kampanye dan menjelang hari pencoblosan, para kandidat capres-cawapres terus bergerilya mengelilingi Indonesia, menemui para kostituen dengan beragam bentuk cara serta kegiatan.
Memasuki masaSelain menyerap aspirasi mereka tentu tujuan utamanya adalah meraih simpati dari mulai para petani, pedagang, peternak, tukang, pengusaha, supir, ormas, buruh, lembaga pendidikan, komunitas, selebritis, akademisi, mahasiswa dan agamawan.
Dalam bahasa lainnya disebut minta dukungan dari rakyat Indonesia, dan tentu hal ini sah-sah saja karena memang sudah diatur dalam undang-undang pemilu serta peraturan KPU terkait teknis serta materi kampanye. Dengan catatan, selama cara tersebut tidak melanggar aturan kampanye yang sudah ditentukan. Artinya, tidak semua jenis kampanye diperbolehkan untuk digunakan, seperti menyebarkan disinformasi dan menyulut kebencian. Â Â
Namun demikian, seperti sudah jamak diketahui, biasanya kampanye politik lima tahunan ini selalu identik dengan pidato di depan khalayak, blusukan ke berbagai tempat, tampil di layar kaca dan hadir di arena diskusi terbatas.
Padahal secara definisi, kampanye politik merupakan sebuah upaya terorganisir yang bertujuan untuk mempengaruhi khalayak dalam menentukan pilihan politiknya. Artinya, tidak ada batasan khusus mengenai bentuknya. Â Â
Kalau merujuk pada definisi ini, idealnya kampanye politik itu tidak monoton dan melulu soal pindato di atas panggung besar karena akan membuat publik bosan dan pada akhirnya enggan menghadiri kegiatan kampanye. Yah, paling pidato doang, habis itu pulang! Begitu tanggapan sebagian masyarakat mengenai model kampanye para kontestan pemilu. Beda dengan model kampanye blusukan, oleh masyarakat dikonotasikan sebagai "pencitraan."
Sejalan dengan peraturan KPU Nomor 23 Tahun 2018 yang mensyaratkan materi kampanye harus menjunjung tinggi nilai Pancasila dan UUD 1945, meningkatkan moralitas, keagamaan dan jati diri bangsa, meningkatkan kesadaran hukum, memberikan pendidikan politik dengan cara menyebarkan informasi yang benar dan seimbang, menghormati kebhinnekaan, menjalin komunikasi dan interaksi yang baik dengan seluruh elemen masyarakat.
Dari definisi serta peraturan ini sebenarnya model kampanye politik dalam setiap pemilu itu dapat dikembangkan menjadi lebih menarik, inovatif dan kreatif sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan zaman. Mungkin saja pemilu 2014 dan 2019 adalah "Blusukan" sebagai model kampanye politik paling relevan saat itu, karena rata-rata pemilihnya adalah usia 45-60 tahun. Sementara pemilu kali ini sekitar 60% didominasi oleh generasi milenial. Â Â
Nah, menarik apa yang dilakukan oleh Anies Rasyid Baswedan dalam berkampanye. Berbeda dengan dua kandidat lainnya dan bahkan dengan presiden Indonesia sebelum-sebelumnya.
Ia mencoba menghadirkan inovasi baru, mengkampanyekan ide serta gagasannya melalui acara "Desak Anies." Mungkin, karena membawa slogan perubahan sehingga model kampanyenya juga harus berubah, dari pidato menjadi diskusi terbuka, bebas dan aktif.
Mengapa Desak Anies?
Acara "Desak Anies" ini, saya dan mungkin sebagian orang, menganggap adalah gebrakan baru dalam dunia kampanye. Selain konsepnya yang elegan, interaktif dan aktif juga mengandung pendidikan politik demokratis bagi masyarakat.
Bayangkan, dalam satu forum, Anies dikeroyok oleh peserta yang hadir dengan beragam bentuk pertanyaan lalu diminta untuk menjawabnya satu persatu. Artinya, semua bebas berbicara tanpa ada sekat dan intimidasi.
