"Pernahkah kau mendengar istilah 'cinta melintasi ruang dan waktu'?" ucap pria itu dengan suara hangat.
Emily tercengang melihat pria itu. Dia segera mengenali wajah itu dan merasakan getaran aneh dalam hatinya. Pria itu adalah Alex, suaminya yang telah pergi dalam medan perang setahun lalu.
Namun, bukan hanya Alex yang muncul di hadapannya, tetapi juga para teman-teman dan rekan tentaranya yang turut hadir dalam perayaan tersebut. Mereka berkumpul untuk memberikan kejutan untuk Emily dan merayakan cinta yang abadi antara Emily dan Alex.
"Alex?" gumam Emily dengan suara yang gemetar.
Pria itu tersenyum, dan Emily merasakan sentuhan tangan lembutnya pada pipinya. Semuanya terasa begitu nyata dan ajaib, seperti kenangan yang hidup kembali.
"Mungkin ini hanya mimpi, tetapi aku ingin kau tahu bahwa cintaku padamu tidak akan pernah pudar, Emily. Walaupun aku tak berada di sini dalam bentuk fisik, aku selalu ada di hatimu, dalam setiap kenangan indah yang pernah kita bagikan," ucap Alex dengan lembut.
Emily merasa hatinya penuh dengan campuran kebahagiaan dan kesedihan. Dia merasa dihargai atas cinta yang selalu ada, meskipun Alex telah pergi dari dunia ini. Dia tahu bahwa cinta mereka adalah pelukan rindu yang tak tergantikan, melewati ruang dan waktu, dan abadi hingga akhir hayat.
Dan begitulah, cerita tentang "Rindu di Tepi Perang" berakhir dengan penuh haru dan keajaiban. Dalam medan perang yang kejam, cinta sejati Alex dan Emily mengalahkan segala rintangan, menghubungkan mereka melalui surat-surat yang tulus dan harapan yang tak tergoyahkan.Â
Meskipun fisik Alex telah pergi, cintanya tetap hadir dalam setiap kenangan dan tindakan baik yang dilakukan oleh Emily. Cinta sejati mereka adalah bukti bahwa cinta adalah kekuatan yang mampu melintasi ruang dan waktu, dan abadi dalam pelukan rindu yang terdalam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H