawaban seperti Aisyah ketika ada orang bertanya tentang suami atau isteri kita?
Jawabannya sudah ada pada diri kita masing-masing. Jika iya, bersyukurlah dan jika belum, maka tersenyumlah!
Kadang-kadang, sudah puluhan tahun bersama tapi ditanya soal makanan kesukaan isterinya saja gelagapan. Lahiran sudah lima kali, giliran ditanya kebiasaan suami ketika di rumah, tidak mengerti dan disuruh tanya sendiri.
Ada yang seperti itu? Semoga sedikit.
Faktanya memang demikian, bagaimana mungkin dan bisa mau saling melengkapi bila saling tidak mengenali kekurangan sekaligus kelebihan pasangan kita. Idealnya, pertama memang harus saling mengenal dulu, baru muncul saling pengertian, setelah itu hadir kasih sayang dan seterusnya.
Makanya, ada istilah Ta'aruf yang diartikan dengan "Saling Mengenal" satu sama lain. Biasanya Ta'aruf ini dilakukan sebelum dua insan berbeda jenis ini melangsungkan pernikahan. Saling kenal dan mengenalkan, mulai dari nama dari calon, pendidikan, pekerjaan, hobi, status, tinggi badan, kesehatan, tampang dan lain sebagainya. Pokoknya saling tanya semua, termasuk juga saling mengenalkan keluarga besarnya, sebelum akhirnya nanti berlanjut ke pernikahan atau batal karena ketidakcocokan.
Sayangnya, proses "Saling Mengenal" ini berhenti sebelum menikah, dan setelah sah menjadi suami isteri enggan dilakukan lagi. Memang tidak semuanya, tapi mungkin kebanyakan orang. Padahal, sejatinya proses "saling mengenal" sebelum pernikahan itu baru permulaan dan itu juga baru luarnya saja.
Justru setelah sah menjadi pasangan suami-isteri perlu terus saling mengenal satu sama lain. Karena kebenaran sesungguhnya tentang luar-dalam pasangan kita setelah hidup bersama. Kita jadi mengetahui sifat buruk pasangan kita setelah menikah, sebab bisa jadi ketika proses Ta'aruf sebelum menikah yang disampaikan oleh calon pasangan kita adalah yang baik-baik dan waktunya juga sangat singkat.
Mungkin, sebagian kita kaget, pasalnya sebelum jadi isteri atau suami terlihat sangat baik dan sopan. Namun, ketika sudah bersama dan dalam kurun waktu lumayan lama, karakter aslinya keluar semua. Mulai dari yang suka ngorok ketika tidur, malas mandi, boros, bau ketek, suka berkata jorok, mudah tersinggung dan lain sebagainya.
Inilah pentingnya saling mengenali pasangan kita, apa kekurangan yang ada pada dirinya dan apa saja kelebihan dan kebaikannya. Sebab, dengan mengenali pasangan, kita menjadi paham serta tahu cara menghadapinya. Bila itu kekurangan, maka kita hadir sebagai penyempurna bukan pencela. Kalau ada karakter buruk pada pasangan kita, upaya kita adalah membaguskan atau memperbaikinya, bukan menyalahkan apalagi mencampakkan.
Terus terang, sampai saat ini saya dan isteri belum sepakat terkait dengan definisi jalan-jalan. Menurut saya, jalan-jalan itu yang penting keluar rumah, mau itu jalan kaki, naik kendaraan, jauh dekat sama saja. Sehingga, berangkat kerja ke kantor pun, dari Depok-Jakarta saya anggap itu sudah jalan-jalan dan saya menikmati setiap momen perjalanan itu.
Beda dengan isteri saya, dalam kamus dia, jalan-jalan itu harus ke tempat wisata atau hiburan. Semisal pergi ke pantai, kebun binatang, setu atau danau, kemah dan tempat perbelanjaan. Selain itu, bukan jalan-jalan. Ke tempat kerja berarti kerja, ke pasar berarti belanja, ke sekolah berarti belajar, meskipun sama-sama jalan dan mengeluarkan uang, tapi itu bukan jalan-jalan.
Suatu waktu, isteri saya mengajak saya pergi jalan-jalan ke Jakarta. Lalu saya katakan, "Saya kan sudah setiap hari jalan-jalan ke Jakarta, ngapain lagi saya ke sana?" Dan respon isteri bisa anda tebak sendiri seperti apa modenya.
Kasus saya ini nampak sederhana dan sangat sepele, hanya soal beda persepsi mengenai tafsir kata jalan-jalan. Namun, bila kita tidak saling mengenal pasangan kita maka hal ini bisa fatal. Andaikan saya tidak mengenali bagaimana isteri saya menafsirkan kata jalan-jalan itu, atau isteri tidak mengenali bagaimana saya mempersepsikan makna jalan-jalan itu. Niscaya akan timbul kesalahpahaman, pertengkaran lalu ketidakharmonisan.
Untungnya, soal tafsir kata jalan-jalan ini, kami saling mengenali dan mengerti satu sama lain. Isteri saya lantas berkomentar seperti ini, "Iya, yah. Kita sudah beberapa tahun menikah serta hidup bersama, tapi soal arti kata jalan-jalan saja masih berbeda." Makanya, kalau ada orang bertanya tentang saya kepada isteri, "Ke mana bapak?" ia jawab, "Lagi jalan-jalan ke Jakarta."
Ini juga baru satu kata, dan belum menyentuh pada karakter atau kepribadian pasangan kita masing-masing sebagaimana dialog Aisyah di atas dengan seorang penanya.
Bagaimana kalau perbedaan dan kekurangan pasangan kita itu banyak? atau kelebihan serta kebaikan pasangan kita lebih banyak hanya belum mampu kita lihat seutuhnya? Maka, disini kita harus terus saling mengenali pasangan kita.
Kalau misalnya pasangan kita berpendapat sudah saatnya punya mobil agar tidak kepanasan dan kehujanan, sementara kita bilang belum waktunya dan lebih baik naik kendaraan umum. Bagaimana cara mengenali dan menyikapinya? Dan kasus seperti ini banyak bentuknya.
Sekali lagi, menikah sekali sementara saling mengenal itu selamanya. Bisa saja, pasangan kita tahun kemarin baik, tapi akhir-akhir ini ada perubahan. Maka, saling mengenali adalah sebuah keniscayaan agar hubungan rumah tangga semakin dipenuhi cinta dan kasih sayang.
Pepatah mengatakan, "Tak kenal maka tak sayang," katanya. Kenal bukan hanya tahu nama dan alamat tinggal, lebih dari itu mengenali pasangan secara keseluruhan, luar dan dalam sampai akhirnya mampu memberikan jawaban, "Pasanganku adalah surgaku."
Satu hal yang tidak boleh kita lupakan juga dan ini sangat penting, selain mengenali pasangan, kenali juga diri kita sendiri. Seorang bijak mengatakan, pasangan adalah cerminan diri, bila ia baik maka sesungguhnya kita juga baik dan begitu juga sebaliknya. Kenali kekurangan kita dan mintalah masukan kepada pasangan.
Akhirnya, saling mengenali pasangan adalah jalan menuju tangga kebahagiaan rumah tangga. Karena setelah saling kenal, niscaya lahir saling pengertian, memaafkan dan memuliakan, lalu muncul kasih sayang karena sudah menyatu dalam cinta yang penuh pengorbanan. Menikah sekali, saling mengenal selamanya! Â Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H