Melalui panggung "Desak Anies" ini tersirat sekaligus tersurat sebuah pesan bahwa kebebasan berbicara dan berpendapat harus diberi ruang seluas-luasnya kepada rakyat Indonesia, pada saat yang sama pemerintah dari semua level dan tingkatan harus mau hadir duduk bersama, mendengar aspirasi masyarakat sekaligus mampu menjelaskan secara ilmiah dan rasional semua rencana serta program kerja yang hendak dilaksanakan oleh pemerintah.
Kampanye model "Desak Anies" bukan sekadar hendak mempengaruhi keputusan konstituen dalam memilih, namun juga membuka wawasan masyarakat tentang sebuah gagasan dalam menjawab permasalahan bangsa dan negara melalui jawaban-jawaban yang diutarakan oleh Anies Baswedan. Masyarakat jadi tahu dari lisan calon presiden langsung bagaimana caranya memberantas korupsi, meningkatkan pelayanan publik, mencegah stunting, mengelola SDA, memajukan pendidikan, mensejahterakan ASN dan lain sebagainya.
Selain itu, publik jadi mengetahui isi kepala dari calon kepala negara lewat jawaban-jawaban yang dikemukakan, sikap atau respon ketika dikritik oleh orang yang berbeda pandangan.
Secara esensi, acara seperti ini mampu mengimbangi acara debat capres-cawapres yang hanya dilaksanakan beberapa kali selama musim kampanye, meskipun dalam kegiatan "Desak Anies" ini hanya Anies seorang tanpa kehadiran lawan politiknya.
Lebih jauh, "Desak Anies" menggambarkan kualitas sosok Anies Baswedan yang berani turun menemui semua jenis manusia, dari mulai kalangan mahasiswa, guru besar, agamawan, buruh petani, pedagang, konglomerat sampai kalangan disabilitas. Ia tidak takut dicerca pertanyaan dan mampu memberikan jawaban berdasarkan ilmu pengetahuan, pengalaman serta visi-misi yang akan dibawa memimpin Indonesia di masa yang akan datang.
Agenda "Desak Anies" ini bukan hanya menyerap aspirasi dari masyarakat, sosialisasi visi-misi dan program, diskusi lalu pulang. Lebih dari itu, Anies Baswedan datang membawa oleh-oleh berupa ide dan gagasan tentang Indonesia di masa depan.
Ide dan gagasan tersebut lantas ditawarkan kepada publik, baik skala lokal maupun nasional dan bahkan internasional. Jadi, jauh-jauh dari Jakarta membawa kabar gembira bagi masyarakat di seluruh Indonesia.
Menjadi Rule Model Kampanye Baru
Antusiasme masyarakat menyambut acara "Desak Anies" terus meningkat dan mendapatkan respon positif dari masyarakat luas. Bisa jadi sesuatu yang mengganjal dalam hati serta pikiran banyak orang selama ini sudah mendapatkan jawaban dari Anies Rasyid Baswedan.
Walaupun masih berbentuk jawaban lisan tapi sudah memberikan gambaran bahwa masalah bangsa dan negara itu dan solusinya seperti ini dan ini merupakan khazanah intelektual luar biasa.
Bagi saya, acara "Desak Anies" adalah inovasi baru dalam kampanye pemilu, sehingga perlu mendapatkan apresiasi sekaligus menjadi budaya bagi kehidupan berbangsa dan bernegara saat ini dan seterusnya.
Ini bukan soal kandidat tertentu, tapi kita berharap semua kandidat presiden dan wail presiden perlu melakukan hal yang sama, hadi di tengah masyarakat, serap aspirasi, diskusi dan sampaikan solusi untuk kemajuan negeri.
Kegiatan "Desak Calon" pemimpin harus dilanjutkan dan dibudayakan, supaya ruang diskusi dan kebebasan berpendapat di muka umum dapat terus terawat secara berkelanjutan.
Terus terang, budaya diskusi seperti "Desak Anies" ini memang kurang familiar, terlebih di kalangan masyarakat bawah. Sehingga, saya mendesak acara semisal desak ini harus dimasifkan serta dibudayakan oleh semua kalangan.
Hadirnya kegiatan "Desak Anies" pada pemilu kali ini menjadi rule model kampanye presiden dan kepala daerah di pemilu berikutnya. Bagaimanapun ini merupakan terobosan baru dalam dunia kampanye khususnya pemilu Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H